Komang Sujana tak menyangka bisa terpilih menjadi penerima Hadiah Sastra Rancage 2025. Penghargaan sastra daerah dari Yayasan Kebudayaan Rancage yang diprakarsai sastrawan Ajip Rosidi itu diraih Sujana lewat antologi puisi berbahasa Bali bertajuk Renganis.
Renganis diterbitkan oleh Pustaka Ekspresi pada 2024. Buku yang memuat 66 puisi berbahasa Bali karya Sujana itu ditulis dalam kurun waktu 2022 sampai 2023. Renganis berhasil mengalahkan 14 judul buku sastra Bali modern yang masuk dalam daftar nominator Penghargaan Rancage 2025.
"Saya sebenarnya belum layak mendapat Rancage. Ini penghargaan besar, walaupun juri mempunyai pandangan terhadap karya nominator," tutur Sujana kepada detikBali, Minggu (16/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
I Nyoman Darma Putra dalam ulasannya menjelaskan puisi-puisi dalam Renganis memuat tema seputar kesenian, kritik sosial, hingga ritus keagamaan di Bali. Juri Hadiah Sastra Rancage untuk Bali itu menilai kekhasan antologi puisi karya Sujana terletak pada orisinalitas bentuk, isi, dan diksi.
Menurut Sujana, penjudulan renganis dia ambil dari kata reng yang berarti irama dan nis berarti sunyi atau manis. Ia berharap kumpulan puisi tersebut tak hanya enak dibaca dan didengar, tetapi juga menyiratkan amanat yang kuat.
"Saya ambil hikmah dari Rancage ini. Semacam tali yang mengikat bahwa saya harus berada di jalan sastra Bali modern. Jangan lagi jalan mundur ke belakang. Saya harus bertanggung jawab, tetap berada di jalan ini," imbuh pria kelahiran Tajun, Buleleng, 28 Desember 1990 itu.
Renganis merupakan buku kedua Sujana. Sebelum itu, ia menerbitkan buku antologi puisi berjudul Cangkit Den Bukit pada 2023. Buku tersebut juga sempat masuk nominasi Rancage 2024. Sujana menuturkan puisi-puisi dalam antologi pertamanya lebih banyak mengangkat tema kritik sosial.
Puisi Cangkit Den Bukit, Sujana berujar, ditulis saat masih kuliah di jurusan D3 Pendidikan Bahasa Bali Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja. Sedangkan, beberapa judul lainnya dia tulis saat menjadi penyuluh bahasa Bali di Desa Mengening, Buleleng, pada 2017.
Sujana sempat vakum menulis selama tiga tahun sebelum menerbitkan antologi puisi Cangkit Den Bukit. Ia kembali menulis puisi setelah diangkat menjadi guru PNS muatan lokal bahasa daerah di SMPN 2 Sawan, Buleleng, pada 2020.
"Sejak saat itulah saya benar-benar meniatkan diri untuk belajar menulis puisi, artikel, dan geguritan. Tujuannya tiada lain agar saya punya karya sekaligus cerita lebih saat mengajarkan bahasa Bali kepada anak-anak," imbuh Sujana.
Sulit Menjual Buku Puisi
Sujana mempromosikan dua bukunya, Cangkit Den Bukit dan Renganis, melalui media sosial. Ia juga menyebarkan pamflet digital melalui grup-grup WhatsApp (WA).
Guru bahasa Bali itu tak menampik sulitnya menjual buku sastra Bali modern. Misalkan buku Cangkit Den Bukit yang hanya terjual sebanyak 30 eksemplar. Sujana bahkan tak yakin puisi-puisinya dalam buku yang diterbitkan oleh Mahima Institute itu dibaca oleh pembeli.
Baca juga: Kisah Slamat Merintis Penerbitan di Bali |
"Itupun yang beli rekan-rekan kuliah yang mungkin saja mereka membeli karena menghormati tawaran saya sebagai teman akrab mereka," ujar Sujana.
Sujana menegaskan dirinya tak pernah berpikir mendapatkan uang dari menulis karya sastra Bali modern. Menulis puisi bagi Sujana adalah wujud kontribusinya dalam melestarikan dan membumikan bahasa Bali.
Selain itu, Sujana juga dapat memperluas jaringan dari menulis puisi. Ia berkenalan dan belajar menulis dari sejumlah sastrawan di Bali seperti Made Adnyana Ole, Made Suarsa, Made Sugianto, hingga IBW Widiasa Keniten.
"Menghasilkan uang dari menulis buku tentu tak masuk skenario saya. Saya menyadari betul, buku puisi. apalagi puisi Bali modern tak banyak peminat," imbuhnya.
Meski begitu, Sujana tak patah semangat untuk terus menulis. Bagi dia, menulis akan membuatnya semakin terpacu untuk membaca lebih banyak. Sujana mengaku lebih percaya diri saat mengajar bahasa Bali di hadapan murid-muridnya setelah menerbitkan buku berbahasa Bali.
"Belajar bahasa tak lepas dari kegiatan membaca dan menuliskan apa yang mereka pelajari atau ketahui. Setidaknya saya sebagai guru telah lebih dulu mencobanya. Sehingga saya bisa membantu kesulitan-kesulitan para siswa dari pengalaman saya menulis," pungkasnya.
(iws/iws)