Makam Ki Wonokesonggo di Padukuhan Kedungwanglu, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul menyajikan cerita menarik di kalangan warga setempat. Masyarakat sekitar mengungkapkan bagaimana makam tersebut tak hanyut maupun rusak saat diterjang banjir.
Pantauan detikJogja di lokasi pada Rabu (29/5/2024) sore, makam tersebut terletak di sebuah lahan kosong, sekitar 100 meter di belakang balai Padukuhan Kedungwanglu. Makam dengan panjang 160 cm tersebut memiliki nisan yang terbuat dari kayu. Tidak ada makam lain selain makam tersebut.
Dukuh Kedungwanglu, Burhan Tholib, mengatakan menurut penuturan sesepuhnya, pada dahulu kala terdapat makam lainnya di sekitar makam Ki Wonokesonggo. Namun, makam lainnya hancur diterjang banjir dan hanya nisan Ki Wonokesonggo yang tetap utuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulunya ada makam yang lainnya, tapi katanya dulu itu ada banjir bandang tapi tidak ingat yang menceritakan. Jadi yang lainnya hanyut. Tinggal satu itu utuh," kata Burhan kepada detikJogja saat ditemui di lokasi, Rabu (29/5/2024) sore.
"Jadi nisannya ya sejak dulu belum diganti. Katanya dulu setelah pernah ada banjir bandang terus makam umumnya itu dipindah di dekat Tempuran, Kedungwanglu," lanjutnya.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh warga sekitar, Sopyan Efendi (36). Dia mengatakan banjir yang menerjang makam tersebut tidak hanya sekali menurut penuturan sesepuh di wilayah tersebut, tetapi juga beberapa tahun belakangan.
"Contohnya pas 2017 belum lama. Itu kan banjir besar. Setelah banjir tetap di situ, tidak pindah sejengkal pun. Padahal nisan kan dari kayu," ungkap Sopyan dengan raut wajah heran saat ditemui di rumahnya.
"Secara logika kan harusnya ngambang nisan itu, namanya kayu kering kena air kan, tapi ya nggak. Rumah terdekat di situ kan kena banjir," lanjutnya.
Sopyan mengatakan makam tersebut dianggap sebagai tameng ketika terjadi banjir.
"Ibaratnya makam itu jadi bantaran kali loh, bukan terendam, yang menghalangi air. Itu kan bukan banjir genangan, jadi arus," ungkapnya.
Tidak hanya itu saja, saat Sopyan masih duduk di kelas 6 SD sekitar tahun 1993 terjadi banjir bandang di wilayah tersebut. Sopyan menjelaskan banjir tersebut lebih besar daripada banjir pada tahun 2017.
Anehnya, Sopyan menuturkan makam tersebut tidak bergeser sejengkal pun. Padahal pemakaman umum warga di Tempuran, Kedungwanglu, habis disapu banjir.
"Apalagi pas banjir besar pas saya SD kelas 6 dulu. Itu lebih besar dari itu," jelasnya.
"(Makam Ki Wonokesonggo) Itu pun nggak ilang. Padahal makam umum warga di Tempuran hilang semua. Nisan kayu itu habis. Bahkan dulu makam tergerus di pinggirnya, kelihatan jasadnya," terangnya.
Saat itu, Sopyan mengatakan banjir membawa material batu dan tanah. Terlebih akibat banjir tersebut, sungai Oya di Kedungwanglu berubah bentuknya.
"Tanah dan batu terbawa. Bentuk kali berubah kok setelah banjir itu, terutama kali Oya. Kali Oya itu berubah bentuknya," katanya.
"Tadinya batu yang sebelah pinggir itu pindah ke pinggir lainnya. Tadinya yang dalam itu jadi dangkal karena terurug batu kan," lanjutnya.
(cln/apu)
Komentar Terbanyak
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa