Anak Buruh Disebut Belum Dapat Pendidikan Layak, Forum BEM DIY Ungkap Penyebab

Anak Buruh Disebut Belum Dapat Pendidikan Layak, Forum BEM DIY Ungkap Penyebab

Dwi Agus - detikJogja
Rabu, 01 Mei 2024 15:55 WIB
Massa aksi buruh dan mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa May Day di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, Rabu (1/5/2024).
Foto: Massa aksi buruh dan mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa May Day di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, Rabu (1/5/2024). (Dwi Agus/detikJogja)
Jogja -

Anak-anak buruh disebut belum mendapat pemenuhan pendidikan secara layak. Pasalnya, besaran upah orang tua mereka belum mendekati standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Jogja

Koordinator Umum Forum BEM se-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Gunawan Haramain menuturkan, berdasarkan perhitungannya, standar KHL buruh di Jogja kisaran Rp 4,7 juta. Angka ini merupakan batas minimal untuk pemenuhan kebutuhan termasuk pendidikan. Sehingga anak-anak buruh dapat mendapatkan hak ilmu pengetahuan dalam pendidikan.

"Saat ini, biaya pendidikan di Indonesia dan Jogja khususnya semakin hari semakin mahal. Itu tidak hanya terjadi di sekolah swasta, bahkan sekolah negeri pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini menjadi beban bagi buruh," jelasnya saat ditemui di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, Rabu (1/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sehingga sudah sewajarnya kaum buruh menuntut terjangkaunya biaya pendidikan. Ini agar anak-anak buruh mendapatkan pendidikan yang layak dan standar. Tak hanya jenjang sekolah dasar, tapi juga hingga perguruan tinggi.

Besaran upah minimum kabupaten/kota di DIY rata-rata Rp 2,2 juta. Detailnya Kota Jogja Rp 2.492.997, Kabupaten Sleman Rp 2.315.976,39, Kabupaten Bantul Rp 2.216.463. Adapun Kabupaten Kulon Progo Rp 2.207.737 dan Kabupaten Gunungkidul Rp 2.188.041.

ADVERTISEMENT

"Dari data yang kami himpun, idealnya untuk KHL di Jogja itu Rp 4,2 juta per bulan. Ini sudah termasuk biaya pendidikan, meski ini adalah batas minimal," katanya.

Massa aksi buruh dan mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa May Day di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, Rabu (1/5/2024).Massa aksi buruh dan mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa May Day di kawasan Titik Nol Kilometer Jogja, Rabu (1/5/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

Adanya program Bantuan Operasional sekolah (BOS) belum berdampak signifikan. Para orang tua, lanjutnya, harus memikul biaya uang buku, transportasi dan biaya lainnya. Sehingga adanya tuntutan kenaikan upah adalah hal yang wajar.

Massa aksi menilai keluarga buruh memiliki hak yang sama untuk dalam pendidikan. Namun tersendat beban ekonomi karena adanya kebijakan yang belum adil. Sehingga kaum buruh dan rakyat kecil tidak terbebani.

"Banyak pihak yang belum merasakan manfaatnya (BOS), khususnya buruh. Hal ini karena masih banyaknya bantuan atau penyaluran BOS yang belum banyak digunakan dengan tidak semestinya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, bahkan cenderung diselewengkan," ujarnya.

Forum BEM se-DIY yang tergabung dalam massa aksi buruh juga menuntut dicabutnya sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kebijakan ini justru menjadi beban bagi keluarga dengan pendapatan di bawah KHL.

Adanya dispensasi melalui Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 39 Tahun 2017 juga belum membantu. Terlebih jika ada mahasiswa yang mendapatkan besaran UKT yang tidak sesuai dengan penghasilan ekonomi keluarga.

"Sering kali kenaikan biaya kuliah tak sebanding dengan kenaikan gaji upah atau penghasilan orang tua. Skema subsidi silang di perguruan tinggi juga hanya berkisar 2 persen hingga 5 persen," katanya.

Tuntutan terakhir adalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Gunawan lalu memaparkan data Badan Pusat Statistik 2022. Tercatat jumlah tenaga kerja usia 25 hingga 29 tahun mencapai 17,18 juta dan menjadi kelompok angkatan kerja tertinggi. Menyusul usia 30 hingga 34 tahun yang mencapai 16,9 juta.

Jika tak disiapkan kebijakan yang tepat, maka angka pengangguran semakin tinggi. Ditambah lagi dominasi usia produktif. Sehingga dia menuntut agar pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan demi stabilitas ekonomi dan kesejahteraan hidup.

"Pemerintah harus memberikan kebijakan yang matang untuk mengatasi kasus pengangguran. Jika ini terus diabaikan, maka akan banyak problem-problem baru yang akan muncul dari imbas bertambahnya jumlah pengangguran setiap tahunnya," ujarnya.




(apu/cln)

Hide Ads