- Bacaan Niat Puasa 9 dan 10 Muharram Niat Puasa Tasua 9 Muharram Niat Puasa Asyura 10 Muharram
- Waktu Niat Puasa Tasua dan Asyura
- Tata Cara Puasa Sunnah 9 dan 10 Muharram
- Keutamaan Puasa 9 dan 10 Muharram 1. Puasa pada Muharram Paling Utama setelah Ramadhan 2. Puasa Asyura Menghapus Dosa Setahun Lalu 3. Puasa Tasua Amalan Pembeda dari Ibadah Yahudi
Imam an-Nawawi meletakkan hadits tentang niat di urutan pertama dalam kitabnya, Arbain Nawawiyah. Hadits tersebut berbunyi:
عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ أَبِي حَفْصِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةِ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
Artinya: "Dari Amirul Mu'minin, Abi Hafs Umar bin al-Khattab RA, dia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan."
Lebih lanjut, dilansir NU Jawa Tengah, salah satu kandungan hadits di atas adalah bahwasanya bagi setiap ibadah, dipersyaratkan niat. Seseorang juga akan mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Bila niatnya baik, maka ganjaran yang akan diterima juga baik, begitu pula sebaliknya.
Berhubung urusan niat ini penting, mari simak pembahasan lebih lanjut mengenai bacaan niat puasa 9 dan 10 Muharram yang dapat dilakukan di bulan Muharram yang saat ini sedang berlangsung.
Bacaan Niat Puasa 9 dan 10 Muharram
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu dikabarkan bahwasanya terdapat perbedaan pendapat mengenai masalah pelafalan niat. Pendapat pertama menyebut niat cukup dalam hati saja, tidak perlu dilafalkan sama sekali.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam buku Catatan Fikih Puasa Sunnah oleh Hari Ahadi menjelaskan alasannya,
فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَقُولُ قَبْلَ التَّكْبِيرِ شَيْئًا وَلَمْ يَكُنْ يَتَلَفَظُ بِالنِّيَّةِ لَا ! ا في الطَّهَارَةِ وَلَا فِي الصَّلَاةِ وَلَا : في الصيام وَلَا فِي الْحَجَ. وَلَا غَيْرِهَا مِنْ الْعِبَادَاتِ وَلَا خُلَفَاؤُهُ وَلَا أَمَرَ أَحَدًا ) أن يَتَلَفَظَ بِالنِّيَّةِ.. وَلَوْ كَانَ ذَلِكَ مُسْتَحَبًّا لَفَعَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَعَلِمَهُ الْمُسْلِمُونَ.
Artinya: "Nabi Muhammad, beliau sebelum ber-takbiratul ihram tidak membaca apapun, beliau juga tidak melafalkan niat baik sebelum bersuci, sebelum sholat, sebelum berpuasa, sebelum berhaji, maupun ibadah-ibadah lain. Para Khulafaur Rasyidin juga demikian. Nabi Muhammad pun tidak pernah memerintahkan pada seorang pun untuk melafalkan niat... Seandainya melafalkan niat adalah hal yang dianjurkan maka tentunya sudah dilakukan oleh Nabi dan pasti itu diketahui oleh umat Islam." (Majmu' al-Fatawa XXII halaman 221-222)
Selain Ibnu Taimiyah, Abu Bakr ad-Dimyathi asy-Syafi'i juga mengungkapkan hal senada,
أن النية فى القلب لا باللفظ ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه
Artinya: "Sesungguhnya niat terletak di hati bukan pada lafal. Memaksakan diri untuk mengucapkan niat termasuk perbuatan yang tidak perlu dilakukan." (I'anah ath-Thalibin, I/90)
Sementara itu, pendapat kedua menyatakan bahwasanya melafalkan niat hukumnya sunnah, tidak wajib. Hal ini dilakukan untuk membantu konsentrasi hati dalam berniat. Disadur dari NU Online, Sayyid Bakri berkata,
النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب
Artinya: "Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunnahkan." (I'anah ath-Thalibin halaman 221)
Usai mengetahui perbedaan pendapatnya, bagi detikers yang memilih mengikuti pendapat kedua, ini bacaan niat puasa 9 dan 10 Muharram dikutip dari laman NU Banten:
Niat Puasa Tasua 9 Muharram
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى
Arab Latin: Nawaitu shauma ghadin 'an adâ'i sunnatit Tasû'â lillâhi ta'âlâ.
