Jogja merupakan daerah yang masih kental akan unsur budayanya. Salah satu tradisi budaya zaman dahulu yang masih dilakukan oleh beberapa masyarakat hingga saat ini yaitu upacara tedak siten.
Dikutip dari situs Dinas Kebudayaan Kota Jogja, tedak siten merupakan tradisi upacara adat tanah Jawa. Tedak siten menjadi bagian awal dari tradisi daur hidup manusia yang mengandung harapan orang tua terhadap anaknya di kehidupannya kelak.
Tedak siten dilakukan dengan tujuan sebagai peringatan bagi manusia untuk memahami pentingnya memaknai hidup dengan menjaga relasi antara manusia, lingkungan alam, dan Tuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, apa itu tedak siten dan bagaimana sejarahnya? Simak ulasannya berikut ini.
Apa Itu Tradisi Tedak Siten?
Dikutip dari situs Dinas Kebudayaan Kota Jogja, tedak siten berasal dari kata tedhak dan siten. Tedak memiliki arti turun atau menapakkan kaki, sementara siten atau siti yang memiliki arti tanah. Maka dari itu, tedak siten diartikan sebagai sebuah tradisi seorang anak untuk menapakkan kaki ke tanah.
Tanah dianggap memiliki kekuatan gaib sehingga upacara tedak siten perlu dilakukan untuk mengusir hal-hal gaib yang dianggap negatif. Tedak siten atau disebut mudhun lemah diberlakukan oleh anak yang berusia 7 lapan dalam kalender jawa atau 8 bulan dalam kalender masehi.
Adapun dalam melaksanakan upacara tedak siten, ada beberapa hal yang perlu disiapkan, antara lain yaitu:
- Jadah 7 warna warni
- Tangga yang terbuat dari tebu
- Kurungan yang berbentuk seperti kurungan ayam dengan diisi barang, alat tulis, serta mainan dalam berbagai bentuk
- Air yang digunakan untuk membasuh dan memandikan anak
- Ayam panggang
- Pisang raja
- Udhik-udhik
- Jajan pasar
- Jenang-jenangan dalam berbagai jenis
- Tumpeng lengkap dengan gudangan dan nasi kuning
Prosesi Tradisi Upacara Tedak Siten
Masih mengutip dari sumber yang sama, berikut beberapa rangkaian kegiatan dalam upacara tedak siten:
1. Membasuh kaki
Prosesi ini dilakukan dengan membasuhkan kaki sang anak sebelum menapakkan kaki di tanah. Adapun makna yang terkandung di dalam prosesi ini yaitu dimulainya kehidupan sang anak sehingga harapannya anak dapat menjalani kehidupan dengan hati yang bersih.
2. Meniti jadah
Dalam prosesi ini, anak dituntun berjalan di atas 7 jadah yang beraneka warna. Jadah sendiri merupakan makanan sejenis kue yang terbuat dari beras ketan.
Tujuh dalam bahasa jawa disebut pitu, yang bermakna bahwa di masa depan sang anak diharapkan mampu menghadapi masalah hidup dan selalu memperoleh pertolongan atau pitulungan dari Tuhan.
Tujuh jadah beraneka warna tersebut juga mengandung makna tersendiri, yaitu:
- Merah melambangkan keberanian, dimana anak di harapan berani mengambil langkah dalam kehidupan
- Kuning lambang kekuatan lahir dan batin dimana setiap orang yang wajib memiliki untuk mencapai hidup dalam kejayaan
- Putih adalah simbol kesucian dimana mengandung pengharapan anak memiliki kesucian hati
- Hitam adalah simbol kecerdasan yang merujuk pada pengharapan kepada sang anak agar memiliki kecerdasan tinggi
- Biru simbol kesetiaan dan ketenangan jiwa dalam mengambil langkah kehidupan
- Hijau artinya kesuburan atau kemakmuran, dimana sang anak diharapkan menjalani kehidupan yang makmur dan sejahtera
- Ungu simbol kesempurnaan atau puncak. Ungu juga disimbolkan sebagai ketenangan dimana kelak sang anak diharapkan mampu bersikap tenang dalam mengambil keputusan
3. Naik tangga dari tebu wulung
Tahapan ini dilakukan orang tua dengan mengajak anaknya untuk menaiki 7 tangga. Tangga tersebut terbuat dari batang tebu.
Tebu berasal dari kata antebing kalbu, yang mengandung makna bahwa kepercayaan diri dan tekad. Melalui prosesi ini diharapkan sang anak pantang menyerah dalam menggapai cita-citanya.
4. Kurungan dan memilih mainan
Kurungan yang disediakan telah diisi berbagai benda seperti perhiasan, buku tulis, beras, mainan, dan lain sebagainya. Dalam prosesi ini, anak dimasukkan ke dalam kurungan tersebut.
Kurungan ayam tersebut sebagai simbol dari kehidupan nyata yang akan dijalani oleh sang anak di masa depan. Kemudian, barang diambil mencerminkan jenis profesi yang dijalani anak kelak saat dewasa nanti.
5. Memandikan anak
Dalam prosesi ini, orang tua memandikan anaknya menggunakan air yang diberi bunga. Adapun air yang digunakan dalam prosesi ini diambil pada malam hari sekitar pukul 10-12 malam. Air kemudian diembunkan hingga terkena paparan sinar matahari di keesokan harinya.
Setelah selesai memandikan sang anak, kemudian anak diberi pakaian. Prosesi ini mengandung makna bahwa di masa depan harapannya anak tersebut mampu mengharumkan keluarga layaknya bunga.
6. Menyebar udhik-udhik
Dalam prosesi ini, udhik-udhik disebar dan dibagikan kepada anak-anak maupun orang dewasa yang hadir dalam acara ini. Udhik-udhik sendiri merupakan uang logam dengan dicampur bermacam-macam bunga.
Melalui prosesi ini diharapkan sang anak dapat memanfaatkan rezeki yang diterima dengan baik, seperti contohnya bersedekah kepada fakir miskin. Tradisi udhik-udhik ini memiliki perbedaan dengan tradisi di setiap daerah, baik dari prosesi, tata cara, maupun peralatan yang digunakan.
Demikian informasi terkait sejarah upacara tedak siten lengkap beserta prosesi kegiatannya. Semoga bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Galardialga Kustanto peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(par/dil)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas