Kisah Warga Muslim Dusun Angansari: Memeluk Islam Setelah Luka di Kaki

Liputan Khusus Idul Fitri 2024

Kisah Warga Muslim Dusun Angansari: Memeluk Islam Setelah Luka di Kaki

Agus Eka - detikBali
Senin, 08 Apr 2024 17:49 WIB
Potret Dusun Angansari, Desa Kutuh, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Sabtu (23/3/2024). Sebanyak 16 keluarga di dusun itu memeluk Islam.
Potret Dusun Angansari, Desa Kutuh, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Sabtu (23/3/2024). Sebanyak 16 keluarga di dusun itu memeluk Islam. Foto: Agus Eka/detikBali
Bangli - Masjid berkelir putih itu terletak di Dusun Angansari, Desa Kutuh, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali. Masjid bernama Nurul Iman itu berbentuk huruf L dan berdiri di Desa Kutuh yang mayoritas memeluk agama Hindu.

Sebanyak 16 keluarga di Dusun Angansari beragama Islam. Kampung muslim di dusun tersebut baru terbentuk pada 1982.

Takmir Masjid Nurul Iman, Mustaqim, menceritakan terbentuknya kampung Islam di sana tak lepas dari kejadian aneh yang dialami oleh kakeknya, Irasun.

Mustaqim menerangkan, Irasun pernah mengalami luka di kaki karena tertimpa batang kayu besar di hutan. Luka tersebut tak kunjung sembuh meski kakeknya itu mencoba beragam tambar.

"Sudah berobat secara medis tidak ada perubahan. Akhirnya memutuskan mencoba ke balian (guru spiritual di Bali)," tutur Mustaqim kepada detikBali, di Masjid Nurul Iman, Sabtu (23/3/2024).

Putra Irasun, I Wayan Warsa, kemudian meminta petunjuk secara niskala melalui balian di desa setempat hingga ke Buleleng. Menurut balian itu, kaki Irasun akan sembuh sendiri. Syaratnya, keluarga Irasun memeluk Islam.

Irasun dan keluarganya sempat ragu dengan saran balian itu. Namun, saat mendatangi guru spiritual lain, jawabannya sama.

Irasun lalu meminta anak-anaknya menelusuri jejak keberadaan leluhurnya melalui berbagai sumber tertulis. Singkat cerita, Mustaqim mengisahkan, keluarga Irasun disebut-sebut punya hubungan kekerabatan dengan orang Sasak yang bermukim di wilayah Tibulaka, Desa Bukit, Karangasem, Bali.

Takmir Masjid Nurul Iman, Mustaqim, di Dusun Angansari, Desa Kutuh, Bangli, Sabtu (23/3/2024). Mustaqim merupakan cucu dari Irasun, pendiri kampung Islam di Kutuh.Takmir Masjid Nurul Iman, Mustaqim, di Dusun Angansari, Desa Kutuh, Bangli, Sabtu (23/3/2024). Mustaqim merupakan cucu dari Irasun, pendiri kampung Islam di Kutuh. Foto: Agus Eka/detikBali

Berdasarkan sumber tersebut, Mustaqim berujar, terungkap sebagian besar warga Dusun Angansari dan sekitarnya adalah keturunan pasukan kerajaan dari Lombok yang ditugaskan berperang ke Bali. Mereka ditugaskan pada tahun 1890-an.

Para pasukan yang sudah tidak berperang ini tinggal di Karangasem. Anak-anak mereka kemudian menyebar ke berbagai daerah dan menikah dengan penduduk setempat yang beragama Hindu. Salah satunya menetap di Dusun Angansari.

"Beberapa keturunan selanjutnya ikut menganut Hindu," tutur pria berusia 42 tahun itu.

Setelah berembuk panjang, Irasun dan anak cucunya yang seluruhnya berjumlah tujuh keluarga, memutuskan masuk Islam pada 1982. Prosesi pindah agama pria berusia 60 tahun dan keluarganya itu disaksikan para tokoh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali yang kala itu diketuai KH Habib Adnan.

Irasun, anak, cucu serta keluarga lainnya yang pria, Mustaqim melanjutkan, langsung sunat bersamaan. Bahkan, ada yang mengubah namanya. Misalkan, putra Irasun yang juga ayah Mustaqim, I Wayan Warsa, mengubah namanya menjadi Abdul Ibrahim.

Tujuh keluarga yang baru memeluk Islam itu mulai belajar tata cara salat dan membaca Al-Qur'an. Mereka dibimbing seorang tokoh agama, Ustaz Miyadi, asal Kintamani.

Menurut Mustaqim, Miyadi berjasa bagi masyarakat muslim Angansari yang telah konsisten membimbing sejak awal warga memeluk Islam. Sebab, keluarga Irasun dan keturunannya perlu menyesuaikan diri.

"Sangat sulit karena yang namanya baru pindah agama, yang dulunya ke pura, di tengah jalan sudah nggak ikut lagi kegiatan di pura," tutur Mustaqim. Dia sendiri tidak mengalami proses adaptasi tersebut karena saat itu ia masih anak-anak.

Tantangan lainnya, Mustaqim, melanjutkan mereka sempat kesulitan melaksanakan ibadah karena tidak ada masjid di Dusun Angansari. Mereka harus berjalan kaki ke desa terdekat yang memiliki masjid.

Keluarga Irasun dibantu oleh warga Dusun Angansari kemudian mendirikan Masjid Nurul Iman seluas 45 meter persegi secara swadaya. Tempat ibadah tersebut dibangun di kebun berundak seluas 300 meter persegi milik keluarga Irasun.

Anak pendiri kampung Islam di Dusun Angansari, Desa Kutuh, Bangli, Abdul Ibrahim, Sabtu (23/3/2024).Anak pendiri kampung Islam di Dusun Angansari, Desa Kutuh, Bangli, Abdul Ibrahim, Sabtu (23/3/2024). Foto: Agus Eka/detikBali

Abdul Ibrahim menerangkan ia sempat mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan setelah mengucapkan dua kalimat syahadat. Tokoh Desa Kutuh sempat mencurigai ada pihak lain yang mengarahkan agar Irasun dan keluarga besarnya masuk Islam.

Apalagi, Irasun dan keluarganya memeluk Islam menjelang Pemilihan Umum 1982. Beruntung, tokoh agama, polisi, dan pemerintah setempat bisa menjernihkan situasi.

Tantangan Abdul sebagai pemeluk Islam mula bertambah karena sebelumnya dia dikenal sebagai tokoh yang kerap dilibatkan dalam berbagai urusan adat di banjar. Dia juga sebelum menjadi mualaf aktif dalam sekaa (kelompok) gamelan di banjar.

Abdul menerangkan keluarganya juga menceritakan alasannya memeluk agama Islam. Bahkan, keluarga mualaf tersebut sempat memperdengarkan kembali saran balian yang direkam di kaset agar Irasun sekeluarga masuk Islam demi menyembuhkan luka menahun di kakinya. "Akhirnya bisa dimengerti," tutur pria berusia 75 tahun itu.

Seiring berjalannya waktu, hubungan antara masyarakat Hindu dan Islam di Dusun Angansari berjalan semakin harmonis. Mereka saling membantu di setiap kegiatan seperti perkawinan.

Kepala Dusun Angansari Made Bagiarta menerangkan kini terdapat 130 keluarga di Dusun Angansari. Dari jumlah itu sebanyak 16 keluarga memeluk Islam. Adapun, jumlah keluarga Islam di Desa Kutuh mencapai 27 keluarga.


(hsa/gsp)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikbali

Hide Ads