PWNU DIY Angkat Bicara soal Pro-Kontra Mundurnya Gus Miftah

PWNU DIY Angkat Bicara soal Pro-Kontra Mundurnya Gus Miftah

Adji G Rinepta - detikJogja
Selasa, 10 Des 2024 18:45 WIB
Gus Miftah saat menyampaikan mundur dari Utusan Presiden, Sleman, Jumat (6/12/2024).
Gus Miftah saat menyampaikan mundur dari Utusan Presiden, Sleman, Jumat (6/12/2024). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja
Jogja -

Muncul polemik di masyarakat soal mundurnya Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah sebagai utusan presiden, bahkan hingga muncul aksi massa. Terkait hal itu, Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY turut angkat bicara.

Terkait dinamika ini, Sekretaris PWNU DIY, Muhajir, berpendapat jika pengunduran diri seorang pejabat publik adalah sebuah hak. Dalam kasus Miftah, menurutnya harusnya bisa menjadi contoh bagi pejabat publik untuk hati-hati dalam bertutur dan bersikap.

"Seorang pejabat publik menjadi pembicaraan publik, kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri, ya kita harus menghargai itu, itu hak mereka untuk mengundurkan diri. Jadi bagi kami, sah-sah saja," jelasnya saat dihubungi wartawan, Selasa (10/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut saya malah menjadi contoh juga buat pejabat-pejabat publik yang lain ya. Pertama agar berhati-hati juga dalam bertindak, berbicara, terlebih di ruang-ruang publik, karena pejabat publik itu harus bisa menjadi contoh, pejabat publik itu harus menjadi teladan," imbuh Muhajir.

Muhajir bilang, Presiden Prabowo Subianto juga memiliki hak untuk menerima atau tidak pengunduran diri Miftah. Namun menurutnya, tidak etis jika Prabowo tidak menerima pengunduran diri Miftah.

ADVERTISEMENT

"Menurut saya juga tidak elok jika presiden menahan untuk tidak menerima atas pengunduran dirinya ini, karena kan tadi itu hak yang juga harus dihormati gitu," ungkapnya.

Diketahui, muncul aksi massa yang mengatasnamakan Aliansi Santri Jalanan di Titik Nol Kilometer Kota Jogja, Senin (9/12). Mereka menolak Miftah mundur dari jabatannya sebagai Utusan Presiden. Kendati juga marak suara warganet yang menghujat perilaku Miftah karena mengolok-olok penjual es teh.

Terkait pro kontra itu, Muhajir menegaskan hal itu juga hak masyarakat untuk berpendapat. Namun, ia justru menyoroti aksi yang menolak pengunduran diri Miftah.

"Kita juga harus tahu, ini sebetulnya, apakah ini hanya gelombang murni saja gitu? ini genuin atau ini ada apa sebetulnya? Nah, itu yang sebetulnya juga menarik untuk dilihat itu, apakah ini gerakan murni itu?," papar Muhajir.

Massa yang menamakan diri Aliansi Santri Jalanan menggelar aksi demo tolak Gus Miftah mundur dari Utusan Presiden, di Titik Nol Kilometer, Kota Jogja, Senin (9/12/2024).Massa yang menamakan diri Aliansi Santri Jalanan menggelar aksi demo tolak Gus Miftah mundur dari Utusan Presiden, di Titik Nol Kilometer, Kota Jogja, Senin (9/12/2024). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja

Pasalnya menurut Muhajir, mundurnya Miftah tidak menjadi persoalan lantaran masih banyak tokoh yang memiliki kapasitas dan integritas dan bisa menggantikan posisinya.

"Poin saya bahwa, di Indonesia ini banyak orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas untuk menjadi pejabat publik, yang bisa menjadi teladan, memiliki integritas, memiliki empati sosial. Jangan alasan misalnya, oh nggak ada orang gitu, itu kan terlalu naif ya. Negara sebesar Indonesia kan nggak mungkin hanya satu orang," terangnya.

"Di kalangan Nahdlatul Ulama misalnya, kalau dibutuhkan, staf khusus presiden terkait urusan moderasi beragama dan kerukunan umat beragama. Baik, tingkatan regional, bahkan global internasional," pungkas Muhajir.

Sebelumnya, sejumlah massa memadati Titik Nol Jogja mulai pukul 10.30 WIB, Senin (9/12). Mereka melakukan unjuk rasa untuk menolak Gus Miftah mundur dari utusan presiden.

"Kami berada di belakang abah (Gus Miftah) untuk berada di kursi pemerintahan. Takbir, allahuakbar, allahuakbar," kata salah satu orator aksi, Senin (9/12/2024).




(afn/apl)

Hide Ads