Prank Maut Ketua OSIS SMAN 1 Cawas, Sosiolog UGM Soroti Tren Konten Medsos

Prank Maut Ketua OSIS SMAN 1 Cawas, Sosiolog UGM Soroti Tren Konten Medsos

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Rabu, 10 Jul 2024 20:46 WIB
Kolam di taman SMAN 1 Cawas, Klaten, Rabu (10/7/2024).
Kolam di taman SMAN 1 Cawas, Klaten, Rabu (10/7/2024). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Jogja -

Ketua OSIS SMAN 1 Cawas, Klaten, berinisial FN (18) tewas setelah di-prank teman-temannya dengan diceburkan ke kolam saat ulang tahun dan tersetrum. Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito menyinggung soal peran konten media sosial.

"Orang itu cenderung membuat sensasi, yaitu tren anak muda yang terfasilitasi oleh teknologi untuk konten diunggah di media sosial," ujar Arie saat dihubungi detikJogja, Rabu (10/7/2024).

Arie menambahkan, banyak masyarakat membuat konten prank di media sosial. Yang menjadi perhatian, beberapa konten tersebut malah membahayakan orang lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dulu kan cuma difoto, kalau sekarang kan jadi bahan obrolan. Jadi prank itu kan ada yang dimanfaatkan untuk keuntungan lewat media sosial, seperti YouTube dan media sosial yang lain," kata dosen di Fisipol UGM itu.

"Misal ada fenomena anak kecil mem-bully dan memukuli gara-gara lihat konten. Terus ada yang bikin konten di jalan malah tertabrak. Pernah terjadi seperti itu dan harus jadi pembelajaran," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Sebab, menurut Arie, konten-konten di media sosial tersebut memiliki dampak yang besar bagi masyarakat.

"Prank membahayakan itu ada kecenderungan reproduksi sensasional. Saya lihat ada gejala itu, membuat sensasi. Menurut saya, menciptakan sensasi dan ada kecenderungan menciptakan komodifikasi lewat media sosial. Karena itu media sosial sangat berpengaruh ada manfaat positif dan ada risiko yang harus diantisipasi," paparnya.

Oleh sebab itu, Arie menegaskan poin dari kasus prank berujung maut adalah edukasi dan mitigasi bagi semua pihak.

"Jadi pentingnya edukasi di situ. Mitigasi harus ada materi-materi perbincangan di sekolah, pembelajaran. Kultur prank harus diikuti upaya edukasi jangan sampai merugikan orang lain dan harus ada mitigasi supaya mencegah ancaman korban jiwa," tegasnya.

"Anak-anak juga tidak boleh sembrono, kadang-kadang aktivitas dianggap lucu dan konyol tapi berakhir tragis. Jangan sampai mereproduksi kelucuan tapi mengeksploitasi orang lain," pungkas Arie.




(apu/rih)

Hide Ads