948 Ternak Terpapar PMK, Pemda DIY Bakal Bentuk Satgas

948 Ternak Terpapar PMK, Pemda DIY Bakal Bentuk Satgas

Adji G Rinepta - detikJogja
Selasa, 07 Jan 2025 13:42 WIB
Petugas saat memeriksa sapi terkait PMK di Bantul. Foto diunggah Jumat (3/1/2025).
Petugas saat memeriksa sapi terkait PMK di Bantul. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Jogja -

Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak masih terbilang tinggi di DIY. Kepala DPKP DIY Syam Arjayanti menyebut kini ada 948 ternak yang terjangkit PMK.

"Di Kota Jogja masih 0 kasus, kalau di Gunungkidul sapi 672, dipotong paksa 27, yang mati 30. Sleman 103 kasus, yang mati 8, dan sudah sembuh 4. Bantul 161 kasus, yang mati 25, potong paksa 2. Kulon Progo sakit 11, yang mati 1. Akumulasinya berarti 948," paparnya saat dihubungi wartawan, Selasa (7/1/2024).

Dengan jumlah kasus tersebut, pihaknya pun menyiapkan beberapa langkah untuk menekan bertambahnya kasus PMK. Salah satunya dengan menyiapkan draft Ingub.

"Kita baru menyusun draft Ingub, jadi harapannya dibentuk satgas penanganan sampai di kabupaten. Walaupun mereka sudah bergerak langsung semua lini," paparnya.

Selain itu, Syam juga mengimbau kepada peternak untuk sadar akan pentingnya memberikan vaksin PMK tanpa menunggu ternak sakit. Menurutnya, selama ini peternak enggan memberikan vaksin lantaran khawatir terhadap kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

"Banyak peternak menolak divaksin, takut ada kipinya," ungkap Syam.

"Harapan kita kedepan ini, kesadaran vaksinasi ini. Sadar bahwa Vaksi suatu kebutuhan, Jangan menunggu sakit, vaksin kan antibody supaya tidak terkena," sambungnya.

Sementara ini, hewan ternak yang sudah tervaksin di Gunungkidul 375 ekor, Bantul 274 ekor, Sleman 328 ekor, serta di Kulon Progo 161 ekor.

Lebih lanjut menurut Syam, penyebab banyak kasus PMK di DIY ini lantaran tertular dari ternak yang berasal dari luar DIY. Untuk itu, Pemda DIY juga melakukan pengetatan lalu lintas ternak di DIY.

"Sebenarnya sudah kita vaksin sampai 2022, vaksin besar besaran untuk ternak, tapi peternak kan sapinya moving, ada yang dijual, beli lagi. nah ini kemudian tidak memperhatikan mungkin karena belinya di pasar, sedangkan itu dari wilayah yang terdampak PMK, akhirnya menular," paparnya.

"Kita pengetatan lalu lintas ternak, akan ada surat keterangan dari wilayah asal. Bahkan ada yang sudah menutup, tidak boleh keluar masuk. Di beberapa wilayah di Jawa tengah menerapkan itu. Tapi kalau DIY tidak sampai menutup. Lebih ke pengetatan keluar-masuk sapi, di pasar dicek sapi sehat enggak. Kalau ga sehat diminta pulang tidak diperdagangkan," pungkasnya.




(afn/ahr)

Hide Ads