Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kalimantan Utara (Kaltara), Rustan, menyuarakan keprihatinan atas dugaan pencemaran lingkungan di Tarakan yang menyebabkan tangkapan nelayan menurun. Pihak KNTI mendesak pemerintah turun tangan.
Ia menyoroti dampak serius aktivitas perusahaan tersebut terhadap kehidupan nelayan lokal, terutama akibat pembuangan limbah yang diduga tidak diolah dengan baik ke laut dangkal Tarakan, serta reklamasi yang menyusutkan wilayah tangkap tradisional.
Rustan mempertanyakan keabsahan dampak lingkungan meskipun PT. Phoenix Resources International (PRI) telah mengantongi izin resmi, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah pusat tidak peduli kita di daerah. Laut Tarakan dangkal dan sensitif, tidak sama dengan laut dalam," kata Rustan, Kamis (27/3/2025).
Ia menduga limbah berasal dari air rebusan kayu dalam produksi bubur kertas yang mengandung bahan kimia, dan dibuang tanpa pengolahan memadai.
"Kalau dibiarkan, 2-3 tahun lagi nelayan bisa kehilangan mata pencaharian karena ikan menjauh," tegasnya.
Rustan juga mengecam reklamasi di Tarakan Utara dan Barat untuk fasilitas PT. PRI, yang menurutnya menghilangkan akses nelayan ke wilayah tangkap tradisional.
"Dulu kami tangkap ikan di pantai itu, sekarang ditimbun. Kapal besar perusahaan juga mempersempit ruang kami," keluhnya.
Ia menegaskan nelayan tak akan tinggal diam jika hak mereka terampas. Rustan berharap pemerintah tidak hanya fokus pada industri, tetapi juga nasib nelayan.
"Kaltara mau jadi daerah industri, tapi jangan lupakan kami. Laut ini akan rusak," ujarnya. Seraya meminta evaluasi ulang izin PT. PRI.
Terpisah, Humas PT. PRI, Eko Wahyudi, menanggapi dengan menyatakan bahwa perusahaan baru beroperasi sejak Januari 2025, dengan uji coba produksi pada Juni 2024.
Ia membantah tuduhan bahwa aktivitas mereka menjadi penyebab utama penurunan hasil tangkapan."Jumlah nelayan bertambah dibanding 15-20 tahun lalu, persaingan meningkat. Kami baru mulai, jadi kurang tepat kalau dibilang kami penyebabnya," jelasnya.
Eko menegaskan komitmen perusahaan menjaga stabilitas lingkungan dan hidup berdampingan dengan masyarakat.
"Nelayan lebih dulu ada di sini, kami akui. Tapi jangan sampai isu ini halangi investasi di Tarakan," ujarnya.
Terkait kapal tongkang yang mengganggu, Eko mengatakan telah berkoordinasi dengan Distrik Navigasi (Disnav) untuk memindahkan kapal ke koordinat yang tidak mengganggu nelayan selama periode tangkap dua kali sebulan.
(mud/mud)