Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Hempri Suyatna angkat bicara terkait tuntutan buruh yang meminta UMK DIY naik menjadi Rp 3,7 juta hingga Rp 4,2 juta. Menurutnya, dalam kondisi saat ini perusahaan akan keberatan memenuhi tuntutan tersebut.
"Kalau naik Rp 4,2 juta memang agak ya mungkin perusahaan juga akan keberatan ya," kata Hempri saat dihubungi wartawan, Senin (31/10/2022).
Hemri mengatakan tuntutan kenaikan UMK Jogja dan sekitarnya yang mencapai Rp 4 juta itu jangan sampai menimbulkan permasalahan. Misalnya, perusahaan menjadi kolaps dan muncul PHK massal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kan harus memperhatikan perusahaan ya jangan sampai nanti perusahaan-perusahaan kolaps terus nanti malah muncul banyak pengangguran kan ini satu sisi harus kompromi-kompromi," bebernya.
"Dampaknya seperti itu (PHK) juga, itu perlu diperhatikan. Artinya tumbuh bersama lah. Bareng-bareng antara buruh dan pengusaha," sambungnya.
Oleh karena itu, Hempri menilai kenaikan UMK sebesar Rp 4 juta akan sangat sulit direalisasikan dalam waktu dekat.
"Kalau itu kita harus melihat berbagai dimensi karena juga ditentukan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan tingkat inflasi juga," ujar dia.
Namun, Hempri menilai dalam jangka dekat, kenaikan UMK yang paling rasional yakni 30 persen. Hal itu disebut paling menguntungkan bagi pengusaha maupun buruh.
"Saya kira angka-angka (kenaikan) 30 persen menurut saya wajar, naik 30 persen dari sekarang. Kalau naik 30 persen sekitar Rp 2,6-2,7 juta. Karena kita juga harus memperhatikan kondisi perusahaan yang baru pulih dari pandemi," ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut kenaikan UMK tergantung pemerintah pusat.
"Bagaimana nanti kepastian dari pemerintah pusat, karena kan yang menentukan pola perhitungannya kan dari pemerintah pusat," ujarnya kepada wartawan, Kamis (27/10).
Tuntutan soal UMK DIY itu disampaikan Sekjen DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY yang juga tergabung dalam MPBI, Irysad Ade Irawan. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019-2021, Irsyad menyebut angka kemiskinan di DIY yang semakin meningkat.
"Kota Jogja tahun 2019 angka kemiskinannya 6,84 persen, 2020 meningkat ke angka 7,27 persen, dan pada tahun 2021 sebesar 7,64 persen," katanya melalui keterangan tertulis.
Oleh karena itu pihaknya menuntut adanya kenaikan upah minimum buruh di DIY. Apalagi harga-harga bahan pokok semakin meningkat padahal para pekerja di DIY dibayar murah.
"Sebagai contoh sepanjang 2019-2021, UMK Gunungkidul merupakan yang terendah di DIY, dan pada saat itu pula tingkat kemiskinan Gunungkidul merupakan yang tertinggi di antara kabupaten/kota lainnya," katanya.
(ams/aku)