Pengakuan Pemilik Lahan Eks Tambang Paliyan yang Jadi Pembuangan Sampah Ilegal

Pengakuan Pemilik Lahan Eks Tambang Paliyan yang Jadi Pembuangan Sampah Ilegal

Muhammad Iqbal Al Fardi - detikJogja
Rabu, 08 Mei 2024 23:20 WIB
Kondisi tempat pembuangan sampah ilegal di bekas tambang batu kapur di Kalurahan Giring, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Selasa (7/5/2024).
Kondisi tempat pembuangan sampah ilegal di bekas tambang batu kapur di Kalurahan Giring, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Selasa (7/5/2024). Foto: Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja.
Gunungkidul -

Pembuangan sampah ilegal di bekas tambang batu kapur di Kalurahan Giring dan Mulusan, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, kini sudah dihentikan. Berikut pengakuan kedua pemilik lahan.

Pemilik lahan di Giring, Kusmiyanto menerangkan dirinya tidak tahu jika terdapat perda yang mengatur tentang sampah di Gunungkidul. Saat enam hari sampah sudah ditampung di tempatnya, Pemkab Gunungkidul lantas menyetop pembuangan sampah tersebut.

"Saya tidak tahu kalau ada perda (yang mengatur tentang sampah di Gunungkidul). Setelah berjalan sekitar 5-6 hari dianu (dihentikan) sama Satpol PP terus diberitahu kalau ini melanggar perda," kata Kusmiyanto kepada wartawan melalui telepon, Rabu (8/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kusmiyanto menyebutkan sampah tersebut berasal dari Bantul, Jogja, dan Sleman. Dalam sepekan ada sekitar 155 rit sampah yang ditampung di lahan seluas kurang lebih 3 hektare itu.

"Hari pertama 1 rit, kedua 3 rit, hari ketiga 11 rit, keempat 12 rit, kelima 18 rit. Hari Jumatnya libur dan hari Sabtu 60-an rit dan hari ketujuh itu sekitar 50 rit," paparnya.

ADVERTISEMENT

Untuk biaya penampungan sampah per ritnya, Kusmiyanto tidak menyebutkan secara gamblang.

Timbunan sampah tersebut, kata Kusmiyanto, rencananya akan digunakan untuk mereklamasi tambangnya. Tambang tersebut beroperasi sejak sekitar tahun 2007 dan berhenti pada sekitar 2020.

"Ya reklamasi. Kan itu tambang sudah berdiri 2007 atau 2008. Saya berhenti itu tahun 2020-an lalu," katanya.

Digunakannya lahan eks tambang, Kusmiyanto menjelaskan, lantaran mahalnya biaya pembuangan sampah di Jogja. Kusmiyanto menyebutkan biaya pembuangan sampah di tempatnya lebih murah daripada di Jogja.

"Yang jelas lebih ringan daripada di Jogja. Di tempat saya lebih murah. Setiap tanah seseorang kan tidak mungkin kalau tidak ada uangnya kalau mau dikasih sampah," ungkapnya.

Terpisah, Lurah Mulusan, Supodo menerangkan sampah yang dibuang di tempatnya itu karena lahan tambang yang dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal di Giring ditutup. Lahan bekas tambang yang dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal di Mulusan adalah milik Supodo.

"Itu ceritanya Giring tutup, di tempat saya bekas tambang kan cekungan. Akhirnya 2 rit dibuang di tempat saya," kata Supodo kepada wartawan melalui telepon, Rabu (8/5).

"Ternyata itu kan nggak boleh dan kemarin dari DLH dan Pak Panewu disuruh memberhentikan. Ya, sudah cuma 2 rit itu aja kok," lanjutnya.

Supodo mengaku tidak tahu jika ada perda yang melarang pembuangan sampah dari luar Gunungkidul. Pembuangan sampah ilegall di tempatnya berlangsung pada Senin (6/5).

"Ternyata itu kan melanggar perda, tapi nggak tahu," jelasnya.

Adapun luas lahan bekas tambang kapur milik Supodo berdiameter sekitar 3 hektare. Aktivitas tambang tersebut berlangsung sejak tahun 2007-2016.

Supodo menerangkan sampah tersebut hendak digunakan untuk mereklamasi bekas tambangnya. Sampah yang terkumpul tersebut, Supodo mengatakan sudah dibakar.

"Kalau memang tidak melanggar undang-undang dan perda rencananya saya itu mau dibuat uruk itu buat lahan pertanian. Sudah dibakar, wong sampah bekas plastik, kardus dan segala itu," pungkasnya.




(apl/rih)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads