Polres Bantul Ungkap Duduk Perkara Narasi Viral Polisi Bekingi DC di Sewon

Polres Bantul Ungkap Duduk Perkara Narasi Viral Polisi Bekingi DC di Sewon

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Rabu, 17 Jul 2024 16:11 WIB
Kantor Polres Bantul di Jalan Jenderal Sudirman, Bantul, Sabtu (6/4/2024).
Kantor Polres Bantul di Jalan Jenderal Sudirman, Bantul, Sabtu (6/4/2024). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Bantul -

Polisi mengungkap duduk perkara dua anggota Polsek Sewon yang dinarasikan di postingan media sosial menjadi beking debt colector (DC) yang melakukan penagihan di Bangunharjo, Sewon, Bantul.

Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry mengatakan, saat tiba di lokasi kejadian, dua anggota Polsek Sewon itu telah mendapati pihak DC dan si pengemudi mobil tengah cekcok.

"Sampai di lokasi, dua anggota Polsek Sewon mendapati sopir dan DC cekcok. Selain itu, kedua anggota tidak tahu apa penyebab cekcok saat itu," kata Jeffry kepada detikJogja, Rabu (17/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jeffry menjelaskan, kejadian bermula saat Polsek Sewon menerima telepon dari warga terkait adanya perselisihan antara sopir mobil dengan DC di salah satu homestay di Bangunharjo, pada Sabtu (13/7) sekitar pukul 12.00 WIB. Selanjutnya, dua anggota Polsek Sewon langsung mendatangi lokasi kejadian.

Setelah memintai keterangan kedua belah pihak, dua anggota Polsek Sewon itu mengetahui bahwa pihak DC tersebut cekcok dengan sopir mobil asal Jombang, Jawa Timur. Penyebab cekcoknya, mobil itu sudah menunggak angsuran beberapa bulan dan sudah ada berita acara penyerahan dari debitur serta dokumentasi saat berita acara penyerahan di Jombang.

ADVERTISEMENT

"Tapi dari pihak sopir menolak untuk menyerahkan mobilnya," ujar Jeffry.

Oleh sebab itu, kata Jeffry, anggota Polsek Sewon menyarankan kedua belah pihak melakukan mediasi di Polsek Sewon. Namun, sopir mobil enggan melakukan mediasi di Polsek.

"Akhirnya mediasi di tempat dan disepakati selesai dengan kesepakatan sopir bersedia menyerahkan mobil dan dari DC memfasilitasi sopir untuk pulang ke Jombang," ucapnya.

Berkaca dari kejadian tersebut, Jeffry meminta masyarakat agar tidak segan melapor jika tindakan debt collector (DC) melampaui batas atau melanggar hukum saat melakukan penagihan.

Jeffry menerangkan, ada tiga hal yang tak boleh dilakukan oleh DC saat melakukan penagihan. Pertama, kata Jeffry, adalah menggunakan cara ancaman. Kedua, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan. Ketiga, memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.

"Jika hal tersebut dilakukan, debt collector dapat dikenakan sanksi pidana," kata Jeffry.

"Sementara pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang menggunakan jasa debt collector tersebut dikenakan sanksi administratif oleh OJK (otoritas jasa keuangan)," sambung dia.

Jeffry menambahkan, jika didatangi oleh DC, konsumen berhak melihat kartu identitas dan sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK.

Konsumen juga berhak melihat surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan fidusia dari debt collector. Hal itu mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35/POJK.05/2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan.

"Karena sesuai dengan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi), hanya PN (Pengadilan Negeri) yang bisa melakukan penegakan UU Fidusia berupa penarikan kendaraan yang kreditnya macet. Di mana hal itu jika terjadi wanprestasi pembayaran," terang Jeffry.

Jeffry juga mengimbau pihak konsumen untuk taat terhadap isi kontrak dan menghindari wanprestasi atau lalai memenuhi janji agar terhindar dari kejaran DC. "Sehingga kalau jadi konsumen juga harus bijak, berkomitmen dan bertanggung jawab," pungkasnya.




(dil/cln)

Hide Ads