Melihat Jejak Tambang Mangan di Kulon Progo, Pernah Jaya di Era Kolonial

Melihat Jejak Tambang Mangan di Kulon Progo, Pernah Jaya di Era Kolonial

Jalu Rahman Dewantara - detikJateng
Kamis, 29 Sep 2022 15:26 WIB
Eks Tambang Mangan Kliripan Kulon Progo, Kamis (29/9/2022)
Tambang Mangan Kliripan Kulon Progo (Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng)
Kulon Progo -

Di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat pertambangan mangan yang pernah berjaya pada masa kolonialisme Belanda. Area tambang ini telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dan bakal dikembangkan menjadi destinasi wisata minat khusus. Seperti apa suasananya?

Untuk diketahui, pertambangan mangan di Kliripan, Kalurahan Hargorejo, Kapanewon Kokap, Kulon Progo ini berhenti beroperasi sejak tahun 1980-an. Mangan merupakan bahan baku pembuatan baja dan besi.

"Ya dulunya Kliripan ini memang jadi kawasan tambang mangan yang sempat berjaya, hingga menyimpan nilai historis yang begitu besar," ujar tokoh masyarakat Kliripan, Sri Widodo, saat membuka obrolan dengan detikJateng, Kamis (29/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aktivitas pertambangan mangan di Kliripan sudah terlihat lebih dari seabad yang lalu. Merujuk surat kabar De locomotief: Samarangsch handels en advertentie Blad, bertanggal 25 Juni 1896, terdapat berita mengenai eksploitasi Kliripan sebagai lokasi tambang.

Pada koran tersebut disebutkan tambang mangan Kliripan diresmikan pada Juni 1894 oleh pengusaha bernama HW van Dhfsen. Dalam artikel itu, Kliripan digambarkan sebagai kota tambang yang sibuk.

ADVERTISEMENT

Banyak warga terutama dari luar daerah berbondong-bondong ke Kliripan untuk mencari bahan baku mangan. Komponen tambang mangan di wilayah Kliripan sendiri mencakup area seluas kurang lebih 6.916 (luas delineasi), dengan hasil tambang mencapai puluhan ton per bulan.

Pada saat itu proses penggalian dilakukan secara manual. Para menambang membuat lubang-lubang bawah tanah, hingga membentuk terowongan yang bisa muat dua hingga tiga orang. Terowongan ini punya namanya masing-masing, antara lain Terowongan Sunoto, Terowongan Holiday, dan Terowongan Lori.

Selain penggalian, di tempat itu pula, dilakukan proses pengolahan. Setelah diolah bongkahan mangan diangkut menuju Stasiun Bakungan yang saat ini dikenal dengan bekas Halte Pakualaman. Lokasinya di antara Stasiun Wates dan Stasiun Kedundang, Kulon Progo.

"Saat itu bisa dibayangkan yang namanya menambang, menerowong dengan secara manual kemudian dikasih pengaman masuk-masuk di terowongan menggunakan kayu jati. Kemudian sudah ada transportasinya lori yang menghubungkan dari lokasi pabrik kemudian disalurkan ke beberapa kota seperti Cilacap sampai ekspor juga. Nah ini lewat moda darat kereta api," jelas Sri.

Berjalannya waktu, tepatnya 11 Juli 1928, Kliripan mendapat pasokan listrik menyeluruh untuk pertama kalinya. Hal ini memungkinkan proses produksi sampai pengiriman dikerjakan dengan alat yang lebih modern.

Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Presiden Sukarno menetapkan Kliripan sebagai kawasan strategis pertambangan nasional dan merupakan kelanjutan pertambangan dari masa Kolonial Belanda untuk meningkatkan devisa negara.

Aktivitas Tambang Meredup, Berbenah Menjadi Destinasi Wisata

Tahun berganti, kejayaan tambang mangan Kliripan mulai meredup. Sri menjelaskan aktivitas pertambangan mangan Kliripan mulai menurun pasca-kemerdekaan Indonesia 1945.

Masifnya penambangan dengan metode hidrologi kala itu membuat mangan di sana perlahan kian sukar dicari. Puncaknya pada 1981.

"Tahun 1981 itu volume mangan sudah tidak bisa ditambang lagi. Karena kejar-kejaran dengan air. Karena di dalam terowongan itu kan ada airnya, nah saya tahu persis di era-era itu karena kebetulan simbah saya itu mandor di sana dan saya sering main ke sana," ungkapnya.

Selengkapnya di halaman berikut...

Berbagai cara sempat dilakukan para penambang untuk bisa memperoleh mangan, namun tak membuahkan hasil. Pada 1983, Sri menyebut bahwa tambang ini akhirnya tutup.

"Pada akhirnya aktivitas pertambangan di sana off pada 1983. Hingga kini sudah tidak dimanfaatkan lagi," ujarnya.

Matinya aktivitas pertambangan di Kliripan justru membuka geliat perekonomian bagi masyarakat setempat, utamanya pada sektor wisata. Hal ini menyusul ditetapkannya eks tambang mangan Kliripan sebagai salah satu warisan geologi atau geoheritage di DIY oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2021 lalu.

Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 13.K/HK.1/MEM.G/2021 tentang Penetapan Warisan Geologi (Geoheritage) DIY.

"Sebelum ditetapkan kami memang sudah berupaya menggali potensi wisata di Kliripan. Apalagi setelah akhirnya jadi wisata geoheritage, warga di sini ramai-ramai bikin kegiatan wisata agar menggeliat," terang Sri.

Sri mengatakan upaya pengembangan Kliripan sebagai wisata sejarah dilakukan secara bertahap. Warga bergotong royong membangun fasilitas penunjang wisata serta mengumpulkan sisa-sisa benda bersejarah terkait tambang Kliripan untuk dijadikan museum.

Barang dan dokumen sejarah ini bisa dilihat di Rumah Arsip Kliripan yang terletak tak jauh dari lokasi eks tambang tersebut.

Eks Tambang Mangan Kliripan Kulon Progo, Kamis (29/9/2022)Eks Tambang Mangan Kliripan Kulon Progo, Kamis (29/9/2022) Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng

Pengembangan eks tambang Kliripan sebagai destinasi wisata juga mendapat perhatian dari Dinas Pariwisata Kulon Progo. Nantinya Kliripan bakal dijadikan sebagai wisata minat khusus sekaligus wisata edukasi bagi akademisi yang ingin belajar soal teknologi pertambangan di sana.

"Iya, berhubung Kliripan sudah ditetapkan jadi warisan geoheritage, kami memang berencana mengembangkan ini sebagai wisata minat khusus," ujar Kepala Dinas Pariwisata Kulon Progo, Joko Mursito.

Halaman 2 dari 2
(ams/rih)


Hide Ads