Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI DIY) menuntut Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyediakan rumah seharga Rp 500 juta hingga Rp 700 juta bagi buruh. Nantinya rumah itu juga diharapkan disubsidi pemerintah sehingga cicilan buruh menjadi lebih ringan.
Tuntutan ini disampaikan saat perwakilan buruh menggelar audiensi di Kantor DPRD DIY, Kota Jogja. Koordinator MPBI DIY, Irsyad Ade Irawan mengatakan, dengan skema subsidi pemerintah, cicilan oleh buruh nantinya diharapkan di angka Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu per bulannya.
"Jangka waktunya sekira harga rumah di angka Rp 500 juta sampai Rp 700 juta. Jadi misalnya Rp 700 juta dibagi menjadi Rp 500 ribu per bulan atau bisa disubsidi sehingga harga rumahnya bisa lebih murah lagi," jelas saat ditemui di Kantor DPRD DIY, Selasa (21/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irsyad menegaskan tuntutan ini telah melalui kajian MPBI. Termasuk telah melakukan survei KHL berlandaskan acuan Permenaker dan UU Nomor 13 Tahun 2013. Yakni kebutuhan para buruh meliputi sandang, pangan, papan, rekreasi, dan pendidikan.
"Skemanya kredit, jadi beli rumah bukan tinggal di rumah susun tapi punya rumah. Rumah tapak hak milik angsurannya sebesar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu," katanya.
Minta Pemanfaatan Sultan Ground dan Pakualaman Ground
Irsyad mengusulkan agar tanah berstatus Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG) turut andil. Dalam artian, tanah-tanah ini yang nantinya didirikan menjadi perumahan bagi para buruh. Namun di sisi lain, dia juga meminta agar rumah-rumah tersebut nantinya berstatus hak milik atau SHM.
Terkait pemanfaatan SG dan PAG, menurutnya paling realistis. Ini karena keberadaan tanah milik Keraton Jogja dan Pakualaman tersebar di DIY. Mayoritas, disebutnya, juga masih berupa lahan dan belum berdiri bangunan.
"Tanahnya harus ada harganya harus murah dan kemudian di mana tanahnya dan di mana harganya seperti apa merupakan tugas pemerintah. Kemudian kalau menurut kami tanah yang murah dan bisa diakses adalah tanah Sultan Ground dan Pakualaman Ground," ujarnya.
Tak hanya rumah untuk buruh, MPBI juga menuntut adanya revisi upah minimum 2024. Acuannya adalah kajian KHL di wilayah DIY. Bahwa standar kebutuhan hidup layak bagi para buruh berada di kisaran Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta.
Para buruh, lanjutnya, mengeluh dengan nominal gaji yang diterima saat ini. Besaran Rp 2,4 juta hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok. Sementara untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan bahkan papan masih terkendala.
"Kami menuntut kepada Gubernur DIY untuk merevisi Upah Minimum Kabupaten/Kota 2024 sebesar Rp 3,5 juta sampai Rp 4 juta. Survei KHL kita kan di angka Rp 4 juta. Sementara upah buruh masih Rp 2 jutaan jadi itu masih besar pasak daripada tiang maka harus ada peran negara yang lebih ekstra," tegasnya.
Tuntutan selanjutnya adalah memberikan perlindungan kepada pengemudi ojek online dan pekerja kreatif. Ini karena belum banyak perlindungan hukum didapatkan. Alhasil belum mendapatkan jaminan keamanan saat bekerja.
"Kemudian yang terakhir kami meminta Gubernur DIY agar memberikan bantuan bagi koperasi-koperasi yang dikelola oleh serikat buruh," ujarnya.
Respons Pemda DIY
Sementara itu, Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi menuturkan pihaknya akan memperhatikan tuntutan para buruh. Namun tentu dengan skema sesuai dengan pembahasan Pemda DIY. Termasuk upaya pemenuhan rumah bagi para buruh.
"Kalau ideanya itu rumah susun lalu untuk lokasinya juga dekat dengan pabrik. Ini agar bisa menekan ongkos para buruh, tapi ini semua juga perlu dikaji lagi. Masih belum final," kata Aria.
(rih/apl)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas