BBM Naik, Nelayan Gunungkidul Sambat Tangkapan Tak Sebanding Ongkos

BBM Naik, Nelayan Gunungkidul Sambat Tangkapan Tak Sebanding Ongkos

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Jumat, 16 Sep 2022 18:16 WIB
Nelayan di Pantai Ngrenehan, Pedukuhan Kanigoro, Kalurahan Kanigoro, Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Selasa (2/8/2022).
Nelayan di Pantai Ngrenehan, Pedukuhan Kanigoro, Kalurahan Kanigoro, Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, Selasa (2/8/2022). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng
Gunungkidul -

Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Gunungkidul mengaku sangat terdampak dengan naiknya harga BBM. Pasalnya setiap melaut nelayan belum tentu mendapatkan hasil tangkapan yang nilainya bisa menutup biaya operasional.

"Sebenarnya dengan naiknya harga BBM sangat berpengaruh sekali ya. Karena hasil tangkapan tidak ada peningkatan," kata Ketua HNSI Gunungkidul Rujimanto saat dihubungi detikJateng, Jumat (16/9/2022).

Dijelaskannya, untuk sekali melaut, nelayan pada umumnya mengeluarkan biaya operasional Rp 150 ribu hingga Rp 450 ribu. Sedangkan harga BBM (bensin campur) saat ini mencapai Rp 12 ribu hingga Rp 14 ribu per liternya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tergantung daerah operasi, kalau sekitar laut selatan Gunungkidul Rp 150 sampai Rp 250 ribu. Kalau sampai Parangtritis bisa Rp 450 ribu," ujarnya.

Menurutnya, nelayan di Pantai Baron biasanya menggunakan Pertalite. Sedangkan yang menggunakan BBM jenis solar biasanya perahu nelayan di pelabuhan Sadeng.

ADVERTISEMENT

"Untuk harga bensin campur sekarang Rp 12 ribu sampai Rp 14 ribu. Dulu bensin campur Rp 10 ribu. Sekali melaut perlu 15-20 liter BBM," lanjut Rujimanto.

Kendati harga BBM naik, Rujimanto menyebut nelayan tetap melaut. Hal itu karena nelayan memerlukan pemasukan dan hal itu berasal dari ada tidaknya hasil tangkapan dalam satu hari.

"Dan sama sekali tidak dapat dan itu sudah biasa. Tetap ada yang mencoba, karena mata pencaharian dari sana," katanya.

Rujimanto menambahkan, nelayan tidak bisa melaut, sisa hasil tangkapan sebelumnya disimpan dan dijual hari berikutnya. Namun ikan yang lebih lama tersimpan bakal memiliki nilai jual yang rendah.

"Kalau yang lainnya dengan produk-produk dari pabrik, BBM naik, transportasi naik kan tentunya barang naik. Kalau ikan laut tidak mau dibeli (harga) segitu ya sudah," ucapnya.

"Di sisi lain nelayan mau tidak mau harus dijual ikannya karena kalau terlalu lama kan jadi basi dan harga jualnya rendah. Jadi tidak bisa menentukan harga seperti rokok segini tetap dibeli. Kalau ikan semakin lama disimpan semakin tidak laku," imbuh Rujimanto.




(rih/sip)


Hide Ads