Bulan Syaban sering kali dianggap sebagai bulan persiapan menuju bulan Ramadan, tetapi sebenarnya di bulan ini memiliki keutamaan tersendiri yang tidak boleh dilewatkan.
Salah satu amalan yang banyak dilakukan oleh Rasulullah SAW di bulan ini adalah puasa sunnah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a., beliau berkata,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadan. Dan saya tidak melihat beliau lebih banyak berpuasa dalam satu bulan selain di bulan Syaban." (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan betapa istimewanya bulan Syaban sebagai momen untuk memperbanyak amalan puasa sunnah. Namun, di sisi lain, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum puasa di paruh kedua bulan ini.
Hukum Puasa Paruh Kedua Syaban
Puasa di paruh kedua bulan Syaban menjadi topik yang sering diperdebatkan.
Berdasarkan buku Seri Fiqih Kehidupan susunan Ahmad Sarwat, menurut mazhab Asy-Syafi'iyah, berpuasa setelah tanggal 15 Syaban hingga akhir bulan ini hukumnya haram. Pendapat ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW,
"Apabila bulan Syaban telah lewat separuhnya, maka janganlah berpuasa." (HR. Ahmad)
Namun, sebagian ulama memiliki pandangan berbeda. Mereka tidak mengharamkan puasa pada waktu tersebut, melainkan hanya memakruhkannya. Alasannya, hadits yang menjadi dasar larangan tersebut dianggap memiliki kelemahan dalam periwayatannya.
Selain itu, At-Tirmidzi juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang menyebutkan larangan mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa, kecuali jika puasa tersebut bertepatan dengan kebiasaan seseorang. Dalam hadits itu, Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah kalian berpuasa mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa! Kecuali puasa tersebut bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang di antara kalian."
Kondisi yang Membolehkan Puasa di Paruh Kedua Syaban
Ada beberapa kondisi yang memperbolehkan seseorang tetap berpuasa pada paruh kedua bulan Syaban. Berikut penjelasannya yang dikutip dari kitab Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi edisi Indonesia terbitan Shahih.
1. Melanjutkan Puasa yang Sudah Dimulai
Jika seseorang sudah mulai berpuasa sebelum tanggal 15 Syaban, seperti menjalankan puasa Senin-Kamis atau puasa lainnya, ia diperbolehkan untuk terus berpuasa hingga akhir bulan.
Hal tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda,
"Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah terbiasa berpuasa pada hari itu, maka hendaklah ia berpuasa." (Muttafaq 'alaih)
Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa seseorang tidak diperbolehkan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali jika ia sudah terbiasa melakukannya.
Ketentuan ini berlaku bagi mereka yang rutin menjalankan puasa sunnah atau memiliki kewajiban seperti qadha atau nazar.
2. Terbiasa Menjalankan Puasa Sunnah
Orang yang memiliki kebiasaan puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, Daud, atau Ayyamul Bidh, tetap boleh berpuasa di paruh kedua bulan Syaban. Larangan puasa di waktu ini lebih berlaku bagi mereka yang baru mulai tanpa kebiasaan sebelumnya.
3. Memenuhi Nazar untuk Berpuasa di Bulan Syaban
Jika seseorang sudah bernazar untuk berpuasa di bulan Syaban, ia wajib menunaikannya meskipun waktunya sudah memasuki paruh kedua bulan Syaban.
4. Mengganti Utang Puasa Ramadan
Bagi yang masih memiliki utang puasa Ramadan, tetap wajib mengqadhanya sebelum Ramadan berikutnya tiba, meskipun sudah memasuki paruh kedua bulan Syaban.
(inf/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Merapat! Lowongan di BP Haji Bisa untuk Nonmuslim