Artinya: "Aku berniat puasa sunnah Tasua esok hari karena Allah SWT."
Niat Puasa Asyura 10 Muharram
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Arab Latin: Nawaitu shauma ghadin 'an adâ'i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta'âlâ.
Artinya: "Aku berniat puasa sunnah Asyura esok hari karena Allah SWT."
Waktu Niat Puasa Tasua dan Asyura
Sebagai informasi, kedua puasa ini, yakni Tasua dan Asyura tergolong dalam jenis puasa sunnah yang berkaitan dengan waktu khusus. Artinya, seseorang sudah harus berniat sejak malam hari atau sebelum subuh sebagaimana penjelasan dalam buku Catatan Fikih Puasa Sunnah oleh Hari Ahadi.
Apabila terlewat, umpamanya akibat tertidur, puasanya tetap sah, tetapi sebagai puasa sunnah biasa, bukan puasa Tasua atau Asyura. Sebab, ia tidak dianggap menjalankan puasa penuh selama sehari (sejak subuh hingga matahari terbenam hari Tasua dan Asyura).
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata,
أن النفل المقيد كالفرض، يعنى مثلا : إنسان يريد أن يصوم ستة أيام من شوال فلا بد أن ينويها من قبل الفجر، ولا يصح أن ينويها في أثناء النهار، ولو صح النفل المطلق
Artinya: "Puasa sunnah yang tertentu waktunya memiliki hukum yang sama seperti puasa wajib [yaitu harus berniat dari malam/sebelum subuh]. Jadi umpamanya, seseorang ingin berpuasa enam di bulan Syawal, maka dia harus berniat dari sebelum subuh. Tidak sah [puasa enamnya] jika dia baru berniat di waktu siang, meskipun sah sebagai puasa sunnah yang tidak terikat." (Fath Dzil Jalali wal Ikram, VII/89)
Tata Cara Puasa Sunnah 9 dan 10 Muharram
Disarikan dari buku Berbagi Faedah Fikih Puasa dari Matan Abu Syuja karya Muhammad Abduh Tuasikal, tata cara mengamalkan kedua puasa ini adalah:
- Berniat untuk puasa
- Makan sahur sesuai sunnah Rasulullah SAW
- Menghindari hal-hal yang membatalkan atau mengurangi pahala puasa
- Menyegerakan berbuka
Lebih lanjut, dirujuk dari Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyah oleh Abu Ubaidah Yusuf dan Abu Abdillah Syahrul Fatwa, terdapat tiga tingkatan pengerjaan puasa Asyura. Ketiganya sebagaimana tertulis dalam kitab Zadul Ma'ad oleh Ibnul Qayyim adalah:
- Puasa sehari sebelum dan sesudahnya. Jadi, puasa pada 9, 10, dan 11 Muharram. Ini adalah tingkatan paling sempurna.
- Puasa pada 9 dan 10 Muharram saja
- Puasa pada 10 Muharram saja
Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari menjelaskan,
و) يوم (عاشوراء) وهو عاشر المحرم لأنه يكفر السنة الماضية كما في مسلم (وتاسوعاء) وهو تاسعه لخبر مسلم لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع فمات قبله والحكمة مخالفة اليهود ومن ثم سن لمن لم يصمه صوم الحادي عشر بل إن صامه لخبر فيه
Artinya: "(Disunnahkan) puasa hari Asyura, yaitu hari 10 Muharram karena dapat menutup dosa setahun lalu sebagai hadits riwayat Imam Muslim. (Disunahkan) juga puasa Tasua, yaitu hari 9 Muharram sebagai hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, 'Kalau saja aku hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa Tasua.' Tetapi Rasulullah SAW wafat sebelum Muharram tahun depan setelah itu. hikmah puasa Tasua adalah menyalahi amaliyah Yahudi. Dari sini kemudian muncul anjuran puasa hari 11 Muharram bagi mereka yang tidak berpuasa Tasua. Tetapi juga puasa 11 Muharram tetap dianjurkan meski mereka sudah berpuasa Tasua sesuai hadits Rasulullah SAW."
