Terdapat makam berstatus Cagar Budaya di Padukuhan Kalangbangi Wetan, Kalurahan Ngeposari, Kapanewon Semanu, Gunungkidul. Makam itu adalah Makam Syekh Kalambang.
Konon, Syekh Kalambang yang juga dikenal sebagai Mbah Guru itu adalah salah satu penyebar Islam di wilayah Gunungkidul pada masa Mangkunegaran.
Pantauan detikJogja di lokasi pada Rabu (3/7/2024) makam Sykeh Kalambang terletak di sebelah ujung barat kompleks makam. Setidaknya ada dua kompleks makam lainnya yang berdekatan dengan jarak sekitar lima meter di Kalangbagi Wetan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makam Syekh Kalambang itu berjejer dengan dua makam lainnya yang lebih kecil. Panjang makam Syekh Kalambang sekitar 2,5 meter.
![]() |
Nisannya terbuat dari batu putih dengan bentuk seperti trisula di bagian atas. Terdapat beberapa motif ukiran di nisannya mulai dari bentuk semacam spiral hingga lingkaran.
Di bagian bawah nisan tampak ukiran aksara Pegon, tulisan Arab yang bisa dibaca sebagai bahasa Indonesia atau Jawa. Namun begitu tulisan tersebut tidak terlalu jelas sebab termakan usia.
Setidaknya ada tiga tulisan Pegon di sisi bawah nisan Syekh Kalambang. Yang jelas terbaca ada tulisan Pegon yang jika dibaca berarti "Ngayujo" di samping nisan.
Adapun dua makam berdekatan lainnya yang sekompleks dengan makam Syekh Kalambang juga memiliki ukiran aksara Pegon. Tulisan Pegon di dua makam itu dibaca berbeda. Kedua makam itu juga terbuat dari batu berwarna abu-abu.
Satu makam bertulisan Pegon yang dibaca "hadal kubur Kiai Muhammad Hasan" dan penanggalan dituliskan Pegon "1323". Makam tersebut memiliki nisan dengan bentuk segitiga di bagian tengah atas dan dua bagian sisinya hampir berbentuk seperempat lingkaran.
Satu makam lainnya bertuliskan Pegon yang dibaca "Ahlal kubur Kiai Husein Muhibbat". Nisan di bagian atas berbentuk hampir menyerupai segitiga tetapi tumpul dengan dua bentuk segitiga lebih kecil di kedua sisinya.
Cerita Penemu Makam
Penemu makam tersebut yang juga warga sekitar, Rizman Setya Nugraha (33) menjelaskan tulisan di sisi bawah nisan Syekh Kalambang bertuliskan "Kalambang" dan di sisi lainnya tertulis "Kiyai Muhammad".
"Tulisannya Kalambang dan Kiai Muhammad di depan sama belakang," jelas Rizman kepada detikJogja saat ditemui di rumahnya, Rabu (3/7/2024).
Rizman menuturkan warga sekitar juga mengenal Sykeh Kalambang sebagai Mbah Guru. Sebab, Rizman mengatakan, konon lokasi makam sering menjadi tempat belajar warga sekitar saat hendak menghadapi ujian hingga periode tahun 1970-an.
Lebih lanjut, Rizman menuturkan dirinya menemukan makam Syekh Kalambang saat mencari makam leluhurnya pada 2016. Saat itu kompleks makam Syekh Kalambang ditumbuhi ilalang yang menjulang hampir semeter.
"Saya mencari informasi di empat orang paling tua di sini bahwa Mbah saya ada di kompleks makam Syekh Kalambang. Dulu ilalangnya hampir semeter, tidak digunakan (dirawat kompleks makamnya) dulu. Itu makam mati, tidak terurus," ungkap Rizman
Selama dua pekan Rizman membersihkan ilalang di kompleks makam Syekh Kalambang. Setelahnya dia terkapar sakit.
Saat kembali ke kompleks makam tersebut, Rizman mengatakan dirinya belum menemukan makam Sykeh Kalambang. Dia hanya menemukan makam Syekh Muhammad Husein dan Syekh Muhammad Hasan.
Setelahnya, Rizman mengatakan ada seorang ulama yang enggan disebut namanya menunjukkan keberadaan makam Syekh Kalambang. Ternyata makam Syekh Kalambang terdapat di bawah sebuah pohon pule yang besar.
"Beliau datang langsung datang ke pohon pule. Saya nggak tahu ada makam itu (Syekh Kalambang), nggak kelihatan selama dua minggu. Aneh," tuturnya.
"Ulama itu terus 'ini yang paling tua'," lanjutnya.
Jadi Cagar Budaya
Terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul, Agus Mantara menuturkan makam Syekh Kalambang sudah ditetapkan menjadi Cagar Budaya tingkat Kabupaten pada 2022. Pihaknya meneliti makam tersebut sekitar 2-3 tahun lalu.
"Posisi saat ini sudah cagar budaya. Pertama diteliti sekitar 2-3 tahun yang lalu," jelas Agus kepada detikJogja melalui telepon, Kamis (4/7/2024).
Agus membenarkan makam Syekh Kalambang sudah ada sejak abad ke-18 masehi. Dia pun membenarkan Syekh Kalambang masuk ke Gunungkidul pada masa Mangkunegaran. Namun begitu, Agus mengatakan Syekh Kalambang datang ke Gunungkidul atas inisiatif sendiri.
"Mereka tidak didatangkan tapi mereka datang sendiri. Karena mereka itu, dulu Gunungkidul wilayah utara dan timur itu menjadi bagian wilayah Mangkunegaran," katanya.
"Tidak menutup kemungkinan pejabat tinggi di Mangkunegaran melakukan penyebarannya sampai di situ," lanjutnya.
Lebih lanjut, Agus menerangkan makam Syekh Kalambang merupakan yang tertua dari makam lainnya di kompleks makam tersebut. Soal asal Syekh Kalambang, Agus mengatakan pihaknya masih belum bisa melacaknya.
Jadi Pembuktian Gunungkidul Bukan Hutan Belantara di Abad 18
Agus menerangkan adanya makam tersebut membuktikan Gunungkidul bukanlah tempat yang hanya berupa hutan belantara pada abad ke-18. Dia mengatakan sudah ada upaya penyebaran agama Islam di Gunungkidul.
"Ini memperkuat sejarah Gunungkidul bahwa Gunungkidul dulu tidak hutan belantara karena di situ sudah ada sebaran agama, kemudian sebaran yang lain. Bahwa Gunungkidul dianggap sebagai hutan belantara terbantahkan dengan data-data itu," jelasnya.
Selain makam Syekh Kalambang, Agus menyebutkan penemuan lainnya juga menguatkan bantahan Gunungkidul sebagai hutan belantara pada masa itu.
"Kita temuannya ada Quran tertua di masjid jami Ponjong itu. Kemudian Quran demikian ada di Nglipar. Terbaru ada temuan makam salah satu Syekh di Bejiharjo," katanya.
Nantinya, Agus mengatakan pihaknya akan memetakan jejaring penyebaran agama Islam di Gunungkidul. Sebab data yang ada hanya tersebar secara acak. Lebih lanjut, Agus mengatakan sejarah penyebaran Islam di Gunungkidul belum pernah dikaji.
"Nanti pada saatnya mungkin akan kami diskusikan pemetaan jejaring mereka di Gunungkidul seperti apa," ungkapnya.
(rih/cln)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas