Menilisik Kisah Makam Penyebar Islam Pangeran Pekarungan Cirebon

Menilisik Kisah Makam Penyebar Islam Pangeran Pekarungan Cirebon

Fahmi Labibinajib - detikJabar
Senin, 13 Jan 2025 13:00 WIB
Suasana situs makam Pangeran Pekarungan Cirebon
Suasana situs makam Pangeran Pekarungan Cirebon. Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar
Cirebon -

Di balik deretan ruko di Jalan Pekarungan, Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon terdapat sebuah situs bersejarah yang berupa makam kuno berusia ratusan tahun. Makam tersebut letaknya tepat di tengah area pertokoan. Untuk masuk ke dalam area makam, harus melewati sebuah pintu kecil yang terbuat dari kayu yang diukir dengan motif kembang. Di bagian samping pintu tertulis nama Pangeran Pekurungan.

Masuk ke dalam, suasana area dalam makam, tampak bersih, dengan dikelilingi oleh batu bata berwarna merah, dan tanah yang ditumbuhi bunga Kamboja. Di bagian ujung area makam, terdapat sebuah makam berukuran besar dengan nisan berwarna hitam, untuk tubuh makamnya ditutupi oleh kain yang berwarna kuning. Makam paling besar tersebut merupakan makam Pangeran Pekarungan.

Di sekitar makam Pangeran Pekarungan, terdapat makam lain dengan nisan yang berwarna hitam. Jika diperhatikan, nisan berwarna hitam tersebut memiliki motif yang berbeda-beda, dari mulai motif bunga, matahari dan juga lafaz Allah. Tokoh masyarakat sekitar makam Pangeran Pekarungan, Isnen mengatakan setidaknya ada 12 makam yang ada di situs Pangeran Pekarungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah kalau di kompleks tersebut, aslinya cuman 3 makam, yang panjang itu dan 2 kerabatnya, untuk 9 makam sisanya, merupakan makam pindahan dari Masjid Pasayangan, kalau kata warga di sini, di tahun 70-an itu ada pelebaran jalan, nah di depan masjid ada makam, berhubung ada pelebaran jalan, jadi makamnya dipindah ke sini," tutur Isnen, belum lama ini.

Untuk batu nisan yang memiliki motif yang berbeda-beda, menurut Isnen merupakan sebuah ciri yang berasal dari Cirebon-Mataram. "Itu kan khas Cirebon-Mataram yang memiliki ciri punya motif ukiran, tapi kalau Cirebonn saja itu polos, sama kayak nisan yang ada di belakang masjid Sang Cipta Rasa, untuk motif lambang matahari, teratai atau bunga itu menandakan kemakrifatan atau tariqoh," tutur Isnen.

ADVERTISEMENT

Isnen mengatakan tujuh tahun lalu, makam Pangeran Pekarungan sempat tak terawat karena kondisinya dekat pertokoan. Isnen dan warga lain berinisiatif untuk membersihkan area makam. Padahal, lanjut Isnen, sosok Pangeran Pekarungan merupakan tokoh penting di Cirebon, beliau merupakan kerabat dari Pangeran Panjunan, yang hidup sekitar abad ke 15.

Suasana situs makam Pangeran Pekarungan CirebonSuasana situs makam Pangeran Pekarungan Cirebon Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabar

"Menduga kuat bahwa Ki Gede Pekarungan ini merupakan kerabat dari Pangeran Panjunan, anak dari Syekh Datuk Kahfi, ada yang menyebutkan anak ketiga ada juga yang menyebutnya anak ke empat, jadi adik Pangeran Panjunan," tutur Isnen.

Lebih jelasnya, menurut Isnen, dalam beberapa versi sejarah dikatakan, Syekh Datuk Kahfi memiliki beberapa anak, yang pertama Syekh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan, kedua Syekh Syarif Abdurrahim atau Pangeran Kejaksaan, dan Syarifah Al Bagdadi yang menikah dengan Sunan Gunung Jati dan yang keempat adalah Syekh Syarif Hafid atau Pangeran Pekarungan.

Selain sebagai seorang pendakwah yang menyebarkan agama Islam di Cirebon, Pangeran Pekarungan juga dikenal sebagai seorang saudagar yang dermawan. "Pekurungan kan asal katanya kurung atau wadah. Jadi beliau ini saudagar, bukan hanya sebatas menyebarkan agama Islam dengan ilmu saja tapi juga seorang saudagar yang dermawan, sezaman dengan Sunan Gunung Jati tapi lebih tua," tutur Isnen.

Menurut Isnen, biasanya, makam Pangeran Pekarungan akan ramai didatangi pengunjung ketika bulan Syawal setelah Idul Fitri. "Biasanya di bulan Syawal, itu ada rombongan dari Jatiwangi, Majalengka, yang rutin mengunjungi. Itu kalau datang itu hampir 7 mobil elf, bahkan dari keterangan orang tua dulu, itu dari Jawa Tengah juga ada," tutur Isnen.

Meski kondisi makam sudah lebih baik, menurut Isnen, masih dibutuhkan beberapa fasilitas lain, salah satunya adalah pembuangan saluran air. Menurut Isnen, kondisi tanah makam yang lebih rendah dibandingkan bangunan sekitarnya, menyebabkan area makam sering banjir ketika musim hujan.

"Kalau musim hujan banjir, jadi perlu pembuangan air, karena posisi makam lebih rendah dibandingkan jalan, jadi kalau hujan jadi dibiarkan saja, sampai surut dengan sendirinya," pungkas Isnen.

(sud/sud)


Hide Ads