Ketua Asosiasi Perajin Genting Sembada Manunggal Sleman, Sukiman Hadiwijoyo, mengungkap pembangunan tol berdampak pada ketersediaan bahan baku genting tanah liat dan bata merah. Hal ini karena tanah liat digunakan menjadi tanah uruk pembangunan tol di wilayah Jogja.
Kondisi ini mulai terasa memasuki tahun 2020. Sukiman menyebut pada saat itu sejumlah bukit di wilayah Godean bahkan hingga Seyegan mulai dikepras. Lokasinya menjadi perumahan, sementara tanahnya diambil untuk uruk tol.
"Sudah mulai (saat pandemi) COVID lah ini kan sudah mulai pada diambil uruk, sudah banyak. Nah ini yang merasa berkurangnya lahan atau bahan baku lempung yang masih bagus," jelasnya saat ditemui di Kantor Padukuhan Kwagon, Sidorejo, Godean, Sleman, Kamis (6/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang juga menjabat Dukuh Kwagon ini menuturkan tanah liat Godean memiliki karakter istimewa. Berupa kandungan kaolin yang cukup tinggi dalam tanah liat atau lempung. Inilah yang membuat produksi genting Godean berbeda dengan daerah lainnya.
Sukiman mengatakan beberapa bukit yang dikepras dan dijual tanahnya mayoritas memiliki kadar kaolin tinggi. Namun dia juga tak bisa melarang maupun menyalahkan rutinitas ini. Penyebabnya karena lahan-lahan tersebut tercatat sebagai milik pribadi.
"Kalau tol itu kan bukan karena kita, kita itu sebagai lingkungan yang memanfaatkan tanah kelebihannya tanah lempung, tanah yang ada kaolinnya itu ada di wilayah ini tetapi itu milik pribadi," ujar Sukiman.
![]() |
"Nah ketika milik pribadi ini pada dijual mulai ke pihak ketiga, nah pakai pihak ketiga yang mengambil yang membeli dan menjual ke apa ya developer atau pemborong uruk naik ke sana itu (pembangunan tol)," tambahnya.
Bahan Baku Berkurang Sejak 2012
Sukiman menuturkan berkurangnya bahan baku mulai terlihat sejak 2012. Penyebabnya adalah banyaknya produksi dan produsen genting Godean pada saat itu. Hingga mencapai puncaknya mendekati pembangunan tol di Jogja.
Bukit-bukit ini tersebar di sejumlah wilayah Godean dan Seyegan. Warga setempat menyebutnya sebagai gunung, meliputi Gunung Kwagon, Gunung Pare, Gunung So, Gunung Gedang, Gunung Jering, Gunung Kleben, Gunung Berjo, dan Gunung Butak.
"Mau nggak mau kita juga merasa agak sulit ketika mengendalikan itu karena sudah dijual ke pihak ketiga dalam bentuk uruk. Saking banyaknya tidak lagi ratusan meter tapi hektaran," ujarnya.
Guna mengakali kekurangan bahan baku, para perajin mulai memanfaatkan tanah sawah sebagai campuran. Komposisi ini menurut Sukiman, tidak mengurangi kualitas genting secara signifikan.
Cara ini terpaksa diambil karena keterbatasan bahan baku. Di satu sisi permintaan genting Godean juga terus meningkat sehingga ketersediaan genting tanah liat maupun bata merah harus selalu ada.
"Kita ada bahan tanah campurannya yaitu dari sawah. Ini beberapa titik, kalau saat ini di lahan sawah di Kidul Kwagon kemudian masih di seputar Sumberarum ini masih diambil," katanya.
(aku/ams)
Komentar Terbanyak
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa