Buntut Polemik Tanah Moyang, Warga Pundenrejo Kemah di Kantor ATR/BPN Pati

Buntut Polemik Tanah Moyang, Warga Pundenrejo Kemah di Kantor ATR/BPN Pati

Dian Utoro Aji - detikJateng
Senin, 10 Feb 2025 17:39 WIB
Massa buruh tani berkemah di depan kantor ATR/BPN Pati, Senin (10/2/2025). Mereka meminta tanah nenek moyangnya dikembalikan.
Massa buruh tani berkemah di depan kantor ATR/BPN Pati, Senin (10/2/2025). Mereka meminta tanah nenek moyangnya dikembalikan. Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng
Pati -

Sejumlah massa buruh tani asal Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati menggelar aksi berkemah di depan Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Pati. Mereka meminta tanah nenek moyang yang diduduki salah satu perusahaan agar dikembalikan.

Pantauan detikJateng di lokasi pukul 16.00 WIB, massa mendirikan tenda di depan kantor ATR/BPN Pati. Tenda itu dari terpal dan bambu. Di dalam tenda itu terdapat sejumlah buruh tani yang mayoritas ibu-ibu.

Di luar tenda, puluhan buruh tani menggelar teatrikal tentang perampasan tanah petani. Selain itu juga ada pertunjukan barongan. Setelah itu, aksi dilanjutkan dengan berselawat bersama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu buruh tani, Sarmin mengatakan puluhan petani dari Desa Pundenrejo ini akan berkemah di depan kantor ATR/BPN Pati sampai tuntutan mereka dikabulkan.

"Ini mendirikan tenda sampai nanti ada keputusan dari BPN bahwa permohonan hak guna pakai PT LPI segera dibatalkan dan ditolak," kata Sarmin ditemui di lokasi, Senin (10/2/2025) sore.

ADVERTISEMENT

"Ini belum ada surat pernyataan yang konkret," sambung dia.

Massa buruh tani berkemah di depan kantor ATR/BPN Pati, Senin (10/2/2025). Mereka meminta tanah nenek moyangnya dikembalikan.Massa buruh tani berkemah di depan kantor ATR/BPN Pati, Senin (10/2/2025). Mereka meminta tanah nenek moyangnya dikembalikan. Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng

Sarmin mengatakan, tanah seluas 7,3 hektare di desa mereka yang kini diduduki perusahaan yang bergerak di bidang gula itu adalah hak warga setempat.

"Maunya petani memang PT LPI hak guna pakai ditolak. Karena yang lebih berhak yang punya prioritas adalah petani Pundenrejo. Itu permohonan harus dipikirkan," ujar dia.

Sarmin menyebut tanah yang ada di desanya itu dikelola oleh warga. Tapi lambat laun tanah itu dirampas oleh pabrik gula.

"Tanah yang dulu peninggalan nenek moyang ada ketimpangan. Kami dari petani sudah menggarap puluhan tahun sampai kami membuat paguyuban gerakan masyarakat petani Pundenrejo, karena bahwa permasalahan tanah ini ada ketimpangan," ucap dia.

"Kami membutuhkan lahan pangan. Langsung, tahun 2020 dirampas lagi sama PT LPI. Mereka menanami tebu, padahal hak guna bangunan (HGB)," imbuh Sarmin.

Sementara itu Kepala ATR/BPN Kabupaten Pati, Jaka Pramana, belum bisa dimintai konfirmasi. Wartawan sudah mencoba menemui Jaka, tapi dicegah oleh satpam.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sebelumnya, sejumlah warga Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, sudah mengadu ke DPRD Pati pada Senin (20/1) lalu.

Salah satu warga, Suryanto, mengatakan tanah yang menjadi konflik antara warga dengan sebuah perusahaan itu merupakan warisan nenek moyang petani Desa Pundenrejo. Menurutnya, tanah seluas 7,3 hektare itu telah digarap petani Desa Pundenrejo sejak 1950. Suryanto ikut menggarap tanah itu.

