Warga Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki adat-istiadat yang dilestarikan secara turun-temurun. Salah satu tradisi yang berasal dari pulau paling timur NTB ini adalah Turen Tana.
Turen Tana merupakan tradisi masyarakat Sumbawa yang diperuntukkan bagi bayi yang sudah mulai belajar berjalan. Turen Tana berasal dari bahasa Sumbawa yang berarti turun tanah. Tradisi ini menjadi momen saat kaki anak menginjakkan tanah untuk pertama kalinya.
Makna Turen Tana
Tradisi Turen Tana bagi masyarakat Sumbawa mengandung makna yang mendalam. Secara filosofis, tradisi ini dimaksudkan agar setiap manusia memiliki kesadaran bahwa ia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanah yang digunakan dalam prosesi ini biasanya diambil dari tanah masjid. Penggunaan tanah masjid itu diharapkan agar bayi tersebut kelak selalu taat melaksanakan salat lima waktu dengan berjemaah di masjid.
Tradisi Turen Tana dilakukan bersamaan dengan rangkaian adat lainnya, termasuk pelaksanaan tradisi Gunting Bulu. Adapun, Gunting Bulu adalah tradisi pemotongan rambut bayi yang dilakukan secara simbolis. Rambut bayi tersebut selanjutnya diikat dengan untaian buah bulu yang terbuat dari perak dan kuningan.
Tata Cara Pelaksanaan Turen Tana
Tradisi Turen Tana menggunakan beberapa sarana, seperti telur, tanah, jala, dan logam. Prosesi Turen Tana dimulai dengan kaki bayi diletakkan di tanah oleh ibunya.
Telur yang telah disiapkan di atas nampan selanjutnya dipecahkan oleh orang tua bayi. Setelah itu, tokoh agama membalurkan campuran tanah dan telur yang telah dipecahkan ke kaki anak tersebut.
Selanjutnya, anak dan orang tuanya dilemparkan jala dan pipis logam atau uang logam. Prosesi itu sebagai simbol bahwa anak sudah siap dibawa keluar dan diterima dalam lingkungan sosial masyarakat.
Artikel ini ditulis oleh Firga Raditya Pamungkas peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(iws/iws)