Tata Cara Pembagian Daging Kurban yang Benar Sesuai Syariat Islam

Tata Cara Pembagian Daging Kurban yang Benar Sesuai Syariat Islam

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Kamis, 05 Jun 2025 15:01 WIB
Sejumlah petugas tengah melakukan penyembelihan hewan qurban di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (29/6/2023). Pada Idul Adha 1444 H kali ini, Masjid Sunda Kelapa menyembelih kambing, domba dan sapi.
Ilustrasi pembagian daging kurban. Foto: Grandyos Zafna
Solo -

Hari Raya Idul Adha sudah semakin dekat. Artinya, hewan kurban akan segera disembelih. Oleh karena itu, umat Islam, khususnya yang berkurban, wajib memahami tata cara pembagian daging kurban yang benar sesuai syariat Islam.

Dikutip dari buku Cara Berkurban tulisan Abdul Muta'al Al-Jabry, waktu penyembelihan hewan kurban sesuai syariat Islam dimulai setelah pelaksanaan sholat Idul Adha pada hari raya dan berlangsung selama tiga hari berikutnya, yaitu hari-hari tasyriq. Sementara itu, batas akhir penyembelihan saat matahari terbenam pada tanggal 13 Dzulhijjah, sehingga penyembelihan setelah waktu tersebut tidak sah sebagai kurban.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa seluruh hari tasyriq adalah waktu yang diperbolehkan untuk menyembelih kurban, sebagaimana dijelaskan oleh Ali RA, Imam Syafi'i, Atha', dan Al Hasan, serta didukung oleh riwayat dari Jubair bin Muth'im. Pendapat ini menolak bahwa kurban hanya boleh disembelih pada hari raya saja, mempertegas bahwa esensi kurban terikat dengan hari-hari yang telah ditentukan dalam rangka menghargai waktu dan menjalankan ibadah dengan disiplin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mari simak penjelasan lengkap di bawah ini untuk mengetahui tata cara membagikan daging kurban yang sesuai dengan syariat Islam.

Tata Cara Pembagian Daging Kurban yang Benar Sesuai Syariat Islam

Pembagian daging kurban merupakan bagian penting dari ibadah kurban yang diatur secara jelas dalam syariat Islam. Tujuannya tidak hanya memenuhi aspek ibadah, tetapi juga memperkuat nilai sosial dan solidaritas sesama umat. Berdasarkan penjelasan dari berbagai ulama dalam sejumlah kitab klasik maupun kontemporer, berikut ini adalah tata cara pembagian daging kurban yang benar sesuai syariat.

ADVERTISEMENT

1. Dimakan Sepertiga, Dibagi Sepertiga, Disimpan Sepertiga

Mayoritas ulama menganjurkan agar daging kurban dibagi menjadi tiga bagian. Sepertiga dimakan oleh orang yang berkurban dan keluarganya, sepertiga diberikan kepada kerabat dan tetangga sebagai hadiah, serta sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin. Pendapat ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:

كُلُوا، وَأَطْعِمُوا، وَادْخِرُوا.
"Makanlah, berikanlah, dan simpanlah." (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Daud)

Dalam buku Fikih Sunnah Jilid 5 karya Sayyid Sabiq dijelaskan bahwa inilah tata cara yang paling utama. Para ulama bahkan menegaskan bahwa kulit hewan kurban pun tidak boleh diperjualbelikan dan tidak boleh dijadikan imbalan untuk tukang potong. Mereka tetap diberi upah tersendiri. Pendapat ini memperlihatkan betapa pentingnya menjaga keikhlasan dalam berkurban dan menghindari unsur komersialisasi.

2. Memprioritaskan Kerabat dan Tetangga dalam Pembagian

Kerabat dan tetangga memiliki hak utama dalam menerima bagian daging kurban. Dalam buku Cara Berkurban, Abdul Muta'al Al-Jabry menyebutkan bahwa mengutamakan mereka dapat memperkuat jalinan ukhuwah Islamiyah. Dasar dari amalan ini adalah firman Allah:

وَأُولُوا الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya di dalam Kitab Allah." (QS. Al-Anfal [8]: 75)

Selain itu, Rasulullah SAW bersabda:

ابْدَأَ بِنَفْسِكَ ثُمَّ مَنْ تَعُولُ
"Mulailah dari dirimu, kemudian orang yang ada dalam tanggunganmu." (HR. Muslim)

Memberi daging kurban kepada keluarga dekat bukan hanya mempererat hubungan emosional, tetapi juga menjaga nilai sosial dan ekonomi dalam masyarakat.

3. Disedekahkan kepada Fakir Miskin dan Orang Membutuhkan

Memberikan daging kurban kepada fakir miskin merupakan bagian utama dari pelaksanaan ibadah kurban. Dalam buku Cara Berkurban oleh Abdul Muta'al Al-Jabry disebutkan bahwa daging kurban bisa didistribusikan hingga ke luar desa apabila dibutuhkan. Penyaluran ini memperkuat nilai sosial dan memperluas manfaat ibadah kurban ke lebih banyak penerima.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengambil sepertiga daging kurban untuk keluarganya, sepertiga diberikan kepada fakir miskin, dan sepertiga lainnya kepada orang yang membutuhkan. Ini menunjukkan fleksibilitas dalam pembagian berdasarkan kondisi masyarakat sekitar. Ditekankan pula dalam Al-Quran:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
"Maka makanlah sebahagian daripadanya dan berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir." (QS. Al-Hajj [22]: 28)

4. Tidak Dimakan Bila Kurban Nadzar

Apabila kurban yang dilakukan adalah kurban nadzar, maka seluruh bagian dagingnya wajib disedekahkan. Orang yang berkurban dan orang-orang yang menjadi tanggungannya tidak boleh memakan sedikit pun darinya. Penjelasan ini terdapat dalam buku 33 Tanya Jawab Seputar Qurban oleh Abdul Somad.

Kurban nadzar merupakan ibadah yang telah dijanjikan sebelumnya, sehingga seluruh hasilnya diperuntukkan sebagai bentuk sedekah. Hal ini juga menjadi pembeda dengan kurban sunnah, di mana pemilik kurban masih dianjurkan untuk mengambil sedikit dagingnya sebagai berkah dari ibadah tersebut.

5. Tidak Diperbolehkan Dijual, Termasuk Kulitnya

Seluruh bagian dari hewan kurban tidak boleh dijual, termasuk kulitnya. Hal ini dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah Jilid 5, di mana disebutkan bahwa bahkan kulit hewan kurban tidak boleh dijual dan dijadikan imbalan.

Jika diperlukan, menurut Abu Hanifah, kulit tersebut boleh dijual lalu uang hasilnya disedekahkan atau dibelikan kebutuhan rumah tangga yang bermanfaat. Ketentuan ini bertujuan agar seluruh unsur dari kurban tetap berada dalam kerangka ibadah dan bukan menjadi sarana memperoleh keuntungan duniawi.

6. Boleh Diberikan kepada Nonmuslim dalam Kondisi Tertentu

Dalam konteks sosial yang lebih luas, pembagian daging kurban juga dapat mencakup umat nonmuslim, selama itu bukan kurban nadzar yang telah dikhususkan untuk orang tertentu. Hal ini dijelaskan dalam buku Cara Berkurban yang mengutip pendapat mazhab Hambali. Dalam mazhab tersebut diperbolehkan memberi daging kurban kepada kaum dzimmi (nonmuslim yang dilindungi). Pendapat ini merujuk pada status kurban sebagai shadaqah tathawwu (shadaqah sunnah).

Daging kurban bahkan boleh diberikan kepada tawanan perang. Hanya zakat dan jenis sedekah wajib yang tidak boleh diberikan kepada nonmuslim, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi SAW:

صَدَقَةٌ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Shadaqah itu diambil dari orang-orang kaya untuk orang-orang miskin yang ada di antara kamu (kaum muslim)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah pemaparan lengkap mengenai tata cara pembagian kurban yang benar sesuai dengan syariat Islam. Semoga bermanfaat!




(par/apl)


Hide Ads