Warga Jogja Waswas Marak Isu Beras Oplosan, Lebih Hati-hati Membeli

Warga Jogja Waswas Marak Isu Beras Oplosan, Lebih Hati-hati Membeli

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Kamis, 17 Jul 2025 16:21 WIB
Suasana lapak pedagang beras di Pasar Beringharjo, Jogja, Kamis (17/7/2025).
Suasana lapak pedagang beras di Pasar Beringharjo, Jogja, Kamis (17/7/2025). Belakangan ini, warga diresahkan dengan isu beras oplosan. Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja
Jogja -

Baru-baru ini mencuat isu beras oplosan marak beredar di berbagai wilayah. Hal ini memicu kekhawatiran dari publik Kota Jogja.

Seperti diutarakan Subaniat, warga yang tinggal dekat Pasar Beringharjo, Gondomanan, Kota Jogja. Dia berharap ada pengawasan yang lebih ketat lagi dari pemerintah.

"Iya sudah mendengar. Ada kekhawatiran, pasti. Apalagi ada juga katanya yang dicampuri pengeras. Sepertinya bagus tapi ngaruh ke kesehatan," kata Subaniat saat ditemui detikJogja, Kamis (17/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Antisipasinya ya beli di merek-merek yang ada Depkes (Departemen Kesehatan). Harapannya pemerintah mengawasi lebih ketat juga," lanjutnya.

Sri, warga Umbulharjo, Kota Jogja juga mengungkapkan hal serupa. Ada kekhawatiran terkait dengan isu beras oplosan ini.

ADVERTISEMENT

"Pastinya waswas juga. Apalagi saya juga beberapa kali beli beras yang (menyebut merek). Kalau nggak salah itu juga masuk daftarnya," ucap Sri.

Sebagai langkah antisipasi, Sri mengaku lebih berhati-hati dalam membeli beberapa merek beras.

"Lebih hati-hati aja. Mungkin sekarang saya belinya merek beras yang biasa aja lah. Kalau dari orang-orang bilang juga lebih aman," jelasnya.

"Harapannya semoga udah nggak ada lagi beras oplosan itu. Pemerintah lebih ketat lagi mengawasi. Biar masyarakat juga lebih tenang, apalagi beras ini kan kebutuhan pokok kita sehari-hari,"kataSri.

Sementara salah satu penjual di Pasar Beringharjo, Menthuk, menuturkan dirinya belum mendengar adanya beras oplosan. Meski begitu, dia mengungkap penjualannya lesu seminggu terakhir.

"Saya malah belum dengar soal itu (beras oplosan)," ujar Menthuk saat ditemui di lapaknya.

"Penjualan malah agak sepi sih, udah dari semingguan ini," imbuhnya.

Senada dengan Menthuk, Suratmi, penjual beras lainnya juga mengaku sepi pembeli beberapa waktu ini. Meski begitu, dia mengaku, tak ada penurunan penjualan yang signifikan.

"Sepi ya kayak biasanya aja. Ini masih biasa aja, tapi memang agak sepi," kata Suratmi.

Lebih lanjut, Suratmi mengaku, tokonya sudah tak menyediakan beberapa merek beras premium. Dia bilang, dari produsen memang sudah tak mengirimkan kembali stok beras.

"Ada beberapa beras (menyebut merek) itu udah nggak dikirim ke sini lagi. Udah lama itu sekitar sebulanan sepertinya," tuturnya.

"Ini yang masih laku dicari pembeli ya tergantung. Ada yang cari beras pero itu buat penjual nasi goreng. Ada juga yang beras biasa (menyebut merek) itu harganya 15 ribuan," katanya.

Dilansir detikNews, terkuak masyarakat merugi Rp 99 triliun dalam setahun akibat beras oplosan. Kerugian itu disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.

Ada ratusan merek yang terindikasi mengoplos beras dan sudah beroperasi lebih dari satu tahun. Amran mengungkapkan hal itu saat rapat kerja (raker) bersama Komisi IV DPR RI di gedung Nusantara, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).

"Kalau ini Rp 99 triliun itu adalah (kerugian) masyarakat. Sebenarnya ini (nilai kerugian) satu tahun, tetapi kalau ini terjadi 10 tahun atau 5 tahun, karena ini bukan hari ini terjadi, ini sudah berlangsung lama, Pak. Tetapi nanti angkanya sudah pasti, bukan Rp 100 triliun, pasti di atas kalau ini dilacak ke belakang," kata Amran.

Amran mengungkapkan modus pengoplosan beras dengan cara menukar beras premium dengan beras biasa, kemudian diganti bungkusnya. Dia menyebut harganya lalu dibuat naik tapi kualitasnya tidak.

"Ini beras biasa, dijual dengan premium, beras curah ini tinggal ganti bungkus dan ada foto-fotonya sama kami, Pak. Kami serahkan ke penegak hukum. Kemudian ini bungkus premium, ini tinggal mau beli yang mana. Jadi harganya yang naik, bukan kualitasnya yang naik," kata Amran.

"Ibaratnya emas 24 karat, sebenarnya ini 18 karat tetapi dijual 24 karat. Jadi ini kami temukan, bukan kami periksa Pak, kami tim independen ada 13 lab yang periksa seluruh Indonesia, termasuk Sucofindo," tambahnya.

Pemda DIY Adakan Pengawasan

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Yuna Pancawati mengatakan telah melakukan pemantauan beras di Pasar Prawirotaman dan Pasar Beringharjo hari ini, Kamis (17/7). Hasilnya, petugas menemukan beras premium memenuhi standar.

"Berdasarkan uji yang dilakukan oleh petugas Metrologi kota Yogyakarta diperoleh hasil berat takaran (timbangan) semua sampel yang diambil tertera di label @ 5 kg memenuhi standar dengan kisaran berat brutto 5,007 - 5,084 kg dan berat netto 4,977 - 5,048 kg, dimana berdasarkan peraturan ada toleransi berat sebesar 1,5 % sehingga minimum berat ukuran 5 kg yang diperkenankan (memenuhi standar) minimal 4,925 kg," kata Yuna saat dihubungi detikJogja, Kamis (17/7).

"Berdasarkan pemeriksaan visual mutu beras (ukuran butiran) oleh petugas pengawas mutu hasil pertanian juga memenuhi standar beras premium, dimana sesuai standar beras premium butir patah maksimal 15%," lanjutnya.




(apu/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads