Numplak Wajik, Prosesi Merangkai Gunungan Garebeg Sawal Keraton Jogja

Numplak Wajik, Prosesi Merangkai Gunungan Garebeg Sawal Keraton Jogja

Dwi Agus - detikJogja
Senin, 08 Apr 2024 18:14 WIB
Para abdi dalem Keraton JogjaΒ menjalani prosesi numplak wajik Garabeg Sawal di Kompleks Magangan, Senin (8/4/2024).
Para abdi dalem Keraton JogjaΒ menjalani prosesi numplak wajik Garabeg Sawal di Kompleks Magangan, Senin (8/4/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Jogja -

Numplak Wajik mengawali prosesi Garebeg Sawal Keraton Jogja. Dipimpin Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura GKR Condrokirono, prosesi ini berlangsung di Panti Pareden, Kompleks Magangan, Senin (8/4) sore.

Total ada enam gunungan yang terdiri dari lima jenis gunungan berbahan baku hasil bumi dan satu gunungan makanan tradisional.

Prosesi Numplak Wajik diawali dengan merangkai Gunungan Putri. Ditandai dengan peletakan adonan wajik sebagai landasan gunungan. Tahapan ini memiliki makna kehidupan yang berawal dari rahim seorang ibu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Inikan mau (merangkai) gunungan untuk Garebeg besok, ya kita persiapan saja," jelas GKR Condrokirono saat ditemui di Panti Pareden, Magangan, Keraton Jogja, Senin (8/4/2024).

Gunungan Garebeg merupakan persembahan Raja Keraton Jogja kepada rakyatnya. Di antaranya dua Gunungan Kakung dan masing-masing satu Gunungan Putri, Gepak, Darat, dan Gunungan Pawuhan.

ADVERTISEMENT

"Maknanya pokoknya untuk keselamatan semuanya. Pemberian dari Raja untuk masyarakat," katanya.

Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Jogja, GKR Condrokirono, Senin (8/4/2024).Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Jogja, GKR Condrokirono, Senin (8/4/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

Putri kedua Sultan HB X ini menuturkan ada sejumlah perbedaan dalam penyelenggaraan Garebeg kali ini. Yakni gunungan akan dikembalikan kepada tradisi awal, tidak lagi dirayah atau diperebutkan namun dibagi.

Condrokirono menuturkan pada zaman dahulu gunungan Garebeg memang tidak diperebutkan. Pada awalnya diantarkan ke ndalem pangeran untuk dibagi rata kepada warga. Namun seiring waktu berjalan, tradisi ini hilang dan berubah menjadi rayahan.

"Tahun ini tidak ada rayahan, jadi nanti dibagi dikembalikan seperti dulu lagi. Gunungan bukan rayahan, dibagi dari Raja untuk masyarakat, mosok gunungan kalau dirayah pada naik," ujarnya.

Walau begitu, Condrokirono memastikan prosesi Garebeg terbuka untuk umum. Diawali dengan iring-iringan gunungan yang dikawal bregada prajurit dari Pagelaran Keraton menuju Masjid Gedhe Kauman. Setelah didoakan berlanjut dengan pembagian gunungan Garebeg.

"Nggak tertutup, untuk masyarakat terbuka," katanya.

Terdapat penyesuaian pelaksanaan Garebeg Sawal tahun ini. Berupa penambahan gunungan yang dihantarkan ke Ndalem Mangkubumen. Sementara untuk prosesi pengiriman gunungan ke Pelataran Masjid Gedhe, Pura Pakualaman, dan kompleks Kepatihan, berlangsung seperti biasa.

"Gunungan kalau tidak salah kemarin ada beberapa perubahan. Ada tambahan ke (Ndalem) Mangkubumen," ujarnya.

Untuk prosesi Numplak Wajik diiringi permainan gejog lesung oleh Abdi Dalem Keparak. Prosesi dilanjut dengan berdoa yang dipimpin Abdi Dalem Kaji. Selanjutnya Abdi Dalem Konco Abang memapah wajik menuju kerangka Gunungan Puteri.

Berlanjut dengan pengolesan dinglo bengle oleh abdi dalem perempuan. Prosesi inilah yang dinanti para warga. Berupa pembagian dinglo bengle atau singgul oleh para abdi dalem. Setelah mendapatkan, warga lalu mengoleskannya di belakang telinga dan anggota tubuh lainnya.




(rih/rih)

Hide Ads