Curah hujan di Kota Semarang cukup tinggi beberapa hari terakhir. Akibatnya, banyak nelayan resah karena tak bisa melaut.
Pantauan detikJateng di pesisir Semarang, Kampung Nelayan Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara, tampak beberapa nelayan tengah menjahit jaring. Mereka sudah tak melaut selama tiga hari. Salah satunya warga Tambak Lorok, Sunarjo (61).
"Ini lagi masa paling sulit kayak gini, sulitnya bahan bakar mahal, tangkapan menurun, sudah dua bulan," kata Sunarjo kepada detikJateng di Tambak Lorok, Semarang, Jumat (31/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gelombang laut yang besar membuat dirinya tak bisa melaut tiga hari. Hal itu pun membuatnya merugi ratusan ribu.
"Sudah tiga harian ini libur. Kalau sekali melaut pendapatannya nggak pasti, kadang Rp 300 ribu, terus buat beli solar Rp 150 ribu, kalau gini rugi Rp 500 ribuan," tuturnya.
Hal senada dikatakan nelayan lainnya, Pariyani (60). Ia mengatakan ada sekitar 600 nelayan di Tambak Lorok dan hampir seluruhnya libur total dua-tiga hari terakhir.
"Kami libur, gelombangnya besar. Sudah satu bulan ini lima hari melaut, satu hari libur. Tapi kalau ini sudah dua atau tiga harian," ungkapnya.
"Kalau hasil tangkapannya banyak, ya berani. Tapi berhubung tangkapan sedikit, nggak sesuai sama bahan bakarnya ya libur sekalian," sambung Pariyani.
Nelayan yang sudah melaut 34 tahun itu pun mengaku kesulitan membiayai kebutuhan rumah tangganya. Terpaksa ia harus mencari utang demi bisa makan sehari-hari.
![]() |
"Terpaksa cari bon-bonan dulu, kalau cuaca bagus baru nanti dibayar. Kalau normalnya sekali melaut satu perahu bisa Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta, terus dipotong bahan bakar Rp 400-300. Sekarang ya rugi Rp 500-an lah 2 hari," paparnya.
Sementara itu, Ketua Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI), Suntiah mengungkapkan tak sedikit nelayan yang memutuskan tak melaut. Mereka hanya menjual sisa hasil tangkapan yang diawetkan demi mendapat uang untuk memenuhi kebutuhannya.
"Tapi yang tidak punya pekerjaan sampingan, kerjanya hanya mengupas kerang, udang, mereka di rumah saja atau mereka utang ke tetangga, utang ke kas PKK," kata Suntiah.
Bahkan, kata Suntiah, dirinya sudah terpaksa menunda menerima pesanan kerang hijau dari konsumen lantaran tak bisa melaut. "Saya pending pesanan kerang hijaunya karena tidak bisa melaut," tuturnya.
Kini, nelayan hanya bisa menunggu cuaca membaik dengan mencari kesibukan lain seperti memperbaiki alat melaut yang rusak. Mereka pun bertahan hidup lewat utang untuk kebutuhan sehari-hari.
(apu/ams)