Tolak Pemotongan Gaji 2,5 Persen untuk Tapera, Buruh DIY: Harusnya Sukarela

Tolak Pemotongan Gaji 2,5 Persen untuk Tapera, Buruh DIY: Harusnya Sukarela

Dwi Agus - detikJogja
Selasa, 28 Mei 2024 12:39 WIB
hand showing rupiah money from wallet isolated on white background
Ilustrasi pemotongan gaji. Foto: Getty Images/iStockphoto/Dicky Algofari
Jogja -

Pemerintah menerapkan kebijakan pemotongan upah untuk tabungan perumahan rakyat (Tapera). Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI DIY) menentang kebijakan itu dan menilai harusnya bersifat sukarela.

"Tapera seharusnya bersifat sukarela. Sasarannya adalah buruh yang memang kesulitan memiliki rumah. Pemerintah juga harus bisa menjelaskan iuran Tapera tidak akan raib seperti kasus Jiwasraya," kata Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan saat dihubungi via telepon, Selasa (28/5/2024).

Untuk diketahui, dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat disebutkan besaran simpanan peserta ditetapkan 3 persen dari gaji dan upah, yang mana untuk peserta pekerja, besaran simpanan itu ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen, dan pekerja sebesar 2,5 persen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya kebijakan Tapera, Irsad mengatakan gaji buruh akan semakin banyak mengalami potongan.

"Jika ditotal, pekerja akan mengalami pemotongan upah kurang lebih 6,5 persen. Ini akumulasi dengan potongan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, jaminan hari tua atau dana pensiun yang sudah mencapai 4 persen dari upah," kata Irsad.

ADVERTISEMENT

Irsad menyebut potongan 2,5 persen dari gaji untuk Tapera itu memberatkan buruh dan juga menambah beban perusahaan.

"Para pekerja mandiri malah harus menanggung sendiri seluruh iuran Tapera, lebih berat dari pekerja formal yang mendapatkan bantuan iuran 0,5 persen dari pengusaha atau pemberi kerja," ujar dia.

Irsad menegaskan MPBI DIY menolak iuran Tapera. Berkaca pada kasus Jiwasraya, MPBI DIY meminta pemerintah agar membangun sistem pengamanan iuran Tapera terlebih dulu sebelum memotong gaji buruh.

Irsad menambahkan MPBI DIY juga meminta pemerintah memperbanyak pembangunan perumahan rakyat di DIY dengan skema uang muka 0 persen dan cicilan maksimal Rp 500 ribu per bulan.

"Jika tetap ingin lanjut, pemerintah harus menyempurnakan program jaminan perumahan rakyat. Lalu naikkan upah buruh 50 persen dan turunkan harga rumah 50 persen," tutur dia.

Sebelumnya, dilansir detikFinance, Senin (27/5), Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang bakal diwajibkan bagi semua pekerja, baik PNS maupun swasta.

Kebijakan ini cukup menarik perhatian, sebab tabungan perumahan itu mewajibkan potongan iuran dari gaji setiap bulan. Jumlah potongannya sendiri mencapai 3% dari total gaji para pekerja.

Menurut Jokowi, masyarakat memang pasti akan berhitung seberapa besar gaji yang bakal dipotong. Keberatan pasti akan muncul.

"Iya semua dihitung lah. Biasa. Dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau nggak mampu, berat atau nggak berat," ujar Jokowi ditemui di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/5), dikutip dari detikFinance.

Jokowi pun menyamakan kewajiban iuran Tapera lewat potongan gaji ini dengan iuran BPJS Kesehatan. Awalnya bagi masyarakat di luar penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan keberatan harus membayar iuran dari gajinya tiap bulan.

Seiring berjalannya program ini, masyarakat yang awalnya keberatan membayar iuran merasakan sendiri fasilitas kesehatan yang gratis.

"Seperti dulu BPJS, di luar yang PBI yang gratis 96 juta kan juga ramai tapi setelah berjalan saya kira merasakan manfaatnya bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya," ungkap Jokowi.

Jokowi yakin keuntungan-keuntungan bagi masyarakat seperti yang terjadi pada BPJS Kesehatan pasti akan dirasakan juga setelah semua berjalan. Dalam hal ini tabungan perumahan membuat masyarakat lebih mudah untuk memiliki rumah.

"Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra," pungkas Jokowi.




(rih/ams)

Hide Ads