Istri Suharto pun menyiapkan menu berbuka di ruang tamu rumah mereka. Beralaskan karpet, aneka menu iftar terhidang. Mulai dari es dawet sebagai takjil hingga makanan utama, nasi, ikan goreng, dan plecing kangkung.
"Alhamdulillah," kata Suharto, salah satu tokoh masyarakat di Desa Pegayaman, seusai berbuka puasa di rumah panggungnya, Minggu (24/3/2024).
Desa Pegayaman merupakan kampung Islam tertua di wilayah Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali. Masjid Jami Safinatus Salam menjadi salah satu saksi bisu berkembangnya peradaban Islam di desa tersebut.
Masjid itu berdiri kokoh di pusat desa. Di dalam masjid, terdapat mimbar pemberian Kerajaan Buleleng pada masa lalu. Mimbar dengan ukiran motif khas Bali itu masih utuh meski usianya sudah ratusan tahun.
![]() |
Selain mimbar, ada pula beduk yang diletakkan di depan masjid. Konon, beduk tersebut dibuat oleh leluhur warga Pegayaman menggunakan kayu gayam yang dipotong saat membuka lahan.
Beduk warisan leluhur itu masih dirawat oleh generasi Pegayaman saat ini. Warga juga tidak pernah mengganti beduk kuno itu dengan yang baru. "Dulu katanya (suara beduk) kedengaran sampai Singaraja karena panjang. Kemudian dipotong agar tidak terlalu keras suarannya," cerita Suharto.
Menurut Suharto, Desa Pegayaman awalnya merupakan hutan belantara. Hutan tersebut dipenuhi dengan pohon gayam atau dikenal dengan sebutan pohon gatep di Bali. Nama pohon itulah yang menjadi cikal bakal nama Desa Pegayaman yang berada di lereng Bukit Gitgit tersebut.
"(Nama) Desa Pegayaman diambil dari pohon gatep itu, namanya gayaman atau pegatepan," imbuh pria berusia 57 tahun itu.
Suharto mengatakan wilayah yang dihuni warga Pegayaman saat ini merupakan pemberian dari Raja Buleleng I Gusti Anglurah Panji Sakti. Adapun, leluhur warga muslim di Pegayaman berasal dari Jawa.
Alkisah, Kerajaan Buleleng menyerang Kerajaan Blambangan pada 1647-1648. Kerajaan Mataram Islam juga turut menaklukkan Blambangan.
Dua kerajaaan itu sepakat menyerang bersama-sama hingga berhasil mengalahkan Kerajaan Blambangan. Setelah menaklukkan Blambangan, Panji Sakti mendapat 100 orang laskar tentara Islam dari Blambangan.
![]() |
Seratus leluhur Suharto itu lantas ditempatkan di wilayah hutan gayam yang terletak di sebelah selatan Kerajaan Buleleng. Layaknya benteng pertahanan, mereka diberi tugas untuk menghalau serangan dari luar Kerajaan Buleleng.
Suharto mengungkapkan leluhurnya pernah berhasil menghalau serangan pasukan Kerajaan Mengwi. Walhasil, pasukan Mengwi tidak bisa mencapai pusat Kerajaan Buleleng.
"Orang Pegayaman diletakkan seakan-akan menjadi benteng Kerajaan Buleleng," kisah Suharto.
Perbekel atau Kepala Desa Pegayaman Agus Asghar Ali mengungkapkan jumlah penduduknya saat ini mencapai 8 ribu jiwa. Menurut Ali, sekitar 80-90 persen warga Pegayaman memeluk Islam serta sisanya memeluk Hindu dan agama lainnya. "Ada satu atau dua keluarga Kristen," kata Ali, Selasa (9/4/2024).
Secara geografis, Desa Pegayaman yang terletak di perbukitan itu cukup luas. Terdapat lima banjar di kampung Islam yang berdiri pada abad ke-17 itu, yakni Banjar Barat Jalan, Banjar Timur Jalan, Banjar Kubu Lebah, Banjar Kubu Timpang, dan Banjar Amertasari.
(iws/gsp)