Syarikah dalam Ibadah Haji: Arti dan Perannya bagi Jemaah

Syarikah dalam Ibadah Haji: Arti dan Perannya bagi Jemaah

Devi Setya - detikHikmah
Kamis, 15 Mei 2025 08:45 WIB
Suasana salat Jumat pertama di Masjidil Haram, Jumat (4/4/2025).
layanan syarikah dalam ibadah haji Foto: Saudi Press Agency
Jakarta -

Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia menggandeng delapan Syarikah Haji dari Arab Saudi untuk melayani jemaah haji reguler tahun 2025. Langkah ini menjadi yang pertama kalinya dilakukan, karena sebelumnya seluruh layanan haji hanya ditangani oleh satu syarikah saja.

Sebelum hadirnya konsep syarikah, pelayanan haji di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) sepenuhnya ditangani oleh Muassasah, yaitu lembaga pemerintah Arab Saudi yang fungsinya mirip dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia.

Selama bertahun-tahun, jemaah haji Indonesia dilayani oleh Muassasah Asia Tenggara. Namun, mulai tahun 2022, otoritas haji Arab Saudi memperkenalkan sistem baru bernama Syarikah, yang memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta untuk ikut serta dalam memberikan layanan kepada jemaah haji.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari CNN Indonesia, tujuan utama dari penerapan sistem syarikah ini adalah untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas layanan, karena pelaksanaannya dilakukan oleh pihak swasta yang lebih kompetitif dan fokus pada pelayanan pelanggan.

Dengan menggandeng delapan syarikah sekaligus pada musim haji 2025, Kemenag berharap pelayanan bagi jemaah haji Indonesia akan semakin baik, efisien, dan merata, terutama saat puncak haji di wilayah Armuzna.

ADVERTISEMENT

Apa Itu Syarikah?

Secara umum, syarikah dalam bahasa Arab berarti kerja sama, perserikatan, atau kemitraan. Dalam konteks fikih muamalah, syarikah merujuk pada akad atau kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk bekerja sama dalam hal tertentu demi kemaslahatan bersama.

Dalam konteks ibadah haji, istilah syarikah memiliki makna yang lebih spesifik: kerja sama antara jemaah atau antara jemaah dengan penyelenggara dalam pelaksanaan ibadah haji, baik dalam aspek ibadah maupun layanan penunjang (logistik, transportasi, kesehatan, akomodasi, dan sebagainya).

Melansir laman Kementerian Agama (Kemenag) RI, syarikah adalah mitra resmi Pemerintah Arab Saudi yang bertugas memberikan layanan kepada jemaah haji, termasuk akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pergerakan selama di Tanah Suci, terutama di fase puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Pada musim haji 2025, delapan syarikah yang ditunjuk meliputi: Al Bait Guests, Rakeen Mashariq, Sana Mashariq, Rehlat & Manafea, Al Rifadah, Rawaf Mina, MCDC, dan Rifad. Masing-masing melayani antara 11 ribu hingga 36 ribu jemaah.

Dalam pelaksanaan ibadah haji modern, terutama bagi jemaah haji Indonesia yang tergabung dalam kelompok, syarikah mencerminkan kebersamaan, gotong-royong, dan koordinasi antar jemaah maupun antara jemaah dengan petugas haji.

Sejak tahun 2022, Arab Saudi mulai memberlakukan kebijakan baru dalam layanan haji, yaitu mengubah sistem layanan berbasis wilayah menjadi berbasis perusahaan penyedia layanan atau syarikah. Kebijakan ini bertujuan untuk mempermudah pengendalian di lapangan, memperjelas koordinasi, serta mempercepat respons terhadap kebutuhan jemaah.

"Dengan skema ini, kami memastikan layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina lebih terorganisir, mulai dari transportasi hingga akomodasi," jelas Ketua PPIH Arab Saudi Muchlis Hanafi.

Menanggapi perubahan ini, Indonesia menyambut baik kebijakan tersebut dengan melakukan penyesuaian secara bertahap. Namun, Kementerian Agama tetap memastikan bahwa kenyamanan dan perlindungan jemaah haji Indonesia tetap menjadi prioritas utama.

Hak Jemaah Tetap Terjamin

Meskipun kini layanan ditangani oleh beberapa syarikah, hak-hak jemaah tetap dilindungi. Semua jemaah haji akan tetap mendapatkan layanan yang sama tanpa memandang syarikah yang menangani mereka. Layanan yang dimaksud meliputi akomodasi sesuai kontrak, konsumsi tiga kali sehari, transportasi antar lokasi, dan bimbingan ibadah.

PPIH juga memastikan seluruh layanan tersebut diawasi secara ketat untuk menjaga kualitas dan kesetaraan pelayanan bagi seluruh jemaah di setiap titik layanan.

Muchlis Hanafi, menegaskan bahwa meskipun jemaah saat di Makkah dikelompokkan berdasarkan syarikah, namun skema kepulangan tetap mengikuti sistem kloter, sama seperti saat keberangkatan. Hal ini dilakukan untuk memastikan integrasi data dan kenyamanan jemaah dari segi sosial dan administratif.




(dvs/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads