Persoalan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jogja yang dinilai rendah kembali mencuat. Lantas, berapa sebenarnya biaya hidup yang harus dikeluarkan para pekerja di Kota Gudeg dalam sehari?
detikJateng telah mewawancarai sejumlah pekerja di Jogja untuk mengetahui biaya hidup mereka dalam sehari. Para pekerja yang memiliki gaji di atas UMK, mengaku bisa mengeluarkan anggaran sekitar Rp 50-100 ribu. Sementara untuk para pekerja dengan gaji UMK harus ekstra berhemat agar cukup.
"Kalau saya biasanya bisa habis Rp 100 ribuan. Karena buat makan di Warmindo biasanya sekali makan Rp 20 ribu, padahal kan makannya dua kali sehari, jadi total makan aja bisa Rp 50 ribu. Terus karena saya nglaju sekitar 40 km, jadi paling enggak harus beli bensin per hari bisa habis Rp 30 ribu," ujar Dian, sales marketing salah satu hotel di Jogja kepada detikJateng, Selasa (1/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski mengeluarkan biaya cukup besar, Dian masih bisa menyisihkan uang gajiannya untuk ditabung. Sebab, Dian memiliki gaji di atas UMK Jogja.
"Saya udah kerja sekitar 5 tahunan. Untuk gaji di atas UMK," ujarnya tanpa merinci nominal gaji tersebut.
Sementara itu Havidz, seorang marketing perusahaan semen di Jogja cukup bisa mengerem pengeluarannya, meski tetap tergolong tinggi. Dalam sehari Havidz dapat menghabiskan uang sebesar Rp 50 ribu untuk keperluan makan dan bensin.
"Kalau saya kisaran Rp 50 ribu. Itu buat bensin Rp 15-20 ribu karena saya nglaju Klaten-Sewon yang jaraknya sekitar 30 km. Terus buat makan ya bisa Rp 30 ribuan sih," ujarnya.
Beruntung bagi Havidz, tingginya biaya hidup dalam sehari cukup sebanding dengan gaji yang diterimanya. Dalam sebulan, Havidz memperoleh gaji pokok sebesar Rp 2,8 juta, belum termasuk tunjangan dan lain sebagainya.
"Kurang lebih udah kerja 2,5 tahun, dengan kisaran gaji pokok Rp 2,8 juta," ungkapnya.
Lantas bagaimana bagi pekerja dengan gaji UMK? Simak di halaman selanjutnya...
Sementara bagi pekerja dengan gaji UMK, harus benar-benar mengatur pengeluarannya agar cukup. Lailatul Hidayati misalnya, terapis salah satu RS di Jogja ini hanya menganggarkan Rp 50 ribu untuk kebutuhan makan selama sepekan.
"Rp 50 ribu sepekan. Saya masak sendiri. Itu Rp 50 ribu untuk belanja sayuran mentah saja," ujarnya.
Dengan gaji UMK, Lailatul harus benar-benar berhitung karena harus menanggung kebutuhan lain seperti kos dan kebutuhan bulanan lainnya.
"Gaji saya pas UMK. Itu masih harus dibagi untuk biaya kos dan bensin. Tapi saya bisa menabung sekitar Rp 50-100 ribu per bulan," kata dia.
Dengan gaji yang hanya cukup untuk menghidupi diri sendiri, Lailatul berharap ada kenaikan UMK di Jogja.
"Setuju banget usulan buruh kenaikan UMK Rp 4 juta," ucapnya.
Sementara itu, David (35), salah seorang pekerja swasta di Kota Jogja dengan gaji UMK Jogja 2022 sekitar Rp 2 juta. Untuk hidup sehari-hari, ia harus merogoh kocek sekitar Rp 30 ribu buat makan per hari.
"Makan per hari Rp 30 ribu itu sudah ditekan, sebisa mungkin cukup," kata David saat mengobrol dengan detikJateng.
David tergolong kaum urban, dia tinggal di wilayah pinggir Jogja dan bekerja di kota. Ia sepekan sekali pulang ke rumah. Selama kerja, David tinggal di kos bareng teman-temannya.
Kemudian, pengeluaran lainnya, dia harus menganggarkan beli BBM sepeda motornya sekitar Rp 15 ribu per hari. Selanjutnya, pengeluaran bulanan seperti pulsa sekitar Rp 100 ribu dan token listrik sekitar Rp 120 ribu.
Dengan kondisi upah yang diterima dan pengeluaran, David memastikan jauh dari kata layak. Apalagi dia juga harus menafkahi istri dan seorang anaknya.
"Belum lagi biaya tak terduga, kesehatan, untuk pendidikan anak juga. Menurut saya tuntutan Rp 4 juta untuk UMK Jogja seperti di berita itu sudah memenuhi standar kebutuhan hidup layak. Karena kondisi saat ini, jangankan nabung, gaji sesuai UMK saat ini tidak mampu untuk nutup kebutuhan sehari-hari," imbuhnya.
Dengan pengeluaran rutin dan tak terduga tiap bulan, David jarang bisa menyisihkan uang untuk ditabung. "Ya gaji cuma lewat, habis buat sebulan," imbuhnya.
Pandangan Pakar
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Hempri Suyatna menilai dengan kondisi saat ini upah buruh memang harus naik.
"Kalau nggak salah perhitungan hidup layak Rp 4,2 juta di DIY, itu yang saya kira (UMP DIY 2022) Rp 1,8 juta jelas tidak cukup, sehingga menurut saya harus ada kenaikan," kata Hempri saat dihubungi wartawan, Senin (31/10).
Menurut Hempri, kenaikan upah itu juga harus dihitung secara rasional. Artinya dari segi buruh harus sejahtera tanpa harus mengorbankan keberlangsungan perusahaan.
"Artinya harus melihat dari sisi buruh tetap harus sejahtera di satu sisi kita juga harus melihat bagaimana inflasi, iklim investasi di daerah saya kira itu juga perlu jadi pertimbangan-pertimbangan sehingga harapannya ada titik temu kompromi antara perusahaan dengan buruh," jelas Dosen di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM ini.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menuntut kenaikan UMK DIY menjadi Rp 3,7 juta hingga Rp 4 juta. Serikat buruh berpendapat kemiskinan di Jogja meningkat sehingga kenaikan upah dinilai sangat penting.
"(Meminta) Gubernur DIY menetapkan UMK 2023 sebesar Jogja Rp 4.229.663; Sleman Rp 4.119.413; Bantul Rp 3.949.819; Gunungkidul Rp 3.407.473; Kulon Progo Rp 3.702.370," kata Sekjen DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY yang juga tergabung dalam MPBI, Irsyad Ade Irawan, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/10).
Mengutip situs Pemprov DIY, penetapan Upah Minimum Provinsi DIY 2022 disampaikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada 19 November 2021 lalu. UMP DIY 2022 ditetapkan sebesar Rp 1.840.915,53.
Berikut daftar UMK Kabupaten/Kota di DIY tahun 2022:
UMK Jogja Rp 2.153.970
UMK Sleman Rp 2.001.000
UMK Bantul Rp 1.916.848
UMK Kulon Progo Rp 1.904.275
UMK Gunungkidul Rp 1.900.000