Pemerintah memberlakukan kebijakan membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur afirmasi disabilitas dengan kuota khusus. Namun, pada praktiknya masih banyak pekerjaan rumah (PR) bagi sekolah.
Pakar Kebijakan Pendidikan sekaligus dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Dr. Arif Rohman menilai kuota dalam kebijakan sekolah inklusif yang menerima siswa disabilitas atau anak berkebutuhan khusus (ABK) ini masih kurang. Meski begitu, jika kuotanya ditambah, bakal berdampak pada pihak sekolah.
"Sekolah inklusif atau kelas inklusif, jadi memfasilitasi anak-anak ABK. Nah ini kuotanya terlalu sedikit. Padahal kenyataannya ini kalau menurut statistik semakin banyak," ujar Arif saat dihubungi detikJogja via telepon, Kamis (11/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah tapi sekolah juga khawatir kalau terlalu banyak ABK nanti, satu akan menyulitkan guru untuk mengajar, kedua nanti kalau harus bersaing dengan sekolah yang berkompetisi itu agregat atau rata-ratanya akan turun. Ini memang dilema ketika pemerintah menerapkan kebijakan sekolah inklusif," sambungnya.
Arif menilai kebijakan ini harus rutin dievaluasi jika bakal terus diberlakukan. Utamanya soal kesiapan sekolah untuk memfasilitasi siswa disabilitas.
"Maka harus dipikirkan, satu jumlah kuota, kedua dari sisi kesiapan sekolah, seperti apakah ada guru pendamping khusus. Seringkali terbatas jumlahnya bahkan tidak ada," jelas Arif.
"Kemudian beberapa sarana misalnya tangga, kamar kecil, parkir, dan sebagainya, itu kan seringkali masih untuk layanan anak-anak non-ABK. Padahal misalnya di sana sudah menampung anak-anak ABK," sebut Arif.
Arif menyebut tak hanya peran sekolah tapi peranan orang tua juga penting dalam hal ini. Menurutnya, orang tua siswa disabilitas memang harus mengeluarkan effort yang lebih, utamanya soal cara anak bersosialisasi saat di sekolah.
"Orang tua juga harus sadar diri, spend lebih untuk mencari guru pendamping, sering datang ke sekolah, sering diskusi dengan guru, untuk kebaikan anak-anaknya," tutupnya.
(ams/rih)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
Cerita Warga Jogja Korban TPPO di Kamboja, Dipaksa Tipu WNI Rp 300 Juta/Bulan
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi