Di Kapanewon Godean, Sleman, terdapat sentra produksi genting tanah liat. Produksi genting di Godean ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Begini kisahnya.
Perajin Turun-temurun
Ketua Asosiasi Perajin Genting Kabupaten Sleman Sembada Manunggal, Sukiman Hadiwijoyo menuturkan produksi genting di Godean sudah ada sejak sebelum 1960. Kala itu diawali dari Padukuhan Berjo. Hingga akhirnya kini merata di sisi barat Kapanewon Godean.
"Genting di Godean ini dulu justru diawali di Padukuhan Berjo, itu sebelum tahun 1960 itu sudah ada dan pengambilannya (tanah liat) itu juga variatif tempatnya di Gunung Kwagon, Pare, Jering, Kleben dan juga di Gunung Berjo sendiri dan Gunung Butak," jelas Sukiman saat ditemui di Kantor Padukuhan Kwagon, Sidorejo, Godean, Kamis (6/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring berjalannya waktu, jumlah perajin genting tanah liat terus bertambah. Hingga memasuki puncaknya pada 1965 hingga 1980. Kala itu produksi genting tanah liat dan bata merah merambah ke wilayah lain di Sleman yakni Kapanewon Seyegan, Moyudan, dan Gamping.
"Medio tahun itu cukup pesat hampir semua kepingin buat genting yaitu termasuk di wilayah Kwagon kemudian di Sidorejo sendiri Pare sampai dengan dengan Ganjuran. Kemudian di wilayah lain sampai di Sidoagung sampai Margodadi, kemudian di luar wilayah sudah muncul di Moyudan bahkan Gamping," paparnya.
![]() |
Pria yang juga menjabat Dukuh Kwagon ini menuturkan, kala itu jumlah perajin mencapai 782. Data ini berdasarkan jumlah perajin yang aktif produksi. Sementara untuk jumlah tobong atau tungku raksasa mencapai ratusan.
Tobong-tobong ini masih aktif memasak hingga saat ini. Biasanya aktivitas dimulai pagi hari. Sementara proses memasak genting tanah liat dan bata merah durasi rata-rata 12 jam.
"Kebanyakan (tobong) itu masih aktif, meski sudah berusia. Memang ada yang retak atau rusak karena gempa 2006 tapi masih bisa digunakan," ujarnya.
Para perajin genting mendapatkan ilmu secara turun-temurun dari orang tua ke anak dan seterusnya. Tak jarang pula dari pemilik asli ke para tenaga pekerjanya.
Jenis dan Harga
Beragam jenis genting diproduksi oleh para perajin di Godean. Bahkan tak jarang juga mengikut perkembangan zaman sehingga permintaan dapat mengikuti tren kekinian.
"Paling banyak jenis paris, lalu kerpus atau wuwung karena banyak yang pakai dan ukurannya sama. Jenis lain kodok, turbo, morando tetap ada tetapi tidak sebanyak yang paris," bebernya.
Untuk harga, genting Godean dijual secara variatif. Jenis genteng paris dijual Rp 1.300 per buah, genting kodok Rp 1.700, dan genting turbo Rp 2.500. Setiap genting memiliki bentuk, ukuran, dan ketebalan yang berbeda.
Terkait pasar, Sukiman menuturkan sangat cerah. Tak hanya menguasai pasar lokal Jogja, genting Godean juga merambah ke sejumlah daerah. Mulai dari Magelang, Purworejo, Solo, dan wilayah lainnya.
"Sekalipun di wilayah itu juga ada perajin tetapi barangkali merasakan genting Godean ada nilai lebihnya," katanya.
Tips Memilih Genting
Dalam kesempatan ini, Sukiman turut membagikan tips memilih dan membeli genting. Paling utama adalah genting yang diproduksi saat musim kemarau. Ini karena genting dalam kurun waktu tersebut tergolong matang sempurna.
![]() |
Menurutnya, bahan baku dan bahan pendukung sangat optimal untuk produksi. Dia mencontohkan kayu, semakin kering maka pembakaran tungku semakin sempurna. Lalu terik matahari dan sepoi angin membuat genting basah menjadi kering sempurna.
"Makanya orang membangun rumah itu biasanya musim kemarau juga karena efisien. Genting produksi musim hujan biasanya lebih rapuh karena tidak matang sempurna," bebernya.
Tantangan Eksistensi Genting Godean
Seiring berjalannya waktu, jumlah perajin genting tanah liat dan bata merah berkurang. Ini karena banyaknya material alternatif untuk konstruksi bangunan. Mulai dari batako, genting cor, hingga genting metal.
Material alternatif itu membuat minat konsumen juga berkurang. Tepatnya memasuki medio tahun 2000. Di mana kala itu telah muncul beragam material alternatif pengganti bata merah dan genting tanah liat.
"Memasuki di atas tahun 2000 ini pesaingnya di luar genting tanah ini memang banyak data yang saat ini saya update ini sudah di bawah 500, artinya ada pengurangan sekitar 300-an perajin untuk seluruh wilayah asosiasi," ujarnya.
Di sisi lain, regenerasi perajin juga tidak semasif zaman dulu. Terlebih dinamika zaman membuat pilihan kerja semakin beragam.
"Tenaga kerja ini di genting memang tidak semudah produksi konsumsi makanan dan seterusnya. Butuh kekuatan fisik kemudian ketahanan fisik dan kebiasaan karena kerja keras," katanya.
Catatan lain adalah mulai terbatasnya bahan baku. Keberadaan tanah liat, diakui oleh Sukiman semakin berkurang seiring berjalannya waktu. Terlebih saat ini kebutuhan tanah liat tak sekadar untuk produksi genting tanah liat dan bata merah.
Para pemilik lahan, lanjutnya, kerap menjual tanah liat untuk kebutuhan lainnya. Tentunya para perajin genting Godean tak bisa melarang. Ini karena lahan merupakan status pribadi dan termasuk hak penggunaannya.
"Dijual untuk uruk tanah rumah bahkan saat ini terakhir karena ini uruk tol. Karena ini hak miliknya adalah pribadi ya kita bisanya memaklumi. Untuk ini, pengurangan-pengurangan ini adalah fakta di lapangan," curhatnya.
Namun Sukiman memastikan bahwa genting Godean masih eksis dan produktif. Terbukti dengan tingginya minat pasar dari Jogja maupun luar daerah.
"Itulah seleksi alam, sampai saat ini ya kira-kira masih 400-an untuk perajin kita. Kami pun juga dibantu oleh Pemda menerima semacam pendidikan, semacam bantuan pemasaran dan semuanya nah ini tetap ada pendampingan," imbuhnya.
(rih/aku)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi