Banyak umat Islam yang bertanya-tanya mengenai hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia. Apakah hal itu diperbolehkan dalam syariat Islam atau tidak tentu menjadi sangat penting untuk dipahami. Apalagi ketika seseorang sangat ingin menghadiahkan pahala ibadah kurban kepada orang tuanya yang telah wafat.
Berkurban sendiri dihukumi sunnah sebagaimana dijelaskan dalam buku Ayah Ibu Kubangunkan Surga Untukmu karya Muhammad Abdul Hadi. Hal ini berdasarkan pada sebuah hadits:
Rasulullah SAW bersabda, "Aku diperintahkan (diwajibkan) berkurban dan hal itu merupakan sunah bagi kalian," (HR. Tirmidzi).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai ulama memberikan pandangan berbeda mengenai hukum berkurban atas nama orang lain yang sudah meninggal. Penjelasan berikut bersumber dari beberapa buku karya para ulama dan ustadz yang telah membahasnya secara langsung. Mari kita simak!
Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal
1. Dilarang
Dalam buku Ayah Ibu Kubangunkan Surga Untukmu karya Muhammad Abdul Hadi dijelaskan bahwa terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia. Sebagian ulama menyatakan tidak membolehkan berkurban untuk orang yang telah meninggal, kecuali jika semasa hidup orang tersebut pernah berwasiat untuk dikurbani. Pendapat ini dipegang kuat oleh mazhab Syafi'i. Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab Minhaj Ath-Thalibin menyatakan:
"Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani," (Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar Al-Fikr, cetakan pertama, 1425 H atau 2005 M, halaman 321).
Pendapat serupa juga dikutip dalam 1001 Hal yang Paling Sering Ditanyakan tentang Islam oleh Ustaz Abu Muslim. Dalam buku tersebut ditegaskan bahwa berkurban untuk orang lain tidak sah kecuali dengan izinnya. Orang yang masih hidup tidak sah berkurban atas nama orang yang telah meninggal dunia, kecuali ada wasiat dari almarhum. Penjelasan ini sejalan dengan pendapat mayoritas ulama dari mazhab Syafi'i.
2. Diperbolehkan
Berbeda dengan pendapat di atas, sebagian ulama lain membolehkan berkurban untuk orang yang meninggal. Salah satunya adalah Abu Al-Hasan Al-Abbadi. Dalam kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab karya Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, dijelaskan bahwa:
"Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Ada pun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu Al-Hasan Al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan Ijma' para ulama," (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, Bairut-Dar Al-Fikr, tanpa tahun, jilid 8, halaman 406).
Pendapat Abu Al-Hasan Al-Abbadi ini menjadi dasar bagi mazhab Hanafi dan Hambali yang membolehkan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Dalam mazhab ini, kurban dipandang sebagai bentuk sedekah yang pahalanya dapat dihadiahkan kepada almarhum.
Syaratnya adalah niat harus diperjelas bahwa kurban tersebut ditujukan untuk orang tua atau siapa pun yang telah meninggal. Syarat-syarat kurban juga tetap harus dipenuhi sebagaimana mestinya.
Penjelasan yang serupa juga terdapat dalam buku 54 Tanya Jawab Masalah Hari Raya karya Muhammad Al-Utsaimin. Menurut beliau, berkurban hukumnya adalah sunnah muakkadah bagi orang yang mampu. Seseorang boleh berkurban untuk dirinya dan anggota keluarganya. Hanya saja, mengkhususkan kurban secara spesifik untuk orang yang sudah meninggal dunia tidak disunnahkan. Beliau menyatakan bahwa tidak terdapat satu pun riwayat dari Nabi Muhammad saw. yang menunjukkan bahwa beliau pernah berkurban secara khusus untuk orang yang sudah wafat. Dalam buku tersebut dijelaskan:
"Berkurban itu hukumnya sunnah muakaddah bagi orang yang mampu karena itu dia boleh berkurban untuk dirinya dan anggota keluarganya. Mengkhususkan kurban untuk mayat (orang yang sudah meninggal dunia) sama sekali tidak disunnahkan. Yang saya ketahui, tidak terdapat satu pun riwayat dari Nabi saw. yang menyatakan bahwa beliau berkurban secara khusus untuk orang yang sudah meninggal dunia, juga tidak terdapat riwayat dari para sahabat semasa beliau hidup."
Meskipun begitu, dalam pandangan Muhammad Al-Utsaimin, seseorang tetap boleh berkurban untuk dirinya dan anggota keluarganya, termasuk yang telah meninggal, selama niatnya mencakup seluruh anggota keluarga baik yang hidup maupun yang sudah wafat.
Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut, bagi seorang anak yang ingin berkurban atas nama orang tuanya yang telah meninggal, maka ia boleh mengikuti pendapat mazhab Hanafi dan Hambali yang membolehkannya. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah memperjelas niat bahwa kurban tersebut diniatkan untuk almarhum dan memastikan seluruh syarat kurban telah terpenuhi.
Karena hukum kurban adalah sunnah, maka ibadah ini tidak wajib dan hanya ditujukan bagi mereka yang benar-benar mampu. Bila belum mampu, niat baik itu tetap bisa diwujudkan di tahun-tahun berikutnya dengan menabung sedikit demi sedikit.
Melaksanakan kurban atas nama orang tua adalah salah satu bentuk pengabdian yang dapat meringankan beban mereka di alam kubur. Seperti yang dijelaskan dalam buku Ayah Ibu Kubangunkan Surga Untukmu, sesungguhnya tiada yang lebih membahagiakan bagi orang yang telah meninggal selain hadiah berupa doa dan pahala dari anak-anaknya. Maka, jangan ragu untuk berkurban atas nama orang tua tercinta sebagai bentuk cinta, bakti dan doa yang tidak pernah putus.
Syarat Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal
Berdasarkan pendapat Abu Al-Hasan Al-Abbadi, kurban yang dilakukan atas nama orang meninggal wajib memenuhi sejumlah syarat, sama halnya dengan berkurban untuk diri sendiri. Berikut ini adalah sejumlah syarat hewan kurban yang dikutip dari buku Ayah Ibu Kubangunkan Surga Untukmu.
Para ulama menyepakati bahwa yang boleh dikurbankan hanya binatang ternak. Pendapat tersebut diambil dari surah Al-Hajj ayat 34. Para ulama juga sepakat jenis-jenis hewan yang bisa dijadikan kurban di antaranya adalah unta, sapi, kambing, dan biri-biri. Masing-masing hewan tersebut boleh dikurbankan jika sudah mencapai batas usia minimal sebagai berikut:
- Unta: 5 tahun.
- Sapi: 5 tahun.
- Kambing: 2 tahun.
- Domba atau biri-biri: 1 tahun atau yang telah lepas giginya.
Selain itu, hewan yang dikurbankan harus sehat dan terhindar dari cacat. Hewan yang tidak boleh dikurbankan memiliki cacat sebagai berikut:
- Buta sebelah atau kedua matanya.
- Telinganya terpotong sebagian atau sepenuhnya.
- Sakit yang terlihat jelas dari luar.
- Tanduknya dicabut dari dasarnya.
- Kurus sekali sehingga kelihatan tulang-tulangnya.
- Kakinya pincang.
- Kakinya pecah sehingga tidak dapat berdiri.
Demikianlah tadi penjelasan lengkap mengenai hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal. Semoga bermanfaat!
(par/par)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa