Masih ingat keluarga Sumiran penghuni terakhir 'Kampung Mati' di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)? Keluarga Sumiran dibuatkan hunian baru yang lebih dekat dengan perkampungan, namun Sumiran dan istrinya tetap beraktivitas di rumah lamanya.
Kampung Mati merupakan julukan bagi bekas permukiman penduduk yang ada di tengah hutan perbukitan menoreh Kulon Progo. Secara administratif, kampung yang oleh warga sekitar diberi nama Kampung Suci ini berada di wilayah Dusun Watubelah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo.
Dari pusat Kota Jogja, jarak yang ditempuh untuk bisa sampai Dusun Watubelah berkisar 33 km atau 1 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak dari Kota Wates, Ibukota Kulon Progo ke sini mencapai 12 km atau 30 menit perjalanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Senin (1/7/2024), detikJogja kembali mengunjungi Kampung Mati. Sama seperti kunjungan sebelumnya, perjalanan ke sini harus dilalui dengan berjalan kaki sejauh 2 km dari pintu masuk kampung hingga titik utama yakni di tengah hutan Dusun Watu Belah.
Jalan kaki memang jadi satu-satunya cara untuk bisa mencapai kampung ini karena akses jalan masih berupa tanah berbatu dengan tingkat kemiringan hingga 70 derajat. Oleh sebab itu, tidak memungkinkan kendaraan untuk melintas.
Kondisi di Kampung Mati sendiri tak banyak berubah. Puing-puing bangunan bekas rumah warga masih terlihat jelas. Bahkan pondasinya tetap kokoh, seakan tak termakan zaman.
Suasana kampung ini juga masih sama. Letaknya yang jauh dari perkotaan membuat Kampung Mati terasa begitu tenang. Hanya semilir angin dan kicauan burung yang jadi satu-satunya sumber suara pemecah kesunyian. Meski begitu, Kampung Mati belum benar-benar mati dari aktivitas manusia.
Keluarga Sumiran Tetap Bertahan
Dalam kunjungan ini, detikJogja kembali berjumpa dengan satu-satunya keluarga yang jadi penghuni terakhir Kampung Mati.
Keluarga ini beranggotakan pasutri Sumiran (50) dan Sugiati (51) serta dua anaknya Agus Sarwanto (24) dan Dewi Septiani (11).
Sejak akhir 2023, keluarga Sumiran sebenarnya sudah punya hunian baru yang letaknya lebih strategis dibandingkan rumah lamanya di Kampung Mati. Rumah baru yang dibangun dari program bedah rumah dan bantuan para donatur ini masih berada di wilayah Dusun Watunbelah, dan dekat dengan akses utama menuju jalan desa.
![]() |
Meski sudah punya rumah baru yang lebih representatif, keluarga ini ternyata lebih sering beraktivitas di rumah lamanya di Kampung Mati. Terutama bagi Sumiran dan Sugiati.
"Saya dan suami lebih sering di sini mas, kadang juga tidurnya di sini. Kalau anak-anak itu yang sering di rumah baru," ucap Sugiati saat ditemui di Kampung Mati kemarin.
Sugiati menuturkan rasa nyaman jadi alasan utama dia dan suami masih betah menetap di rumah lamanya di Kampung Mati. Di samping itu, akses air bersih di Kampung Mati juga lebih terjamin.
"Ya karena memang nyaman mas, apalagi kalau di sini gampang nyari airnya, deket sama sumber air. Kalau yang rumah baru itu kadang susah dapet air, misal mau ke sungai juga jauh," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Sumiran. Dia merasa lebih tenang jika tinggal di sini karena segala kebutuhan sudah terpenuhi oleh alam sekitar.
"Karena saya masih senang di sini, tempatnya nyaman. Umpami pados kayu cerak ten mriki (seumpama cari kayu lebih dekat di sini)," ucapnya.
Pria yang bekerja sebagai tukang kayu ini mengatakan rumah barunya lebih diprioritaskan untuk Agus dan Septi. Khususnya untuk Septi, rumah baru itu jadi semacam tempat transit sepulang sekolah.
Dia merasa kasihan jika anak bungsunya harus berjalan kaki menyusuri bukit untuk pulang ke rumah lamanya di Kampung Mati.
"Ya rumah baru ditempati tapi anak-anak, kalau pulang sekolah kan di sana ada tempatnya. Kalau ke sini kasihan anak kecil," ungkapnya.
Dukuh Watubelah, Sutatik menerangkan keluarga Sumiran jadi penghuni terakhir Kampung Mati sejak perpindahan warga kampung tersebut lima tahun lalu. Dulunya ada sekitar 12 keluarga yang mendiami lokasi ini.
"Kalau Kampung Suci itu ya dulunya banyak warganya, di kampung suci itu sekitaran 12-an KK, tapi karena dengan medan yang sulit, cuma jalan setapak jadi yang punya lahan di atas mereka pada pindah. Nah karena Pak Sumiran belum punya lahan dulunya, jadi tinggal Pak Sumiran saja yang belum pindah," ucapnya.
Berjalannya waktu, lanjut Sutatik, ada kerabat dari pihak Sumiran yang mengizinkan lahannya untuk didirikan rumah. Lahan itulah yang kini jadi hunian baru untuk keluarga Sumiran.
"Setelah salah satu keluarga ada yang mengizinkan, silakan didirikan rumah dengan bantuan bedah rumah itu makanya Pak Sumiran juga ditarik ke atas. Namun karena beberapa kendala jadi belum ditempati sampai tahun kemarin, tahun 2023," ucapnya.
"Nah baru saja kemarin itu karena datangnya para YouTuber, setelah itu dibantu YouTuber untuk membereskan semua itu jadi saat ini sudah klir dan Pak Sumiran sudah bisa tinggal di sana. Cuma itu belum bisa disertifikat, tapi sudah boleh ditempati," imbuh Sutatik.
Kendati begitu, Sutatik menyebut jika Sumiran dan istrinya memang lebih sering tinggal di rumah lamanya di Kampung Mati.
"Masih karena aktivitas sehari-harinya kan tukang, biasanya kalau tukang itu katanya malam sampai jam 2, jadi kalau pas di atas (rumah baru) kan berisik ya, mungkin ngerasa nggak enak ya, jadinya kalau malam tetap di rumah lama," ujarnya.
Adapun untuk rumah baru masih tetap dikunjungi keluarga ini setiap hari. "Setiap harinya tetap dikunjungi, tetap ada, cuma untuk bermalam karena tukang itu kan jadi sering di bawah (rumah lama)," ucapnya.
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi