Gedung BNI 46 di jantung Kota Jogja ternyata punya kisah panjang era kolonial hingga pendudukan Jepang. Gedung bank ini dulu pernah menjadi kantor asuransi Belanda hingga menjadi cikal bakal munculnya Radio Republik Indonesia (RRI).
Pamong Budaya Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Yunanto Eko Prabowo, mengatakan gedung BNI 46 tersebut dibangun pada tahun 1921-1922. Gedung itu berlokasi di Ngupasan, Gondomanan, Kota Jogja.
"Jadi BNI 46 itu berdiri tahun 1921 sampai tahun 1922. Di tahun-tahun tersebut itu bisa dibilang tahun modernisasinya Hindia-Belanda," kata Yunanto saat ditemui di Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Selasa (21/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sempat Jadi Kantor Asuransi Belanda
Dulunya gedung yang berada di barat daya titik nol kilometer Jogja ini merupakan kantor asuransi milik Belanda, Nederlandsch Indische Levensverekeringen en Lijfrente Maatschappij atau NILLMIJ.
"Nah salah satunya ini gedung BNI 46 yang dulunya sebagai kantor asuransi di Belanda itu namanya NILLMIJ," jelas Yunanto.
Pada sekitar tahun 1900 sampai 1940-an, terjadi kemajuan yang pesat di bidang infrastruktur dan penataan kota di Indonesia. Tidak heran kala itu berdiri bangunan-bangunan besar di beberapa daerah di Indonesia termasuk Jogja.
Hal ini pun mengundang investor asing untuk menanamkan modal di Hindia Belanda. Salah satunya Jogja, yang menjadi tujuan perusahaan asing untuk melakukan ekspansi bisnisnya.
"Jadi tahun 1900 sampai tahun 1940 itu kemajuan pesat di bidang infrastruktur dan juga penataan kota. Itu masih ada bangunan-bangunan yang berdiri besar di kota-kota termasuk di Jogja. Jadi perusahaan internasional itu juga banyak sudah menanamkan modal di Hindia Belanda, mulai tahun awal abad 20 ya," terangnya.
Pada masa itu, Gedung BNI 46 tak hanya digunakan oleh satu perusahaan saja. Melainkan ada beberapa perusahaan Belanda lainnya.
"Selain ini, karena bangunannya itu besar juga beberapa kantor ada juga di situ kemungkinan mereka itu sharing tempat ya. Karena semuanya adalah kantor-kantor pada masa Belanda jadi jika kita tarik tahun 1921 sampai sekitar 1900 berapa itu 20 tahun berarti ke masa penjajahan Jepang, berarti mereka mungkin share ruangan atau share kantor," terang Yunanto.
"Ada, jadi kita lihat di sini ada NHM (Nederlandsch Handel Maatschappij) ini kantor dagang, Escompto Maatschappij, dan juga bank makelar Buyn & Co, jadi beberapa perusahaan ada di satu kantor," sambung dia.
Yunanto menerangkan pada masa itu, perusahaan-perusahaan Belanda biasanya melirik Batavia, Surabaya atau medan untuk membuka cabang perusahaannya. Jogja dilirik diduga karena dekat dengan Keraton Jogja.
"Ya biasanya kalo perusahaan-perusahaan besar Belanda itu pusatnya ada di Belanda sana, tapi mereka membuka cabang biasanya yang pertama di Batavia kemudian baru ke timur, Surabaya atau ke barat di Sumatera (Medan)," ucap Yunanto.
"(Sementara itu) Jogja yang ada di wilayah selatan ini kurang begitu dilirik karena jauh dari pesisir pantai, tetapi ada keraton. Mereka juga sudah banyak melakukan kerja sama dengan pemerintah kolonial atau dipercaya dengan pemerintah kolonial makannya beberapa perusahaan ada di Jogja," ujarnya.
Era Penjajahan Jepang Jadi Kantor Radio
Bangunan bergaya kolonial itu pun beralih fungsi saat masa penjajahan Jepang. Gedung itu digunakan sebagai kantor radio Jepang.
Setelah Jepang dinyatakan kalah, gedung tersebut beralih fungsi menjadi studio siaran radio MAVRO. MAVRO ini menjadi cikal bakal lahirnya Radio Republik Indonesia (RRI).
"Kemudian pada saat Jepang itu menduduki Jogja ini digunakan tentara Jepang sebagai kantor radio Jepang dengan nama Hoso Kyoku. Pasca-kekalahan Jepang lalu dimanfaatkan sebagai siaran radio Mataramsche Vereeniging voor Radio Omroep (MAVRO). Itu yang dulu di sini, yang menjadi cikal bakal RRI," cerita Yunanto.
"Pada masa itu RRI Jogja juga dinamakan sebagai radio perjuangan karena turut mengambil peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia," sambung dia.
Simak lebih lengkap di halaman berikutnya.
Resmi Jadi Gedung BNI 46 Sejak 1946
Gedung asuransi Belanda ini secara resmi menjadi bagian dari Bank BNI 46 sejak tahun 1946. Pada saat itu nasionalisasi sedang berkembang dengan pesat.
"(Diresmikan) Tahun 1946 sejak diresmikan BNI 46 mulai beroperasi dan berkembang di seluruh Indonesia setelah dari MAVRO tadi," ujar Yunanto.
Gedung BNI 46 dapat dikatakan bangunan baru dibandingkan dengan gedung-gedung lain di sekitarnya seperti Gedung Agung dan Benteng Vredeburg. Hal ini berkaitan dengan larangan dari Keraton Jogja untuk mendirikan bangunan di dekat keraton.
"Aturannya keraton (Jogja) kemungkinan, karena keraton sejak dulu mungkin tidak memperbolehkan dibangun bangunan yang mungkin dekat dengan keraton atau ketinggian tertentu. Karena jelas itu akan menutupi fasad keraton, dari utara nggak kelihatan. Tapi ada perubahan stigma akhirnya diperbolehkan (seiring) perkembangan zaman," jelas Yunanto.
Dikutip dari situs Dinas Kebudayaan Kota Jogja, pada 5 Juli 1946 gedung yang sempat digunakan untuk RRI ini resmi dinyatakan sebagai BNI 46 atas prakarsa Margono Djojohadikusumo.
Alih fungsi tersebut diatur atas dasar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946 untuk tujuan kelancaran ekonomi dan keuangan masyarakat Jogja. BNI 46 kemudian diresmikan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejak saat itu bank-bank BNI mulai beroperasi dan berkembang di Indonesia.
Gedung BNI 46 yang terletak di Jalan Ahmad Dahlan dan Jalan Trikora No 1 Kampung Kauman, Ngupasan, Gondomanan, Jogja, ditetapkan sebagai cagar budaya melalui SK Menteri PM.07/PW.007/MKP/2010.
Artikel ini ditulis oleh Mahendra Lavidavayastama dan Galardialga Kustanto Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas