Ada wayang beber yang masih terawat dengan baik di Gunungkidul. Wayang yang diperkirakan peninggalan abad ke-13 itu milik dalang asal Kalurahan Bejiharo, Karangmojo, Wisto Utomo (55). Konon wayang itu diwariskan selama 15 generasi. Wayang itu disebut hanya tinggal tiga di dunia, lainnya di Pacitan dan di Leiden, Belanda.
Saat ditemui detikJogja di rumahnya di Padukuhan Gelaran II, Kalurahan Bejiharo, Kapanewon Karangmojo, Rabu (31/7), Wisto mengatakan dirinya sebagai pewaris wayang beber yang ke-15. Sayang, wayang itu tidak bisa dilihat langsung oleh detikJogja.
"Jadi tidak bisa dibuka sembarangan. Ada syaratnya," kata Wisto, Rabu (31/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Enam Gulung, Dua Kisah
Wisto menjelaskan wayang beber berbeda dengan wayang pada umumnya. Wayang beber yang dia warisi itu terbuat dari kertas daluang yang dinilai lebih kuat dari kertas biasa, coraknya cenderung cokelat kayu.
Wayang beber itu berbentuk persegi panjang dengan panjang 3 meter dan lebar 70 sentimeter, diapit kayu setinggi 90 sentimeter di kedua sisinya. Setiap lembar wayang itu terdapat lukisan karakter wayang.
Wisto menyimpan enam lembar wayang beber di rumahnya. Empat di antaranya mengisahkan perjalanan cinta Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji. Dua lainnya mengisahkan Jaka Tarub.
"Ada enam totalnya. Empat cerita Panji Asmorobangun. Dua cerita Jaka Tarub," ujarnya.
Dari foto yang diperlihatkan Wisto maupun Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Gunungkidul, gambar yang ada di wayang beber itu seperti karakter wayang kulit. Warna karakternya bermacam-macam, dari merah hingga hitam, tanpa lukisan latar belakang.
Cara Mementaskan Wayang Beber
Wisto mengatakan sekali pementasan wayang beber bisa memakan waktu sekitar dua jam. "Tapi 10 menit juga pernah, tergantung yang nanggap," ucap dia.
Wisto biasanya mementaskan wayang beber yang mengisahkan kisah cinta Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji. Dia dibantu dua asisten yang bertugas menggulung dan membuka wayang beber tersebut. Wayang beber itu lalu ditancapkan di sebuah tempat, sehingga tidak perlu dipegangi.
Kemudian Wisto mendalang dengan menggunakan sebuah kayu penunjuk. Dia lalu menyampaikan cerita sambil menunjuk setiap adegan yang tergambar di wayang beber.
"Dua wayang pertama itu ceritanya dari kanan ke kiri. Dua yang terakhir itu dari kiri ke kanan," kata dia.
Dari Geger Pecinan
Menurut cerita kakeknya, Wisto mengatakan wayang beber itu awalnya dibuat oleh dua bersaudara bernama Ki Condro Sengkolo dan Ki Drajah. Wisto tidak paham dua bersaudara itu dari mana. Cerita itu didapat kakeknya secara turun-temurun.
Wisto menceritakan, saat itu Ki Condro Sengkolo melukis wayang beber dengan canting. Karena mencanting memakan waktu, adiknya, Ki Drajah, mewarnai wayang beber itu dengan cara menyemburnya sambil menginang.
"Ki Drajah itu bilang 'kelamaan Kang Mas. Nyoh-nyoh brul wae'. Nyoh-nyoh brul itu orang mengunyah sirih dan disemprotkan jadi gambar itu," ujar Wisto.
Wisto mengisahkan moyangnya membawa wayang beber itu ke Gunungkidul saat terjadi Geger Pecinan di Surakarta.
"Geger Pecinan di Surakarta, yang dibawa lari ada dua kotak. Yang satu ke Gunungkidul, yang satu ke Pacitan," kata dia.
"Wayang itu pusaka di keluarga saya. Dibuat kira-kira tahun 1240-an," sambungnya.
Hanya Ada 3 di Dunia
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Gunungkidul Agus Mantara mengatakan wayang beber milik Wisto sudah ditetapkan menjadi Cagar Budaya pada 2024.
"Yang menarik, itu wayang beber di dunia hanya ada tiga," kata Agus saat ditemui detikJogja di kantornya, Kamis (1/8).
Agus bilang dua wayang beber lainnya ada di Pacitan, Jawa Timur, dan di Leiden, Belanda. Dia juga menjamin keaslian wayang beber milik Wisto. "Wayang itu orisinal dan unik karena lain dari wayang lainnya," ucapnya.
Disbud Gunungkidul berencana membuat replika wayang beber itu untuk disimpan di museum mini di Taman Budaya Gunungkidul untuk keperluan edukasi. "Kita rencana akan membuat replikanya jika diizinkan oleh pewaris," kata Agus.
Mirip yang di Leiden
Terpisah, anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Gunungkidul, Ari Kristian mengatakan wayang beber di Leiden memiliki gambar yang mirip dengan wayang beber milik Wisto.
"Yang di Leiden gambarnya mirip sekali dengan yang di Gelaran itu. Kemungkinan pembuatnya sama," kata Ari saat dihubungi detikJogja, Jumat (2/8).
Namun begitu, kisah yang diangkat dalam wayang beber di Leiden tidak teridentifikasi. "Yang menarik, (wayang beber) itu sudah ada di Museum Leiden tahun 1846," ujar dia.
Dipentaskan di Rumah Wahidin Soedirohoesodo
Ari mengungkapkan, wayang beber milik Wisto pernah dipentaskan di rumah seorang pahlawan nasional di Jogja, Wahidin Soedirohoesodo, pada 1904. Hal itu dibuktikan dari foto karya fotografer keturunan Indonesia-Belanda, Kessian Chepas.
Foto yang ditunjukkan Ari itu diketahui merupakan koleksi digital Universitas Leiden yang dijepret oleh Kessian Chepas dalam rentang tahun 1845-1904 di rumah Wahidin Soedirohoesodo. Kabar itu termuat di laman Kemendikbud. Foto monokrom itu menampilkan seorang dalang yang tengah mementaskan wayang beber dari Gelaran.
Dalam naskah rekomendasi penetapan wayang beber milik Wisto sebagai Cagar Budaya, yang diperoleh detikJogja dari TACB, disebutkan bahwa tidak diketahui pasti tahun pembuatan wayang beber.
"Tidak diketahui dengan pasti, awal mula diciptakannya wayang beber. Namun para ahli sejarah memperkirakan bahwa awal terciptanya wayang beber terjadi pada sekitar Abad ke-XIII," tulis naskah tersebut, dikutip detikJogja pada Jumat (2/8).
(dil/rih)
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa