Nafar ini berkaitan dengan pilihan waktu untuk meninggalkan Mina menuju Makkah. Mengutip buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari karya Muh. Hambali, nafar awal adalah berniat keluar dari Mina untuk mengambil nafar lebih awal, yakni pada 12 Dzulhijjah setelah melempar jumrah pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah.
Baca juga: Arti Tarwiyah dalam Ibadah Haji dan Waktunya |
Tempat berniat untuk nafar awal ini kurang lebih 50 meter dari jumrah Aqabah (di luar Mina dan termasuk daerah Makkah). Sesudah berniat nafar awal, para jemaah pergi menuju Makkah. Jika matahari sudah terbenam atau tiba terlambat (Maghrib), maka harus kembali ke Mina untuk melempar jumrah lagi pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Kondisi tersebut menjadikan nafar awal batal dan berubah menjadi nafar tsani. Nafar tsani adalah berniat keluar dari Mina untuk mengambil nafar pada waktu yang paling akhir, yakni pada tanggal 13 Dzulhijjah setelah melempar jumrah pada tanggal 11, 13, dan 13 Dzulhijjah.
Dalam istilah sederhana, nafar tsani adalah jemaah baru meninggalkan Mina setelah melontar ketiga jumrah pada tanggal 13 Dzulhijjah, sementara nafar awal adalah jemaah meninggalkan Mina setelah melontar jumrah (Ula, Wustha, dan Aqabah) yang masing-masing dilempar sebanyak tujuh kali pada 12 Dzulhijjah, sebagaimana dijelaskan dalam buku Menuju Haramain karya Mohamad Hidayat.
Dalam Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah karya Ahmad Sarwat bahwa orang yang melakukan ibadah haji paling cepat empat hari, yaitu tanggal 9-10-11-12 Dzulhijah. Itu pun apabila dia mengambil nafar awal. Apabila dia mengambil nafar tsani, berarti ditambah lagi menjadi lima hari.
Jumlah Batu Kerikil Jumrah pada Nafar Awal dan Nafar Tsani
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq menjelaskan, jumlah batu yang dilempar adalah 7 atau 49 batu, dengan rincian 7 butir dilempar pada hari Kurban (10 Dzulhijjah) atau saat jumrah Aqabah pertama.
Lalu, 21 butir dilempar pada tanggal 11 Dzulhijjah yang dibagi untuk 3 jumrah dan masing-masing dilempari 7 butir; 21 butir dilempar pada tanggal 12 Dzulhijjah; dan 21 butir dilempar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Total jumrah keseluruhan ada 70 butir batu.
Lebih lanjut dijelaskan, jika kurang dalam melempar di ketiga hari tersebut dan tidak melempar pada tanggal 13 Dzulhijjah, hukumnya boleh, sehingga batu yang dilemparkan hanya berjumlah 49 buah.
Jumlah batu jumrah bisa 49 butir dengan perincian: 7+21+21. Bisa juga 70 butir dengan perincian: 7+21+21+21. Perbedaan ini tergantung jemaah haji, apakah mereka akan mengambil nafar awal, yaitu selesai haji setelah melempar jumrah pada tanggal 12 Dzulhijjah atau nafar tsani, yaitu menuntaskan melempar jumrah sampai tanggal 13 Dzulhijjah.
Waktu melempar jumrah ada 3 atau 4 hari, yaitu pada hari Kurban, dan 2 atau 3 hari di hari Tasyrik. Allah SWT berfirman,
۞ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِيْ يَوْمَيْنِ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۚوَمَنْ تَاَخَّرَ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۙ لِمَنِ اتَّقٰىۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ ٢٠٣
Artinya: "Berdzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya. Siapa yang mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, tidak ada dosa baginya. Siapa yang mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan." (QS Al-Baqarah: 203)
Waktu yang bagus untuk melempar jumrah pada hari Kurban adalah di waktu dhuha setelah matahari terbit, karena Rasulullah SAW melempar jumrah pada waktu Dhuha, di hari tersebut.
Jika mengakhirkannya hingga siang hari, hukumnya boleh. Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW ditanya oleh seseorang pada hari Kurban saat beliau berada di Mina, orang tersebut berkata, 'Aku melemparnya setelah sore hari,'" Beliau menjawab, "Tidak mengapa." (HR Al-Bukhari)
Jika ada udzur (hambatan) yang menghalangi untuk melempar pada siang hari, boleh mengakhirkannya pada malam hari. Namun jika tidak ada udzur, hukumnya makruh mengakhirkan melempar jumrah hingga malam hari; tetapi tidak wajib baginya untuk membayar dam (denda) menurut madzhab Hanafi, Syafi'i, dan satu riwayat dari Malik.
Tidak boleh bagi seorang pun melempar jumrah, sebelum separuh akhir malam menurut ijma'. Dan diberikan keringanan kepada para wanita, anak-anak, orang lemah, orang yang mempunyai udzur, dan penggembala unta untuk melempar jumrah Aqabah sejak pertengahan malam hari Kurban.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana