Ombudsman RI mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk membayarkan insentif tenaga kesehatan daerah (Inakesda) tahun 2021-2022 yang belum diterima oleh ribuan nakes saat pandemi COVID-19. Nilainya ditaksir mencapai Rp 9 miliar.
Rekomendasi itu disampaikan Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih. Dia menyebut Ombudsman menemukan adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh sejumlah pejabat Pemkot Semarang.
"Ombudsman RI menemukan adanya maladministrasi berupa kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum terkait belum dilakukannya pembayaran Inakesda terhadap sedikitnya 2.047 tenaga kesehatan," kata Najih dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun pihak-pihak yang disebut dalam rekomendasi tersebut antara lain Direktur RSUD KRMT Wongsonegoro, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang.
Najih menjelaskan, laporan tersebut awalnya diterima Ombudsman Jateng. Namun karena tak kunjung ada hasil, kasus ini dilanjutkan ke Ombudsman RI pusat hingga diterbitkannya rekomendasi.
"Ombudsman RI berharap Pemkot Semarang bisa menyelesaikan masalah ini dengan membayarkan hak insentif para nakes sesuai peraturan perundang-undangan," lanjutnya.
Ia mengatakan, dalam proses pemeriksaan, Pemkot Semarang sempat menyatakan tidak menganggarkan Inakesda dalam APBD dengan alasan tidak adanya kewajiban, serta karena keterbatasan anggaran akibat prioritas pemulihan ekonomi dan bansos.
"Pihaknya sudah menyediakan insentif jenis lain serta karena terdapat fokus lain berupa pemulihan ekonomi dan bantuan sosial. Namun alasan tersebut tidak dapat diterima Ombudsman RI," jelasnya.
Menurut Ombudsman, Pemkot wajib mengalokasikan anggaran pembayaran Inakesda dalam APBD 2021-2022, mengacu pada ketentuan dari Kementerian Kesehatan. Anggaran tersebut bisa diambil dari refocussing Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 8 persen atau Dana Bagi Hasil (DBH).
"Inakesda merupakan bagian dari konteks penanganan pandemi saat itu beserta dampaknya, yaitu sebagai dukungan kepada nakes yang menjadi garda terdepan," jelasnya.
Ombudsman RI lantas memberikan empat rekomendasi:
- Memerintahkan Direktur RSD KRMT Wongsonegoro selaku terlapor I dan/atau Kepala Dinkes Kota Semarang selaku terlapor II untuk verifikasi ulang data nakes penerima Inakesda tahun 2021-2022.
- Memerintahkan Inspektorat Kota Semarang untuk melakukan review hasil verifikasi dan validasi ulang.
- Memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kota Semarang melakukan penganggaran guna pembayaran Inakesda dalam penanganan pandemi di Kota Semarang periode 2021-2022 secara sekaligus atau bertahap melalui APBD Perubahan 2025 atau APBD tahun berikutnya agar selambat-lambatnya dalam dua tahun anggaran sesuai kemampuan keuangan daerah.
- Memerintahkan Kepala BPKAD Kota Semarang selaku terlapor III untuk melakukan pembayaran Inakesda dalam penanganan pandemi sesuai dengan ketentuan Menteri Kesehatan.
Najih memberi batas waktu maksimal 60 hari sejak rekomendasi diterima untuk menyampaikan laporan perkembangan kepada Ombudsman RI. Pihaknya juga meminta Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, ikut mengawasi proses ini.
Respons Wali Kota Semarang di halaman selanjutnya.
Respons Pemkot Semarang
Terpisah, Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng mengaku pihaknya siap menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman RI terkait pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah (Inakesda) tahun 2021-2022. Namun, Pemkot masih menghitung kemampuan anggaran daerah karena jumlah penerima insentif cukup besar.
"Jika memang beban Pemkot Semarang, kita akan anggarkan. Berapa kekuatan fiskal kita, kemarin saya minta untuk membentuk tim supaya dihitung. Karena jumlahnya nggak main-main, ada ribuan nakes," kata Agustina kepada wartawan di Balai Kota Semarang, Kecamatan Semarang Tengah, Rabu (25/6/2025).
Terkait rekomendasi Ombudsman RI yang meminta insentif segera dibayarkan, Agustina menyatakan Pemkot Semarang memang menunggu hasil akhir dari proses tersebut.
"Kalau ini merupakan perintah dari pemerintah pusat, seharusnya kita akan segera bayar. Namun karena ada sidang dari Ombudsman, kita tunggu sekalian, daripada dua kali," ujarnya.
Namun, Agustina belum bisa memastikan apakah pembayaran bisa dilakukan dalam waktu dekat, mengingat beban anggaran harus dihitung secara detail.
"Kita akan melakukan proses pembayaran dengan cara menghitung kekuatan fiskal kita. Jumlahnya nggak ingat saya. Kalau perubahan saya harus lihat laporannya dari teman-teman timku," tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, Hakam, menjelaskan tugas utama Dinkes dalam rekomendasi Ombudsman adalah melakukan verifikasi ulang terhadap data tenaga kesehatan yang masih aktif terlibat dalam penanganan COVID-19 sejak Desember 2022 hingga Maret 2023.
"Kewajiban saya kalau kemarin di amar keputusan dari Ombudsman hari ini adalah berkaitan dengan validasi data," jelasnya di Balai Kota Semarang.
"Nakes-nakes yang di 2022 masih melakukan kegiatannya itu, kita lakukan verifikasi. Ini sedang kita lakukan verifikasi ulang," lanjutnya.
Ia menyebut, proses verifikasi masih berjalan dan belum ada angka pasti soal jumlah penerima Inakesda.
"Beraneka ragam, karena Desember itu kan sempat kasusnya berkurang. Kalau jumlah pastinya saya nggak hafal, masih dihitung sama teman-teman," ungkapnya.
Tanggapan RSUD Wongsonegoro
Sementara itu Direktur RSUD KRMT Wongsonegoro, Eko Krisnarto, mengatakan pihak rumah sakit hanya bertugas mengusulkan pembayaran Inakesda sejak awal pandemi.
"Waktu itu semua pegawai yang kontak atau merawat pasien Covid-19, itu dimasukkan dalam (daftar penerima) insentif ke Kemenkes," kata Eko.
Namun menurut Eko, Kemenkes kemudian menerbitkan peraturan yang menyebutkan bahwa insentif untuk pegawai rumah sakit daerah ditanggung oleh APBD, bukan lagi pemerintah pusat seperti tahun sebelumnya.
"Tapi dikatakan juga tergantung dari kekuatan finansial daerah. Tugas rumah sakit hanya itu saja," jelasnya.