Sosok Romo Mangun Sang Pejuang Kaum Pinggiran: Mlarat Ning Ningrat

Sosok Romo Mangun Sang Pejuang Kaum Pinggiran: Mlarat Ning Ningrat

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Senin, 21 Jul 2025 07:01 WIB
YB Mangunwijaya atau Romo Mangun dari dokumentasi Kompas.
YB Mangunwijaya atau Romo Mangun dari dokumentasi buku terbitan Kompas. (dok. Rm Gregorius Budi Subanar)
Jogja -

Kiprah Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau Romo Mangun sebagai pejuang kaum marginal tak asing lagi di telinga masyarakat. Dia dikenal sebagai seorang romo (pastor) dan juga arsitek yang aktif membela hak-hak masyarakat kecil.

Berbagai karya hingga perjuangan Romo Mangun tentu sangat melekat di hati masyarakat. Dia telah menelurkan berbagai judul novel macam Durga Umayi hingga Burung-Burung Manyar. Selain itu, karya arsitektur kondangnya seperti Kampung Kali Code hingga Sendangsono juga masih eksis hingga saat ini.

Namun, di balik karya-karyanya, Romo Mangun dikenal sebagai sosok yang sederhana. Hal ini dikatakan oleh sahabat Romo Mangun, sekaligus Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma (USD) Jogja, Gregorius Budi Subanar atau Romo Banar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kesederhanaan beliau, ngirit tapi sekaligus maka pernyataannya mlarat ning ningrat. Itu bagaimana dia tinggal dan mendidik orang-orang itu menjadi orang-orang yang mempunyai harga diri. Mlarat ning ningrat, punya dignity punya kehormatan itu yang salah satu menjadi kekhasan Romo Mangun," ujar Romo Banar saat ditemui di Pakuncen, Kota Jogja, Sabtu (19/7/2025).

Selain itu, Romo Banar bilang, Romo Mangun merupakan sosok yang cukup berhati-hati saat bicara.

ADVERTISEMENT
Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma (USD) Jogja, Gregorius Budi Subanar atau Romo Banar di Kota Jogja, Sabtu (19/7/2025).Dosen Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma (USD) Jogja, Gregorius Budi Subanar atau Romo Banar di Kota Jogja, Sabtu (19/7/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja

"Lihat fotonya itu ya, kalau bicara beliau seperti itu dia pemikir. Dia hati-hati bicara," lanjutnya.

Romo Banar turut menceritakan proses pembuatan salah satu judul novel Burung-Burung Manyar dari Romo Mangun. Dia mengungkapkan, inspirasi dari novel tersebut cukup sederhana.

"Contoh sederhana, ketika dia bercerita asal-usul Novel dia Burung-Burung Manyar. Burung-Burung Manyar itu saya dapat gagasan dari buku loakan, buku biologi yang bercerita tentang burung manyar. Romo Mangun membuat itu secara detail secara naratif. Burung manyar membuat sarang di pucuk-pucuk daun palem raya. Lalu dia akan membentuk dengan cara menganyam. Dia membuat sarang untuk memikat betinanya akhirnya bertelur," ungkap Romo Banar.

"Aku le entuk ide buku kuwi saka buku loakan. Kalau itu dihargai oleh orang, jadi mereka menghargai nilai-nilai yang saya sampaikan. Menjadi imajinatif," imbuh dia.

Selain menjadi seorang sastrawan hingga arsitek, tentu Romo Mangun juga dikenal sebagai seorang rohaniwan. Romo Mangun disebut ingin mendarmabaktikan dirinya kepada masyarakat.

"Mengapa dia memilih jadi pastor, dia tinggal di Magelang, oleh ibunya dia masih SMP naik sepeda dari Magelang ke Jogja untuk ngantar beras. Beras ini diserahkan ke asrama calon-calon pastor. Awal mula kenal dengan dunia romo, dia bercerita seperti itu," tutur Romo Banar.

Ketika Romo Mangun berada di Malang dia gabung ke kelompok pejuang. Ketika kemudian kemerdekaan Indonesia diakui, tergerak hati Romo Mangun untuk menjadi pastor pada tahun 1950-an.

"Pejuang ini lalu merasa menjadi pahlawan. Jadi cita-cita dia jadi pastor, dia ingin mendarmabaktikan utang saya kepada rakyat. Saya merasa punya utang sebagai rakyat, jadi menyaur utangnya sebagai pastor," tutup Romo Banar.




(afn/ams)

Hide Ads