Malioboro menjadi salah satu ikon pariwisata di Jogja. Tahukah kamu ada pohon asam jawa dan gayam yang menjadi perindang di sepanjang jalan tersebut?
Pantauan di lokasi, ada banyak pohon yang ditanam di sepanjang trotoar Malioboro. Di antaranya pohon asam jawa dan gayam yang tumbuh dan diberi pagar besi yang melingkari batangnya.
Filosofi Pohon Asam Jawa dan Gayam
Ternyata ada makna filosofis di balik penanaman pohon asam jawa dan gayam tersebut. Sebagai informasi, pohon asam jawa memiliki nama ilmiah Tamarindus indica.
Dilansir dari situs Keraton Jogja, pohon asam jawa memiliki makna nengsemake atau menarik hati. Sedangkan pohon gayam bermakna nggayuh atau meraih sesuatu, sedangkan kayu pohon gayam melambangkan jiwa pendeta. Hal ini bermakna agar manusia berkeinginan untuk mencari jalan keutamaan hidup dan mengharap anugerah dari Sultan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pohon gayam yang memiliki nama latin Inovarpus edulis ini merupakan pohon yang berasal dari kepulauan Nusantara. Pohon ini adaptif di segala jenis tanah, tapi tidak tahan kekeringan.
Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma, Florentinus Galih Adi Utama, S.S., M.A. (35), mengatakan kedua pohon tersebut menjadi salah satu toponimi daerah di Jogja yaitu Ngasem dan Gayam. Kedua wilayah ini menjadi pertanda jika pohon asam jawa dan gayam telah menjadi tanaman endemik di Jogja sejak dahulu.
"Yang pertama itu kalau gayam dimaknai ngayomi, itu kan teduh sifatnya. Sifat tanamannya itu meneduhi yang di bawahnya. Kalau yang asam itu permainan kata juga, itu nengsemake, itu bisa dimaknai semacam menyenangkan, membuat tenang. Tidak heran juga tanaman asam itu bagi orang Jogja dapat ditemui di makanan atau masakan, bahkan jamu ada yang menggunakan asam, itu menandakan bahwa tanaman asam ini sudah menjadi bagian bagi masyarakat Jawa," ujar Galih saat dihubungi detikJogja, Rabu (20/9/2023).
Galih menilai kedua pohon ini dipilih sebagai upaya mengembalikan tanaman-tanaman yang memiliki filosofi tinggi khususnya bagi Jogja. Penanaman jenis ini dilakukan ketika ada renovasi malioboro untuk membuat trotoar bagi pejalan kaki.
"Kalau tanaman asam di Jalan Malioboro, dulu kan masih trotoar, baru ditanami ketika ada projek sumbu filosofi yang baru saja disahkan. Kemudian besar ingin mengembalikan lagi tanaman-tanaman yang mempunyai filosofi sangat tinggi dan itu diletakkan di Malioboro. Kalau kita lihat tanamannya di Malioboro itu belum terlalu tua," jelasnya.
![]() |
Galih berharap pohon gayam dan asam jawa yang dijadikan bagian dari warisan budaya dunia ini menjadi pengingat bagi warga untuk menjaga lingkungan. Dia berharap generasi muda bisa sadar dan peduli dengan budayanya.
"Kalau harapan saya, ini kan sudah diakui dunia tentang filosofi yang lahir dari Jogja, harapannya adalah baik generasi yang sepuh maupun generasi muda muncul kesadaran kembali untuk mempelajari lingkungan sekitar, untuk menghargai lingkungan kehidupan," harapnya.
Tentang Pohon Asam Jawa dan Gayam
Terpisah, Dosen Dendrologi Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan UGM, Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D. (46), menjelaskan pohon asam jawa mudah dikenali dari buah polongnya yang berwarna cokelat. Daunnya termasuk tipe majemuk menyirip dengan anak daun yang kecil, rapat, dan lembut sehingga membentuk tajuk berbentuk bulat dengan kerapatan sedang hingga berat.
"Selain itu, pohon asam jawa nampak indah dari batangnya yang beralur seperti membentuk aliran sungai kecil di permukaan kulitnya. Perpaduan warnanya antara cokelat muda dan coklat tua. Kadang semakin kehitam-hitaman dengan alurnya yang nampak jelas," jelas Aus kepada detikJogja, Kamis (21/9).
Selengkapnya di halaman berikut.
Pohon ini memiliki batang berwarna coklat dengan alurnya yang khas. Selain itu, pertumbuhannya tergolong lambat sehingga sering digunakan dalam seni bonsai.
"Asam jawa berbatang monopodial dengan cabang-cabangnya tumbuh ke atas. Ranting daunnya kadang menjuntai. Pertumbuhannya lambat. Hal inilah pulalah yang menyebabkan asam Jawa mudah dibuat bonsai," lanjutnya.
Sementara itu, pohon gayam dikenali dari warna daunnya yang berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan letaknya yang berselingan. Helaian daunnya berbentuk oblong dan berukuran sedang sehingga membuat tajuknya lebat. Daunnya mempunyai tekstur kasar dan sedikit kaku.
Buah dari pohon gayam dapat dikonsumsi apabila telah direbus, dipanggang, atau digiling. Buah dan bijinya mengandung karbohidrat dan protein. Daunnya pun bisa dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan.
"Selain daun, pohon gayam mudah dikenali pula dari bentuk buah, batang, dan banirnya. Buahnya berbentuk bulat dengan tangkai buah pendek. Awalnya berwarna hijau, lalu lama kelamaan menjadi hijau kekuningan. Buah gayam ini berasa gurih dan tidak berbau sebagaimana jengkol. Banyak dimanfaatkan dalam bentuk gayam rebus, keripik gayam, dan lain-lain," jelas Atus.
Atus menerangkan kulit kayu pohon gayam juga bisa dimanfaatkan sebagai kerajinan, bahan pewarna maupun obat sakit perut. Pohon gayam ini cocok untuk ditanam di tepi sungai maupun sumber air.
"Batang gayam beralur, tidak bulat silindris, kadang terpuntir. Ketika pohonnya semakin besar, banirnya semakin banyak di segala arah dan meninggi namun tipis seperti papan. Untuk itu, pohon gayam memerlukan ruang tumbuh yang agak lebar. Cocok pula ditanam di tepi sungai atau sumber-sumber air," lanjutnya.
Tak hanya Malioboro, pohon gayam juga banyak ditemukan di sepanjang Jalan Marga Utama, Malioboro, sampai ke Marga Mulya. Jalan-jalan tersebut membentang dari Tugu Golong Gilig hingga ke Titik Nol Jogja (sumbu filosofi).
Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar dan Novi Vianita Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi