DPRD Jogja Sebut Masalah Sampah Makin Menjadi Sejak Desentralisasi

DPRD Jogja Sebut Masalah Sampah Makin Menjadi Sejak Desentralisasi

Adji G Rinepta - detikJogja
Senin, 20 Mei 2024 13:14 WIB
Kondisi depo sampah Mandala Krida, Rabu siang (6/3/2024).
Kondisi depo sampah Mandala Krida Jogja, Rabu (6/3/2024) siang. Foto: Dwi Agus/detikJogja
Jogja -

Komisi C DPRD Kota Jogja yang merupakan mitra dinas lingkungan hidup menilai masalah sampah di Kota Jogja semakin menjadi kala kebijakan desentralisasi mulai diberlakukan oleh Pemda DIY. Apalagi sebelumnya diberlakukan pembatasan pengiriman sampah ke TPA Piyungan.

Sebagai informasi, kebijakan desentralisasi sampah yakni kebijakan yang memaksa tiap kabupaten-kota mengelola sampahnya masing-masing tanpa mengirim ke TPA Piyungan. Kebijakan ini mulai diberlakukan bulan Mei ini.

Sebelum desentralisasi diberlakukan, TPA Piyungan lebih dulu ditutup pada Juli tahun lalu lantaran sudah over kapasitas. Namun pada prosesnya, TPA Piyungan dibuka namun dengan pembatasan kiriman sampah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kota Jogja ini kan dipaksa untuk desentralisasi sampah, mau tidak mau harus dijalankan, tapi kita juga sadar kita butuh proses. Karena kita tau lahan di Jogja terbatas," jelas Ketua Komisi C DPRD Kota Jogja Ririk Banowati kepada detikJogja, Minggu (19/5/2024).

"Itu menimbulkan masalah, depo-depo jadi penuh dan kita ndak ada tempat untuk menyembunyikan sampah. Akhirnya sampai membeludak di jalan-jalan," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Kota Jogja yang memiliki masalah besar yakni minimnya lahan, harus memutar otak untuk menghadapi desentralisasi. Alhasil, kejadian tumpukan sampah di jalan dan depo tak terhindarkan, yang menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot Jogja.

Kehadiran TPST Nitikan dan baru dibukanya TPST Kranon nyatanya belum mampu mengatasi hal tersebut. TPST Karangmiri pun baru bisa beroperasi pada Juni nanti, itu pun hanya mampu menampung sekitar 30 ton sampah per harinya.

"Mengatasi masalah yang ada di depan mata sekarang, yakni sampah-sampah yang ada di depo dan jalan-jalan. Karena memang kalau mau diambil taruh di mana kan nggak tahu ya," ungkap Ririk.

Namun jauh sebelum desentralisasi, Ririk mengungkapkan, pihaknya sudah menyarankan Pemkot Jogja untuk membeli lahan di luar wilayah Kota Jogja guna dijadikan TPA atau tempat pengolahan sampah.

Menurut Ririk, hal itu terjadi pada medium 2021-2022, saat itu TPA Piyungan ditutup 2-3 hari. Akibatnya Pemkot Jogja pun kelabakan menghadapi sampah-sampah yang membeludak.

"Sedikit gambaran untuk menyelesaikan sampah yang 2-3 hari itu, membutuhkan waktu seminggu (untuk memberesi)," terang Ririk.

"Nah kemudian kan ada COVID-19 ya, akhirnya anggaran itu terlupakan untuk beli tanah. Karena anggaran terserap untuk penanganan COVID-19. Tapi setiap pembahasan di Komisi kami menyarankan Pemkot harus punya tempat pengelolaan sampah sendiri (di luar Jogja)," imbuhnya.

Terkait masalah beli lahan ini, Ririk berharap ada campur tangan Pemda DIY. Pasalnya, selain karena sempitnya lahan, Kota Jogja juga merupakan Ibu Kota Provinsi. Ia berharap Pemda DIY memberi sedikit bantuan.

"Iya (beli lahan) di luar wilayah Kota Jogja, artinya memang harus dapat support juga dari Provinsi," tutur Ririk.

"Sleman, Bantul, Kota Jogja, sama-sama disuruh desentralisasi, tapi yang menjadi sorotan Kota (Jogja) karena jadi Ibu Kota Provinsi. Harapan kami Provinsi berbeda perlakuan untuk kota Jogja," lanjutnya.




(rih/ams)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads