Warga Geruduk Pemkab Kulon Progo Sambat Bau-Lindi Bocor dari TPA Banyuroto

Warga Geruduk Pemkab Kulon Progo Sambat Bau-Lindi Bocor dari TPA Banyuroto

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Senin, 24 Jun 2024 16:08 WIB
Warga terdampak TPA Banyuroto saat melakukan audiensi di Pemkab Kulon Progo, Senin (24/6/2024).
Warga terdampak TPA Banyuroto saat melakukan audiensi di Pemkab Kulon Progo, Senin (24/6/2024). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja
Kulon Progo -

Warga di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kulon Progo mendatangi Pemkab Kulon Progo hari ini. Mereka mengeluhkan bau busuk dan tercemarnya air sumur diduga akibat kebocoran lindi dari TPA tersebut.

Salah satu warga terdampak, Nurudin mengatakan banyak sumur di sekitar TPA Banyuroto telah tercemar cairan diduga air lindi yang berasal dari TPA. Bahkan pihaknya mengklaim sudah ada penelitian yang membuktikan jika sumur warga telah terkontaminasi zat berbau itu.

"Jadi kalau lindinya dampak ke kami pertama sumur. Dulu pernah kami cek positif (tercemar). Terus ada penelitian sebanyak empat kali itu positif tercemar," ucap Nurudin saat ditemui di sela-sela audiensi di Kompleks Pemkab Kulon Progo, Senin (24/6).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya mencemari sumur, lindi yang diduga berasal dari pengolahan sampah TPA juga menimbulkan bau yang menyengat. Hal ini, kata Nurudin, membuat aktivitas warga menjadi terganggu.

"Karena itu kami butuh solusi soal ini," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Hal senada disampaikan warga lainnya, Tukimin. Dia menyebut pencemaran diduga dari lindi menyebabkan air sumur menjadi keruh dan berbau seperti solar.

"Sekarang (sumur) nggak bisa dipakai. Karena kalau hujan terus banjir itu airnya jadi seperti solar dan bau," ujarnya.

Akibatnya, banyak warga beralih menggunakan air PAM. Sebagian kecil terpaksa masih menggunakan air sumur karena terkendala biaya pemasangan PAM.

"Sekarang masih ada yang pakai sumur karena belum bisa pasang PAM, dan sumur ini itu buat keperluan sehari-hari kaya nyuci dan sebagainya," ucapnya.

Perwakilan warga Banyuroto, Bambang Nur Cahyo, menyebut kondisi ini sudah berlangsung sejak awal pengoperasian TPA Banyuroto yakni pada 2010 silam. Oleh karena itu, dia berharap Pemkab Kulon Progo bisa segera menuntaskan persoalan ini.

"Prinsipnya sampah boleh ada di Banyuroto, tapi harus diolah agar ada keseimbangan dengan lingkungan hidup. Kita tidak nolak, Tapi pemerintah harus memperhatikan infrastuktur di lingkungan," ujarnya.

Akses Jalan Warga Juga Ikut Terdampak

Selain masalah pencemaran lingkungan, Bambang menyebut dampak operasional TPA menyebabkan ruas jalan di sekitar Banyuroto rusak parah. Kerusakan terjadi karena jalur itu kerap dilintasi armada pengangkut sampah.

Dalam kondisi tersebut, Pemkab Kulon Progo menurunkan status jalan yang semula kewenangan kabupaten, menjadi lingkungan atau pengelolaan kalurahan. Padahal, Pemerintah Kalurahan Banyuroto terkendala dana untuk bisa memperbaiki ruas jalan yang rusak itu.

"Banyak jalan rusak. Apalagi sekarang ada penurunan jalan dari kabupaten menjadi lingkungan. Ini juga yang kita soundingkan, sebab kalurahan belum mampu, jadi tetap perlu peran kabupaten," terangnya.

Respons Pemda

Ditemui usai audiensi, Kepala UPT Persampahan, Air Limbah dan Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kulon Progo, Budi Purwanta menyebut pihaknya sudah melakukan pengolahan air lindi sesuai dengan aturan yang berlaku. Di mana air lindi telah diolah sedemikian rupa sehingga dapat dibuang langsung ke anak sungai dalam hal ini adalah anak Sungai Serang.

"Jadi memang dulu pengolahan Lindi itu untuk standarnya dialirkan ke badan penerimaan air, dalam arti sungai atau anak sungai. Sebenarnya sekarang sudah seperti tadi, yaitu dialirkan sampai ke anak Sungai Serang," ujar Budi.

Namun, Budi tak menampik jika ada kemungkinan saluran pembuangan rusak sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Hanya saja, kasus seperti ini jarang terjadi, dan jika ada akan langsung ditangani oleh petugas.

"Cuma mungkin dalam perjalanannya instalasi itu kadang, tersumbat atau bocor, dan itu sebenarnya sudah ditangani secara rutin. Kalau ada masalah sudah ditangani. Cuma kadang belum bisa langsung sampai ke kami itu saat terjadi kebocoran itu," ucapnya.

"Misalnya pas hujan banyak akar masuk sehingga mengenai persawahan warga, kan gak mungkin pada saat hujan itu kami tangani, nunggu agak reda kami cari kebocorannya dulu itu butuh waktu. Tapi prinsipnya seperti yang disampaikan warga, ya ditangani cuma ya enggak bisa secepat yang diharapkan," imbuh Budi.

Soal dugaan sumur tercemar oleh lindi TPA, Budi menyebut perlu ada penelitian lebih lanjut.

"Ini ya mungkin bukan sumur untuk air minumnya ya, tapi sumur di sawahnya atau sumur untuk irigasi sawah. Kalau sampai sumur (tercemar) perlu diuji apakah dari aktivitas lindi atau zat dulunya sudah ada cemaran lain," ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan penurunan status jalan kabupaten menjadi lingkungan di sekitar TPA Banyuroto, Plt Kepala DPUPKP Kulon Progo, Gusdi Hartono menyebut jika kebijakan ini diambil karena anggaran daerah terbatas. Selain di Banyuroto, Pemkab juga menurunkan status di wilayah lain, sehingga kini total jalan kabupaten berkurang dari sebelumnya 1.300 km, menjadi 800 km.

"Setelah ditinjau dari berbagai teknis, akhirnya turun dari jalan Kabupaten 1.300 km, jadi 800 km," ucap Gusdi.

Gusdi mengatakan meski status jalan diturunkan, bukan berarti pemerintah lepas tangan terhadap kondisi jalan di Banyuroto. Menurutnya, dengan status jalan yang kini jadi pengelolaan kalurahan, banyak sumber dana yang bisa dialokasikan buat perbaikan jalan tersebut.

"Kalau jalan kabupaten sumber dananya APBD sama DAK, tetapi kalau desa bisa dari APBD provinsi, APBD kabupaten dengan pokok pikiran dewan, APBDes, BKK provinsi dan CSR. Justru lebih banyak sumber dana bisa masuk, hanya saja diperlukan keaktifan masyarakat membuat usulan ke pemerintah," ujarnya.




(ams/apu)

Hide Ads