Puluhan petani yang tergabung dalam gerakan masyarakat Pundenrejo menggelar aksi berkemah tiga hari ini di Kantor ATR/BPN Pati, menuntut agar tanah moyangnya dikembalikan. Kepala ATR/BPN Pati, Jaka Permana, menyebutkan permohonan perpanjangan hak guna bangunan (HGB) dari PT LPI (Laju Perdana Indah) dihentikan sementara.
Hal ini disampaikan Jaka saat menghadiri audiensi dengan masyarakat petani Pundenrejo dengan Komisi A dan B DPRD Pati siang tadi. Di tengah audiensi, massa juga menggelar aksi di depan kantor DPRD Pati. Mereka menuntut agar tanah moyangnya seluas 7,3 hektare yang digarap PT LPI dikembalikan kepada petani setempat.
Jaka mengatakan beberapa kali telah melakukan audiensi dengan petani dan Pemkab Pati terkait persoalan tanah Pundenrejo. Menurutnya persoalan tanah ini dari pihak PT LPI telah mengajukan permohonan layanan untuk hak pakai. Namun di sisi lain, warga setempat ada yang melakukan keberatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Satu sisi ada permohonan layanan untuk hak pakai atas nama PT LPI. Memang pada saat itu ada keberatan dari teman-teman gerakan masyarakat Pundenrejo," jelasnya ditemui di gedung DPRD Pati, Rabu (12/2/2025).
Menurutnya karena persoalan tanah ini ada pihak yang keberatan. Maka pihaknya mengadakan mediasi dengan kedua belah pihak. Meski mediasi sudah dilakukan beberapa kali, hasilnya tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak.
"Ternyata dalam proses mediasi 2 kali dengan teman-teman masyarakat Pundenrejo tidak terjadi kesepakatan, sehingga saya anggap proses layanan di sana belum memenuhi syarat untuk proses lanjutannya dalam hal penilaian aspek fisik," terang Jaka.
Karena adanya keberatan, Jaka menghentikan izin yang diajukan oleh PT LPI. Dia meminta agar persoalan tanah tersebut diselesaikan dari kedua belah pihak, baik dari petani dan pihak PT LPI. Berkas permohonan tersebut pun dikembalikan kepada PT LPI.
"Oleh karena itu karena tidak terjadi kesepakatan, jadi kami sudah di luar kewenangan kami untuk memproses lebih lanjut, sehingga itu kami lakukan pengembalian berkas permohonan kepada pemohon PT LPI. Silakan monggo dengan objek mereka miliki atau ada pihak lain yang tidak terima agar diselesaikan dulu supaya clear and clear, supaya penyelesaian sampai di situ," jelasnya.
"Artinya kembalikan kepada yang mohon, sama mengembalikan berkas karena masih ada sengketa untuk diselesaikan," dia melanjutkan.
![]() |
Pengakuan Petani
Buruh tani Sarmin menjelaskan persoalan ini telah berlangsung berlarut-larut tidak kunjung selesai. Sarmin mengaku jika tanah tersebut sejak dulu telah digarap warga setempat. Akan tetapi tanah itu direbut oleh bangsa penjajah.
"Yang lebih utama kami inginkan tanah yang bersengketa tanah peninggalan nenek moyang yang dirampas Belanda, saya pernah menggarap sawah dari mbah, bapak saya tahun 1950-an sudah ada. Saya juga punya saksi hidup di sini," ungkap Sarmin di DPRD Pati siang tadi.
Oleh karena itu, Sarmin berharap kepada pemerintah daerah agar mengembalikan tanah itu bagi petani setempat. Dia juga meminta kepada BPN Pati agar tidak memberikan izin kepada PT LPI untuk menggarap lahan tanah tersebut.
"Tuntutan saya pertama kembalikan tanah rakyat Pundenrejo. Kedua jangan sampai diterbitkan permohonan PT LPI, permohonan baru dalam bentuk apapun, yang lebih dipikirkan permohonan rakyat untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Klarifikasi perusahaan bisa dibaca di halaman selanjutnya:
Klarifikasi PT LPI
Turut hadir pada audiensi tersebut Perwakilan PT LPI, Krisno, yang menjelaskan bermula pada tahun 2001 telah dilakukan akuisisi sekitar 21 aset berupa HGB (hak guna bangunan) di perusahaan yang bergerak di bidang gula itu. Dari jumlah itu, ada 16 aset yang berhasil diperpanjang hak guna bangunannya.
"Kemudian ada lima sertifikat yang kita diskusikan masih pending ada keberatan dari pihak masyarakat," jelasnya.
Dia menjelaskan perusahannya melakukan akusisi sudah sesuai aturan. Menurutnya sertifikat HBG sebagai alat bukti kepemilikan yang sempurna di depan pengadilan.
"Secara hukum pemegang hak tersebut masih diberikan kesempatan untuk melakukan perpanjangan, jadi tidak ada begitu HGB selesai, hak hukum itu berakhir atau hilang atau kembali kepada negara. Kita diberikan hak prioritas untuk melakukan pemenuhan syarat lain ketentuan berlaku," terang dia.
Lebih lanjut terkait dengan keberatan beberapa kelompok warga menurutnya sudah selesai. Sebab kata Krisno, pihaknya bersama Pemkab Pati telah melakukan mediasi dengan warga pada tahun 2019 silam.
"Mediasi oleh Bapak Bupati saat itu yang melibatkan ormas. Kami sampai di forum ketika pertemuan dengan Komnas HAM, kami sudah melakukan pembayaran tali asih sesuai dengan arahan bupati yang telah melakukan verifikasi dan menentukan jumlah tali yang diberikan kepada beberapa warga," jelasnya.