Beberapa waktu ini ramai kebijakan mengenai penanganan anak nakal yang dikirim ke barak TNI untuk mengikuti pendidikan karakter. Kebijakan ini diterapkan berdasarkan aturan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Bupati Cianjur Mohamad Wahyu Ferdian, Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein, dan Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie.
Di Jawa Barat, kebijakan tersebut telah berlangsung selama beberapa hari.DediMulyadi selaku Gubernur menyebutkan telah banyak perubahan sikap dari siswa yang mengikuti kegiatan ini.
"Anak-anaknya sudah mengalami banyak perubahan ya. Minimal yang suka merokok, berhenti merokoknya, yang suka minum tiap malam, berhenti minum tiap malamnya," kata Dedi dalam detikJabar, Rabu (7/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, kebijakan tersebut mendapat kritikan dari berbagai akademisi, salah satunya Radius Setiyawan akademisi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya). Menurut Radius, langkah tersebut tidak sejalan dengan paradigma pendidikan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak.
"Mengirim anak-anak nakal ke barak militer bukan solusi yang tepat. Terdapat tiga alasan utama mengapa kebijakan ini problematik dari sudut pandang pendidikan," ujar Radius selaku Dosen Kajian Budaya dan Media dalam laman UM Surabaya dikutip Minggu (11/5/2025).
Barak Militer Tidak Bisa Disamakan dengan Lembaga Pendidikan Anak
Menurut Radius, tujuan barak militer sangat berbeda dengan lembaga pendidikan anak. Di barak, tentara dilatih untuk memiliki fisik dan mental yang kuat melalui metode disiplin keras, termasuk bentakan dan hukuman fisik.
"Secara paradigmatik, logika kebijakan ini bermasalah. Pendidikan anak tidak seharusnya disamakan dengan pendidikan militer," tegasnya.
Radius mengatakan apabila sekolah dianggap belum mampu menghasilkan siswa yang berkarakter baik, maka langkah yang lebih tepat adalah memperbaiki kualitas sekolah tersebut.
Menurut Radius, pendekatan militeristik juga berisiko menciptakan trauma bagi anak-anak yang ditempatkan di lingkungan disiplin ketat.
"Mereka tidak sedang berhadapan dengan musuh negara, melainkan anak-anak yang butuh bimbingan dan rehabilitasi psikologis. Pendekatan militeristik bisa menjadi bumerang jika tidak ditangani secara komprehensif," jelasnya.
Definisi Ulang Anak Nakal
Selain itu, Radius menyinggung definisi anak nakal yang dimasukkan ke barak militer. Menurutnya, anak nakal bukan berarti tidak cerdas atau tidak punya potensi.
Radius menekankan kenakalan harus dipandang sebagai gejala dari permasalahan yang lebih mendasar. Oleh karena itu, perlu pendekatan pendidikan yang lebih konstruktif dan berbasis psikologi perkembangan anak.
"Intervensi pendidikan harus dilakukan secara sistematis, bukan dengan cara-cara instan yang justru dapat memperburuk kondisi anak," tegasnya.
Radius juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap program-program pencegahan kenakalan remaja berbasis pendidikan dan konseling.
"Jika pemerintah serius menangani kenakalan remaja, maka langkah yang harus ditempuh adalah memperkuat peran sekolah, keluarga, dan komunitas. Bukan dengan menerapkan sistem disiplin ala militer," pungkasnya.
(nir/nah)