Juga penjelasan Ibnul Mulaqqin:
لأي معنى استحب صوم التاسع ؟ فقيل لمخالفة أهل الكتاب في إفراد الصوم، فعلى هذا يسن لمن تركه صوم الحادي عشر
"Apa sebab dianjurkannya berpuasa di tanggal sembilan? Ulama mengatakan, yaitu dalam rangka menyelisihi ahli kitab yang hanya berpuasa di satu hari saja [hanya tanggal 10 al-Muharram]. Oleh karenanya, disunnahkan bagi yang tidak berpuasa di tanggal sembilan agar berpuasa pada tanggal sebelasnya." (Umdah al-Muhtaj, V/227)
Namun, apakah boleh jika ingin berpuasa pada 10 Muharram saja? Dalam artian, tanpa pengerjaan puasa Tasua ataupun puasa pada 11 Muharram. Syaikh al-Utsaimin menerangkan,
أكْثَرُ العلماء على جواز إفراد عاشوراء بالصيام، ولكن ينبغي ألا يُفْرَد؛ لأنَّ النبي - صلى الله عليه وعلى آله وسَلَّمَ قال: «لَينْ عِشْتُ إلَى قَابِل لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ». يَعْنِي: مع العاشر.
Artinya: "Mayoritas ulama berpendapat boleh jika hanya berpuasa pada tanggal sepuluh al-Muharram. Akan tetapi sebaiknya tidak sehari itu saja, berdasarkan sabda Nabi, 'Seandainya saya masih hidup hingga tahun depan maka saya akan berpuasa di tanggal sembilan.' Artinya, dengan tanggal sepuluh juga." (Fatawa 'ala ath-Thariq hal 422)
Keutamaan Puasa 9 dan 10 Muharram
Kedua puasa ini memiliki sejumlah keutamaan yang perlu umat Islam ketahui. Berbekal pengetahuan tentangnya, umat Islam dapat lebih bersemangat lagi dalam menunaikan amal satu ini. Ini uraian ringkasnya:
1. Puasa pada Muharram Paling Utama setelah Ramadhan
Puasa selama Muharram, termasuk padanya 9 dan 10 Muharram, adalah sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan. Landasannya adalah hadits riwayat Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
Artinya: "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara sholat yang paling utama setelah sholat wajib adalah sholat malam." (HR. Muslim no. 1163)
2. Puasa Asyura Menghapus Dosa Setahun Lalu
Rasulullah SAW bersabda,
صِيَامُ يَوْمٍ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Artinya: "Puasa Asyura, aku memohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR Muslim 1162)
3. Puasa Tasua Amalan Pembeda dari Ibadah Yahudi
Ibnu Abbas berkata,
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّهُ يَوْمُ تُعَظِمُهُ الْيَهُودُ، وَالنَّصَارَى، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " : " فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ " . قَالَ : فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوفَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: "Saat Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, saat itu para sahabat menyampaikan, 'Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.' Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Pada tahun depan insya allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (al-Muharram).' Belum tiba tahun berikutnya melainkan Rasulullah SAW telah wafat." (HR Muslim 1134)
Demikian uraian seputar bacaan niat puasa 9 dan 10 Muharram, lengkap dengan waktu dan tata caranya. Jangan sampai ketinggalan dua puasa ini, ya, detikers!
(sto/dil)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka