Seorang pria paruh baya berinisial IWTR (56) divonis 12 tahun penjara dalam kasus pemerkosaan terhadap seorang gadis disabilitas berinisial MAP (19).
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana Delfi Trimariono mengungkapkan putusan tersebut sama dengan tuntutan jaksa. "Pada intinya, majelis hakim menolak pembelaan tersebut dan sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum," ujar Delfi, Kamis (2/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang putusan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Negara, Rabu (1/3/2023) itu, hakim berpendapat pembelaan terdakwa tidak bisa dibuktikan. Salah satunya, terdakwa mengaku tidak bisa ereksi. Namun, tidak ada keterangan dokter menyatakan hal tersebut.
"Pada intinya, majelis hakim menolak pembelaan tersebut dan sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum," ujar Delfi, Kamis (2/3/2023).
Dalam amar putusannya, majelis hakim berpendapat perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 6 juncto Pasal 4 ayat 2 huruf a UU RI No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain hukuman 12 tahun penjara, majelis hakim juga menjatuhkan dan denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara. "Terdakwa akan konsultasi dengan penasihat hukumnya dalam waktu tujuh hari di dalam rutan sebelum memutuskan banding atas hasil vonis tersebut," kata Delfi.
Jaksa yang menerima putusan tersebut berharap vonis hakim bisa memberikan efek jera kepada terdakwa dan memberikan keadilan bagi korban.
Sementara pengacara terdakwa Andrivianus Karmoley Pima Nusantara dikonfirmasi terpisah menjelaskan akan melakukan koordinasi terhadap terdakwa serta keluarga terkait tindakan hukum selanjutnya, apakah banding atau tidak.
Andrivianus menyebut banyak fakta-fakta persidangan yang meringankan terdakwa tidak masuk dalam pertimbangan putusan. "Nanti kami akan melakukan langkah hukum atau tidak, yang pasti kami sebagai penasihat hukum tidak puas dengan putusan tersebut," kata Andrivianus.
Menurut Andrivianus, kliennya juga tidak pernah mengakui tuduhan pemerkosaan itu sejak awal. "Kami juga sering menyampaikan, kalau memang benar ya mengaku sejak awal," tandasnya.
Untuk diketahui, sebagaimana terungkap dalam sidang, terdakwa memperkosa korban di rumahnya di Negara, Jembrana pada Agustus 2022 ketika situasi sedang sepi. Saat itu orang tua korban bekerja. Ayahnya bekerja di Denpasar dan ibunya bekerja sebagai karyawan toko. Terdakwa memperkosa korban sebanyak tiga kali dalam waktu berbeda. Korban adalah seorang disabilitas yang disebut memiliki keterbelakangan mental.
(hsa/BIR)