"1950 itu sudah digarap orang tua kami. Tahun 1960 sudah ditanami warga. Akhirnya hidup bertani di sana. Termasuk saya ikut garap sawah tanah ini," kata dia saat mengadu kepada jajaran Komisi B DPRD Pati, Senin (20/1/2025).

Menurut Suryanto, tanah itu selanjutnya dipegang oleh sebuah perusahaan pada tahun 1973. Setelah itu muncul sertifikat hak guna bangunan atau HGB pada 1973.

"Terus akhirnya tahun 1999 Pabrik Pakis tutup, tanah menjadi telantar," ungkap dia.

Setelah itu warga kembali menggarap tanah itu pada 2000 silam. Warga menggarap tanah itu sampai 2020. Namun pada 2021 perizinan HGB keluar dengan periode sampai 27 September 2024.

"Setelah habis digarap sama warga tapi masih dirusak PT LPI karena jangka waktu susah habis. Warga menanam pisang dirusak sama pihak PT LPI," ungkap dia.

Konfirmasi Perusahaan

Perwakilan PT LPI, Teguh Hindrawan, mengatakan perusahaannya masuk ke Pati mulai 2000 silam. Perusahaan ini bergerak di bidang industri makanan hingga gula.

"Masuk di sini dengan akuisisi lahan dan pabrik saat itu sedang tidak operasi," kata Teguh saat hadir di gedung DPRD Pati, Senin (20/1) lalu.

Menurutnya, justru perusahaan membantu ekonomi Pati karena membangkitkan pabrik gula yang saat itu kondisinya tidak beroperasi. Teguh mengklaim bisa kembali membangkitkan pabrik gula beroperasi mulai 2010.

"Kami masuk di sini dengan proses, kami ikuti perizinan sudah ada kita ikuti, sampai saat ini ikuti perizinan sedang berlaku," ujar dia.

Teguh mengatakan beriringan jalan membeli aset lahan tanah seluas 7,3 hektare yang ada di Desa Pundenrejo. Namun saat itu tanah itu dikuasai oleh masyarakat. Padahal menurutnya tanah itu milik dari pabrik gula.

"Sebagian besar dikuasi oleh masyarakat. Secara kepemilikan dari PT Pabrik Gula saat itu. Kita beli dengan aturan berlaku," ujarnya.

"Namun memang lahan dikuasai oleh bapak ibu penggarap. Sampai tahun 2016-2019 Bupati Pati saat itu mediasi akhirnya solusi menyelesaikan ini dengan mendaftarkan 77 penggarap," ujarnya.

Akhirnya sebagian besar petani yang sebelumnya menguasai tanah lalu menyerahkan kepada pihak perusahaan. "Saat itu 2019 masih digarap, sebagian besar penggarap menyerahkan secara sukarela kepada pihak pabrik," ujarnya.

Terkait dengan perizinan HGB, Teguh membenarkan hal tersebut. Namun tanah itu sejak awal dikuasi oleh masyarakat, sehingga pihaknya tidak bisa mengelola secara sesuai peruntukan sesuai izin HGB.

"Terkait dengan masalah HGB itu betul. Sertifikat HBG ada 5 sertifikat. Dari awal mendukung usaha tetapi karena dikuasai oleh masyarakat bagaimana cara memanfaatkan untuk membangun," terang dia.

Teguh juga mengaku saat ini mengurus untuk memperpanjang izin HGB tanah itu kepada pihak BPN Pati. Teguh berharap tanah itu bisa dikelola kembali oleh perusahaannya.

"Kami sebagai pemegang hak dan tanah memiliki HBG Kami mengajukan permohonan ini sudah kami lakukan sebelum masa HBG berakhir ini sudah kami lakukan ajukan," ucap Teguh.

Halaman 2 dari 2
(dil/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads