Blak-blakan Wabup Kulon Progo Tata Birokrasi: Disiplinkan Pegawai-Kaji Tomira

Blak-blakan Wabup Kulon Progo Tata Birokrasi: Disiplinkan Pegawai-Kaji Tomira

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Selasa, 15 Jul 2025 11:50 WIB
Bupati Kulon Progo Agung Setyawan dan Wakil Bupati Ambar Purwoko. 


Foto diunggah Selasa (15/7/2025).
Bupati Kulon Progo Agung Setyawan dan Wakil Bupati Ambar Purwoko. (Foto: dok. Pemkab Kulon Progo)
Kulon Progo -

Empat bulan menjabat sebagai kepala daerah Kulon Progo, Agung Setyawan dan wakilnya Ambar Purwoko langsung tancap gas merevisi sederet kebijakan. Mulai dari disiplin pegawai, mengkaji ulang toko milik rakyat (Tomira), hingga rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Wakil Bupati Kulon Progo, Ambar Purwoko, menceritakan sejumlah kebijakan anyar tersebut. Pertama adalah gerakan disiplin pegawai yang digencarkan sejak dirinya menjabat. Hal ini dinilai cukup efektif membuat pegawai lebih disiplin, baik itu soal waktu maupun ketertiban dalam bekerja.

"Kebijakan yang sudah dilakukan, awal pertama kali masuk adalah tentang proses disiplinisasi pegawai terhadap kinerja. Hal ini alhamdulillah sampai saat ini kami sudah tidak melihat, dan kami sampai detik ini tidak mengetahui juga, dalam artian ketidakdisiplinan para pegawai. Alhamdulillah mereka taat dan menjunjung tinggi asas dan aturan UU dan hukum serta tata tertib," ucap Ambar saat ditemui detikJogja di ruang kerjanya, Wates, Kulon Progo, Senin (14/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menyusul kebijakan tersebut, Ambar juga berencana merombak sejumlah pejabat di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar sesuai dengan keilmuan serta keterampilannya. Ini dilakukan karena pihaknya melihat ada beberapa pejabat yang punya potensi lain, tapi ditempatkan di posisi yang kurang pas.

"Kebijakan lainnya adalah menentukan sesuatu akan baik, maksimal, dan terbaik jika menempatkan sesuai tempatnya. Saat ini mungkin ada beberapa bidang, kepala dinas, maupun sekretaris, kabag, kasi, yang tidak sesuai dengan ilmunya, serta kemampuan dan keahliannya akan ditempatkan sesuai keahliannya," terang Ambar.

ADVERTISEMENT

Godok Revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Di masa kepemimpinan Agung dan Ambar, Perda KTR juga bakal direvisi. Ambar mengatakan revisi diperlukan untuk memungkinkan potensi sponsor dari perusahaan-perusahaan bisa masuk ke Kulon Progo.

Hal tersebut dinilai penting guna menyemarakkan kembali Kulon Progo yang dulu ramai dengan event-event besar karena mendapat pendanaan dari perusahaan rokok. Di samping itu, ini sebagai upaya membuka peluang perusahaan rokok membantu pengembangan potensi muda dalam berbagai bidang.

"Perda (KTR) itu nggak kita hapus, tapi akan kita revisi, manakala satu Perda KTR bukan soal PAD, tapi potensi-potensi anak muda berprestasi misalnya kemarin ada yang mau dibiayai oleh suatu perusahaan (rokok) jadi belum bisa. Mau ngapain kegiatan olahraga itu juga belum bisa. Tentunya kalau merokok, kalau di sekolah kita larang, di kantor, di tempat ibadah, di rumah sakit, itu tetap sama. Akan tetapi kita coba mengeluarkan potensi yang memang bisa ada manfaatnya," ucapnya.

"Misalnya zaman dulu pas saya muda saya lihat road race di alun-alun, itu mau kita galakkan lagi. Di situ ekonomi bisa berputar, bisa tumbuh, jangan kaku-kaku. Intinya kita harus linier dengan kebijakan pusat dan kebijakan kita pasti kebijakan yang membersamai rakyat," imbuhnya.

