Kritik Masalah Sampah, DPRD Minta Pemprov Bantu Beli Lahan TPA di Luar Jogja

Kritik Masalah Sampah, DPRD Minta Pemprov Bantu Beli Lahan TPA di Luar Jogja

Tim detikJogja - detikJogja
Senin, 20 Mei 2024 13:41 WIB
Penumpukan sampah di depo Pengok, Gondokusuman, Kota Jogja, Jumat (17/5/2024).
Penumpukan sampah di depo Pengok, Gondokusuman, Kota Jogja, Jumat (17/5/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Jogja -

Masalah sampah di Kota Jogja kian menjadi usai kebijakan desentralisasi sampah dari Pemda DIY diberlakukan, buntut dari pembatasan di TPA Piyungan. Ketua Komisi C DPRD Kota Jogja, Ririk Banowati meminta Pemda DIY membantu Pemkot Jogja untuk membeli lahan di luar Jogja buat TPA atau pengolahan sampah akhir.

Jauh sebelum desentralisasi sampah dilakukan, Ririk mengatakan, pihaknya sudah menyarankan Pemkot Jogja agar membeli lahan di luar wilayah Kota Jogja untuk dijadikan tempat pengolahan sampah.

Ririk menjelaskan, saran itu disampaikan ke Pemkot Jogja pada 2021-2022, saat TPA Piyungan ditutup 2-3 hari. Akibatnya Pemkot Jogja saat itu kelabakan menghadapi sampah yang membeludak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sedikit gambaran untuk menyelesaikan sampah yang 2-3 hari itu, membutuhkan waktu seminggu (untuk memberesi)," kata Ririk saat diwawancarai detikJogja, Minggu (19/5/2024).

"Nah kemudian kan ada COVID-19 ya, akhirnya anggaran itu terlupakan untuk beli tanah. Karena anggaran terserap untuk penanganan COVID-19. Tapi setiap pembahasan di Komisi kami menyarankan Pemkot harus punya tempat pengelolaan sampah sendiri (di luar Jogja)," sambung dia.

ADVERTISEMENT

Ririk berharap Pemda DIY turut andil dalam pembelian lahan di luar Kota Jogja buat TPA. Mengingat Kota Jogja juga merupakan Ibu Kota Provinsi DIY.

"Iya (beli lahan) di luar wilayah Kota Jogja, artinya memang harus dapat support juga dari Provinsi," ucap Ririk.

"Sleman, Bantul, Kota Jogja sama-sama disuruh desentralisasi, tapi yang menjadi sorotan Kota (Jogja) karena jadi Ibu Kota Provinsi. Harapan kami Provinsi berbeda perlakuan untuk Kota Jogja," imbuh dia.

Ririk berujar, hingga kini pihaknya masih menyarankan Pemkot untuk segera membeli lahan tersebut. Hal itu disampaikan dalam rapat dengan DLH Kota Jogja maupun dengan Bappeda, Sebab, tiga TPST di Kota Jogja dinilai tidak laik lantaran dekat dengan permukiman.

"Kranon, Nitikan, Karangmiri, itu tidak memenuhi syarat, karena kan di lingkungan rumah penduduk. Mungkin secara amdal nggak masuk itu. Harapan kami (TPST) itu hanya sementara lah. Ke depannya punya lahan sendiri yang lebih luas," ujar dia.

"Dulu awal-awal kita datang ke Karangmiri, itu dulu tempat pemilihan. Dan itu kan gedung SD dulunya, itu dulu kami malah menyarankan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH)," sambung Ririk.

Ririk menambahkan, Komisi C DPRD Kota Jogja berkomitmen mendukung Pemkot Jogja dalam mengatasi masalah sampah, terutama dari sisi anggaran. Menurut dia, tidak masalah jika Pemkot Jogja harus bekerja sama dengan pihak swasta dalam hal ini.

Meski demikian, dalam jangka panjang dia berharap Pemkot Jogja bisa mengatasi masalah sampah secara mandiri. Salah satunya dengan melibatkan teknologi tepat guna.

"Sebenarnya prinsipnya kalau sekarang bekerja sama dengan swasta ya nggak apa-apa dulu, karena memang yang di depan mata sudah dihadapi. Tapi kalau memang (nantinya) bisa mengelola sampah sendiri kenapa tidak?" kata Ririk.

"Maksudnya mengelola sendiri kita beralih ke teknologi lah. Mungkin awalannya anggarannya besar, tapi kan makin ke sini jadi ndak besar lagi," pungkas dia.

Diketahui, masalah sampah di Kota Jogja menjadi pelik karena minimnya lahan. Untuk menghadapi kebijakan desentralisasi sampah, Pemkot Jogja harus memutar otak agar tumpukan sampah tidak menggunung di depo dan di jalanan.

Kehadiran TPST Nitikan dan baru dibukanya TPST Kranon belum mampu mengatasi hal tersebut. TPST Karangmiri pun baru bisa beroperasi pada Juni nanti dan hanya mampu menampung sekitar 30 ton sampah per hari.




(dil/rih)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads