Pasangan guru honorer di Sleman, Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38), menanggapi pernyataan Kantor Pertanahan atau BPN Sleman yang menyebut pemblokiran sertifikat hanya berlaku 30 hari. Menurut Hedi, secara regulasi memang demikian, namun 30 hari tersebut merupakan ketentuan permohonan blokir perorangan atau badan usaha.
"Blokir 30 hari itu benar. Tapi 30 hari itu bagi blokir warga biasa. Tetapi bila yang blokir itu aparat hukum, bisa kejaksaan, bisa pengadilan, bisa kepolisian, bisa kementerian, sesuai undang-undang tidak seperti itu," kata Hedi dalam keterangan video yang diterima detikJogja, Jumat (16/5/2025).
Hedi bilang, berbeda dengan blokir yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Mengacu pada tata cara blokir sertifikat menurut Pasal 14 Peraturan Menteri ATR/BPN RI Nomor 13 Tahun 2017, jika sertifikat diblokir oleh aparat, blokir yang dilakukan penegak hukum tetap berlaku sampai dengan kasus pidana dihentikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Catatan blokir oleh penegak hukum berlaku sampai dengan dihentikannya kasus pidana yang sedang dalam penyidikan dan penuntutan, atau sampai dengan dihapusnya pemblokiran oleh penyidik yang bersangkutan," ujar Hedi membacakan isi di Pasal 14.
Selain itu, pada ayat 2, Kepala Kantor Pertanahan juga dapat meminta keterangan kepada penyidik terkait kasus atas tanah yang dicatat blokir. Dalam regulasi tersebut sudah sangat jelas, BPN seharusnya tidak bisa mencabut blokir sendiri.
"Pasalnya seperti itu, jadi intinya Polres Sleman 2012 memblokir dan setelah itu memberi surat ke BPN masih ada proses pidana oleh penyidik dikasihkan surat ke BPN. Berarti kan jelas. Dan sudah ada yang terpidana dan jelas notaris kena kode etik. Dan penyidikan itu masih ada 1 yang DPO dan blokir itu belum dicabut," tegasnya.
Dia mengaku memiliki bukti dari Polresta Sleman bahwa sampai tahun 2024 belum ada pencabutan blokir di sertifikat tersebut.
"Dari surat Polresta Sleman dari 2023 sampai 2024 Polres Sleman belum pernah mencabut blokir di BPN saya punya bukti dari Reskrim Polres Sleman belum ada yang mencabut. Mana yang salah, mana yang benar itu saya tidak akan menilai. Yang menilai pakar hukum dan ahli hukum," pungkasnya.
Versi BPN Sleman
Sebelumnya, Kantor Pertanahan (Kantah) atau BPN Sleman angkat bicara soal kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38). Dalam kasus itu, Hedi dan Evi mempertanyakan soal proses balik nama padahal sertifikat masih diblokir yang mengakibatkan hak atas tanah dan bangunan hilang.
Terkait hal itu, Kepala Kantah Sleman Imam Nawawi menyampaikan, pihaknya telah mengirimkan surat penjelasan kepada Evi terkait mekanisme pemblokiran hingga proses balik nama pada 28 Mei 2024. Dalam surat itu dijelaskan proses administrasi yang dilakukan sejak 2011.
Imam menjelaskan, permintaan pemblokiran sertifikat dilakukan oleh Polres Sleman. Sebab, waktu itu sedang ada proses pidana kasus penipuan yang dilaporkan oleh Evi terhadap perempuan berinisial SH dan laki-laki berinisial SJ hendak mengontrak rumahnya untuk usaha konveksi.
"Sepertinya teman-teman pun sudah tahu, ada indikasi kemungkinan ada penipuan dari yang minjam sertifikat, yang dulu infonya mengontrak tanah, itulah awal asal muasalnya, sehingga jadi masalah," kata Imam saat ditemui di kantornya, Rabu (14/5/2025).
Dalam perjalanan kasusnya, lanjutnya, sesuai aturan pemblokiran sertifikat itu hanya berlaku 30 hari. Berbeda dengan penyitaan yang baru akan dilepas statusnya setelah sita berakhir. Dasar itulah yang kemudian membuat bank berani melelang sertifikat tersebut. Selain itu, dalam kasus ini bank maju karena sertifikat telah diagunkan dan ada kredit macet.
"Nah kemudian karena itu diagunkan, akhirnya ada lelang, dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) lelang atas permohonan dari bank (menyebut nama). Kemudian dilelang, saat lelang pun itu karena tadi sudah tidak ada tercatat blokir, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) itu sudah terbit," jelasnya.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya ada pemenang lelang yakni pria inisial RZA. Sertifikat tersebut kemudian kembali berubah dan menjadi atas nama RZA. BPN, kata Imam, selama proses dan syarat administrasi terpenuhi tidak bisa menolak permintaan balik nama tersebut.
"Catatan di BPN, kami sebagai lembaga pencatat administrasi, ini sepanjang administrasi terpenuhi, syarat formilnya terpenuhi, kita proses. Kalau ada peralihan jual beli, misalnya peralihan jual beli, berdasarkan akta jual beli. Tadi yang waris karena ada pewarisan. Nah ini ada lelang, ada risalah lelang yang dibuat oleh pejabat resmi, pejabat dari KPKNL," ujarnya.
"Jadi administrasi sudah terpenuhi, sehingga pencatatan kami tidak ada alasan untuk menolak, untuk mencatat atas lelang tersebut," imbuh dia.
(rih/dil)
Komentar Terbanyak
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Cerita Warga Jogja Korban TPPO di Kamboja, Dipaksa Tipu WNI Rp 300 Juta/Bulan
Jokowi Diadukan Rismon ke Polda DIY Terkait Dugaan Penyebaran Berita Bohong