Menjamurnya toko berjejaring yang bekerja sama dengan koperasi, yaitu Tomira atau singkatan dari Toko Milik Rakyat tak luput dari perhatian Ambar. Selama ini, Ambar melihat kehadiran Tomira justru jadi penyebab banyak pasar tradisional menjadi sepi, sehingga pihaknya pun mengkaji ulang manfaatnya.

"Toko berjejaring dalam awal mungkin sudah optimalkan, maksimalkan. Tapi mohon maaf itu pengkajian belum matang, maka kita kaji kembali matangkan kembali. Jangan sampai koperasi Tomira hanya kedok untuk mencari perizinan, karena fakta dan kenyataan di sini, Tomira jadi satu dengan pasar. Kita lihat pasar jadi sepi, pasar jadi mati, bahkan mungkin mendekati pasar ilang kumandange," ujarnya.

Selain itu, Tomira juga dianggap belum maksimal dalam menyerap produk UMKM lokal Kulon Progo. Hal ini membuat Ambar sempat geram sehingga meminta Tomira bisa menyediakan paling tidak 30 persen produk UMKM di etalase toko.

"Kedua UMKM. UMKM pada waktu itu sebelum saya menyampaikan uneg-uneg saya lihat itu bahwa 30 persen ada produk UMKM, pada saat itu tidak ada, dan itu saya gencarkan kepada semuanya, harus melakukan hal tersebut untuk kebaikan. Kepentingan ini bukan untuk kepentingan saya, melainkan kepentingan masyarakat. Otomatis dalam bidang bisnis saya mementingkan urusan pasar dan UMKM. Jangan sampai pasar mati, UMKM ikut mati," ucapnya.

Mengembalikan Batik Gunungan di Kulon Progo

Kebijakan lain yang diterapkan Agung-Ambar yakni mengembalikan simbol gunungan sebagai identitas Kulon Progo lewat karya batik. Sebelumnya batik Khas Kulon Progo bergambar Geblek Renteng, dan kini sudah berubah jadi Gunungan Binangun.

"Kalau batik itu sebenarnya kita ingin mengembalikan sangkan paraning dumadi. Di Jogja itu ada lima gunungan, dari Gunungkidul ada Gunungkidul Handayani, di Bantul ada Projotamansasi, Kota ada Segoro Amarta, Sleman ada Gunungan Sleman Sembada, lha saat ini Kulon Progo gimana. Nah kita ingin mengembalikan itu tadi gunungan Binangun, makanya batik kita itu Batik Gunungan Kerto Raharjo. Kedua ada batik Songsong Agung Ngambararum itu untuk gift untuk hadiah para pejabat," ujarnya.

Ambar tak menampik jika langkah ini sempat menuai pro-kontra di masyarakat terutama untuk penamaan Batik Songsong Agung Ngambararum, yang dicap sarat politik. Namun Ambar memastikan penamaan tersebut tidak ada kaitannya dengan isu yang beredar di masyarakat.

"Batik yang utama untuk batik adalah Gunungan Binangun Kerto Raharjo, itu yang dipakai untuk dan menjadi batik yang sudah paten, tapi untuk Songsong Agung Ngambararum itu hadiah. Karena batik ini adalah suatu payung yang bisa melindungi, mengayomi, memberi keharuman dan kedamaian," ujarnya.

"Oh nggak ada (unsur politik). Apalagi mau ditempel tempel di mana-mana itu nggak. Kita di Jogja itu punya branding makanan khas gudeg, toh di tembok-tembok nggak digambari gudeg, di jembatan nggak ditambahi gudeg. Kalau batik ya batik saja, tapi kalau gunungan itu adalah simbol, filosofi, eling asal e, eling baline. Kemarin mau angka 7,8,9,10 saiki wis wayahe bali ning gunungan yaitu Gunungan Binangun," lanjutnya.

Ambar menegaskan dia tidak akan menyalahgunakan kepemimpinannya untuk kepentingan pribadi. Semua murni demi kebaikan masyarakat Kulon Progo.

"Saya tegaskan saya tidak akan pernah menggunakan kepentingan kekuasaan ini untuk menginjak atau menzalimi masyarakat. Saya akan selalu cinta dan saya akan selalu membersamai masyarakat, karena basic kami dari awal adalah relawan, rela dan setia kawan. Makanya kita tunggu apapun masyarakat kita perhatikan, kita bersamai dan kita gandeng," ujarnya.




(ams/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads