5 Materi Kultum 10 Hari Terakhir Ramadhan yang Menarik dan Menginspirasi

5 Materi Kultum 10 Hari Terakhir Ramadhan yang Menarik dan Menginspirasi

Firmansyah Dwi Ardianto - detikJogja
Kamis, 04 Apr 2024 19:56 WIB
ilustrasi khutbah Jumat
Ilustrasi kultum. Foto: Fria Sumitro/detikSumut
Jogja -

Tidak terasa umat Islam telah tiba di hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Hal itu berarti umat Islam akan segera meninggalkan bulan Ramadhan dan menemui Hari Raya Idul Fitri.

Untuk menghayati momen tersebut, ustad di masjid dalam menyampaikan kultumnya bisa menggunakan tema yang berhubungan dengan hari-hari terakhir Ramadhan seperti, menunaikan zakat, mudik, Lailatul Qadar, rindu Ramadhan, atau hal lain yang bersangkutan dengan Hari Raya Idul Fitri.

Merujuk pada buku 'Syiar Ramadhan Perekat Persaudaraan' yang disusun oleh Tim Layanan Syariah Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama, berikut beberapa materi kultum 10 hari terakhir Ramadhan yang menarik dan menginspirasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Materi Kultum 1: Jaga Persaudaraan di Tengah Perbedaan Penentuan Soal Akhir Ramadhan dan Awal Syawal

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jamaah sholat tarawih dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Hari yang penuh berkah telah menjelang, 1 Syawal, hari yang ditunggu-tunggu setelah sebulan penuh beribadah di bulan Ramadhan. Namun, di tengah kegembiraan menyambut hari kemenangan tersebut, seringkali kita dihadapkan pada perbedaan dalam menentukan awal bulan Syawal.

ADVERTISEMENT

Perbedaan ini bisa terjadi karena metode hisab (perhitungan), rukyat (pengamatan). Antara hisab dan rukyat, masing-masing diikuti oleh dua ormas besar di Indonesia. Hisab menjadi pegangan Muhammadiyah, sedangkan rukyat menjadi acuan Nahdlatul Ulama.

Jamaah sholat tarawih yang berbahagia

Baik rukyat maupun hisab, keduanya memiliki dalil masing-masing. Dalil rukyat didasarkan pada sebuah hadits Riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

Artinya: "Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadhan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal bulan baru), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka estimasikanlah (menjadi 30 hari)." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dari hadis tersebut, ormas seperti Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa berpuasa atau berlebaran, hendaknya dengan melihat (rukyat) bulan. Dalam pandangan Muhammadiyah, bulan menjadi acuan dalam penentuan siklus waktu bulanan maupun tahunan. Hal ini diisyaratkan dengan jelas baik dalam Al-Quran maupun Hadis Nabi SAW. Firman Allah SWT dalam surat Yunus (10) ayat 5:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

Artinya: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui."

Muhammadiyah berpegang pada hadits riwayat Ibnu Umar Nabi SAW bersabda:

لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فاقدروا له

Artinya: "Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (Ramadhan) dan janganlah kamu berhenti berpuasa sehingga kamu melihat hilal Syawal. Jika jika hilal tertutup bagimu maka perkirakanlah hilal itu dengan menghitung posisi-posisinya."

Kalimat "faqduru lah" dalam hadis tersebut dimaknai dengan menghitung bulan, tentu salah satunya dengan ilmu hisab.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Tentu kita bertanya-tanya, apakah dua metode ini tidak bisa dikompromikan? Sehingga semua bisa seragam melakukan puasa dan lebaran dengan tanpa perbedaan. Secara metodologi dua metode ini bisa dikompromikan.

Melihat bulan (rukyat) sebenarnya tidak bisa dilakukan tanpa ada perhitungan (hisab) hilal terlebih dahulu. Salah seorang imam besar dari kalangan ulama Syafi'iyah, Abu al-Abbas Ahmad bin Umar bin Suraij mengkompromikan dua riwayat hadis diatas, yaitu "Fakmilul iddah" dan "Faqduru lah" dengan menggunakan pendekatan yang dalam istilah sekarang disebut dengan teori multi-dimensi (nadzariyah ta'addud al-ab'ad), yaitu bahwa sabda Nabi (faqduru lah) bermakna: "Perkirakanlah hilal itu dengan menghitung posisi-posisinya."

Ini ditujukan kepada mereka yang oleh Allah SWT dianugerahi pengetahuan tentang hisab, sedang sabda Nabi (Fakmilu al-'iddah) ditujukan kepada mereka yang awam di bidang ilmu itu. (Fatawa al-Qardhawi) Sehingga dalam pendapat Imam Taqiyuddin al-Subki disebutkan, jika ada yang bersaksi melihat hilal, yang secara perhitungan (hisab) tidak bisa dilihat, maka kesaksian tersebut batal.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Oleh karena itu sebagai bentuk kompromi, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama memutuskan untuk menggunakan kedua metode ini, yaitu dengan hisab dan rukyat. Lalu mengapa pemerintah dan Muhammadiyah masih berbeda? Perbedaannya terletak pada jumlah derajat ketinggian hilal.

Muhammadiyah memutuskan bahwa ketinggian hilal di atas 00 sudah dikatakan masuk bulan baru (wujudul hilal), sedangkan pemerintah mengikuti kriteria imkanur rukyat ala MABIMS (Menteri Agama Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, Singapura) dengan parameter ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat, kondisi hilal awal Ramadhan sangat besar kemungkinannya untuk bisa dirukyah.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Sebagai seorang muslim, kita tidak perlu risau dengan perbedaan tersebut. Pemerintah melalui Kementerian Agama bisa menjadi acuan kita dalam melaksanakan ibadah, khususnya penetapan awal Ramadhan dan Syawal.

Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًاࣖ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)."

Meskipun demikian, jika kita mengikuti salah satu ormas, maka boleh saja kita memilih sesuai dengan ormas yang kita ikuti. Mengingat masing-masing memiliki dalil dan argumentasinya sendiri.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Oleh karena itu, jika masih terdapat perbedaan di tengah masyarakat, maka seyogianya kita menghormati, dengan cara, jika ada teman kita yang berpuasa lebih dahulu, maka kita hendaknya tidak makan-minum di depannya. Sebaliknya, jika ada yang lebaran terlebih dahulu, maka sebaiknya tidak mengencangkan kumandang takbirnya secara keras, dan tidak makan di depan saudara kita yang masih menjalankan puasanya

Jamaah yang dimuliakan Allah

Sekian yang bisa kami sampaikan. Mohon maaf jika terdapat kekurangan.
Hadanallahu wa iyyakum ajmain.
Wallahul muwaffiq ila akwamiththariq.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Materi Kultum 2: Menggapai Lailatul Qadar

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Hadirin Rahimakumullah!

Sejak kecil, ada satu kalimat yang tidak asing dan selalu terdengar di bulan Ramadhan, terutama di penghujung bulan tersebut. Ya, tentunya kita tidak asing dengan kata Lailatul Qadar. Malam yang mulia ini hanya ada di bulan Ramadhan, Satu malam yang sangat didambakan oleh seluruh umat Islam di dunia.

Betapa tidak? Malam Lailatul Qadar adalah satu malam yang lebih dari seribu bulan, setara dengan 83 tahun lamanya. Ada satu surah yang tentu sangat kita hafal sejak kecil, Q.S. Al-Qadr: 3-5 sebagai berikut:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ۝٣ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ ۝٤ سَلٰمٌۛ هِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِࣖ ۝

Artinya: "Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar."

Mengenai ayat 3 ini, As-Syaikh Wahbah Az-Zuhaili menulis dalam kitabnya, Tafsir Al-Wajiz sebagai berikut: "Malam Lailatul Qadar yaitu malam dimana amal shalih ketika itu lebih baik daripada amal selama seribu bulan di waktu selain Lailatul Qadar. Jarir mengatakan dari Mujahid yang berkata:

"Salah satu laki-laki dari Bani Israil ada yang melaksanakan sholat di waktu malam sampai pagi, kemudian berperang memerangi musuhnya di waktu siang sampai sore, dan dia melaksanakan hal itu selama seribu bulan, kemudian Allah menurunkan ayat (Lailatul qadri khairum min alfi syahr) sebagaimana yang diamalkan oleh laki-laki itu."

Dan pada malam tersebut, bumi disesaki oleh para malaikat yang dipimpin oleh Jibril. Para malaikat mendoakan orang orang yang beribadah di malam tersebut. Masih dalam kitab yang sama, Asy-Syaikh Wahbah melanjutkan penafsiran ayat 4 dan 5 sebagai berikut: "Malaikat berbondong bondong turun ke bumi beserta Jibril di antaranya pada malam ini atas perintah Tuhan mereka untuk menunaikan setiap perkara yang hendak dipenuhi oleh Allah di tahun berikutnya, dan memberikan kebaikan untuk orang-orang yang taat, di antaranya adalah ada yang mendoakan keselamatan mereka, memohonkan ampun dan mendoakan mereka. Malam ini adalah malam (yang penuh) kesejahteraan dan penuh kebaikan mulai permulaannya sampai terbitnya fajar."

Hadirin Rahimakumullah!

Menurut hadis sahih, Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk menggapai malam tersebut pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:

"Carilah Lailatul Qadar pada malam yang ganjil dalam sepuluh malam yang akhir dari Ramadhan". (HR. AlBukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).

Lalu bagaimana cara menggapai malam terbaik tersebut? Ya tentu banyak caranya. Di antaranya adalah dengan memperbanyak i'tikaf di 10 malam terakhir. Bangunkan anak dan istri kita untuk memperbanyak ibadah sebagaimana hadis Rasulullah SAW:

"Dari Ali bahwa Nabi SAW biasa membangunkan keluarganya pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan." (HR. At-Tirmidzi)

Sekalipun tidak bisa i'tikaf sepanjang malam, kita bisa memperbanyak membaca Al-Quran atau berzikir di rumah kita. Jangan sampai karena alasan tidak i'tikaf, kita habiskan malam kita dengan sesuatu yang kurang bermanfaat. Perbanyak pula membaca doa berikut ini, terutama di 10 malam terakhir sebagaimana hadis berikut:

"Dari Aisyah ia berkata; wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui malam apakah Lailatul Qadar, maka apakah yang aku ucapkan padanya? Beliau mengatakan: "Ucapkan; Allaahumma innaka 'afuwwun kariimun tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ampunan dan Maha Pemurah, Engkau senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku)." (HR. At-Tirmidzi).

Hadirin Rahimakumullah!

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang memang harus bekerja di malam hari dan tidak sempat ber'itikaf seperti para sekuriti, sopir bis malam, atau pegawai yang mendapatkan jadwal piket malam hari? Apakah mereka bisa mendapatkan Lailatul Qadar? Ya tentu bisa, selagi pada malam itu mereka beribadah.

Jika mereka tidak sempat qiyamullail, mereka bisa bekerja sambil memperbanyak zikir. Zikir apa? Banyak, bisa dengan sholawat. Tahlil, tasbih, tahmid atau istighfar. Jangan sampai mengabaikan begitu saja hanya karena alasan pekerjaan. Dan terlebih lagi, jangan sampai bermaksiat di malam Lailatul Qadar. Ingatlah bahwa pada malam itu para malaikat berdesakan turun ke bumi untuk mendoakan hamba-hamba Allah.

Hadirin Rahimakumullah!

Demikian mauizah singkat yang dapat saya sampaikan. Semoga Allah memperkenankan kita untuk memperoleh Lailatul Qadar, malam yang nilainya lebih baik dari beribadah selama 83 tahun atau seribu bulan.

Wal'afwu minkum. Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarakatuh.

Materi Kultum 3: Rindu Ramadhan, Meski Telah Berakhir

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Hadirin Jamaah Sholat Tarawih yang dirahmati Allah SWT

Bagaimana puasa hari ini ibu-ibu bapak-bapak? Semoga lancarnya ibadah selama puasa bulan Ramadhan terus berlanjut setelah bulan Ramadhan. Amin. Satu per satu, kenangan indah Ramadhan kita bergulir. Sholat tarawih di masjid, suara adzan yang menggetarkan hati,aroma makanan sahur, dan berbagai momen kebersamaan yang dirindukan.

Namun, ingatlah bahwa kenangan ini bukan hanya sekadar nostalgia, melainkan panggilan untuk mempertahankan semangat Ramadhan sepanjang tahun. Rindu yang dirasakan setelah berakhirnya Ramadhan seharusnya menjadi pintu gerbang untuk merenung untuk mempertahankan semangat ibadah, kebaikan, dan ketakwaan seperti yang kita lakukan di bulan Ramadhan. Sebab rindu ini adalah panggilan untuk terus mengembangkan hubungan kita dengan Allah di luar bulan yang suci ini.

Sedangkan hikmah Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perbuatan dosa dan meningkatkan ibadah. Pelajaran ini harus menjadi pegangan sepanjang tahun. Bulan Ramadhan mampu memberikan pelajaran yang mendalam tentang ketakwaan, dan rindu kita terhadap bulan ini seharusnya menjadi pendorong kita untuk terus meningkatkan ketakwaan kita.

Sebagaimana firman Allah SWT pada QS at Talaq ayat 2-3:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًاۙ ۝٢ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ

Artinya: "Siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan menganugerahkannya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (Q.S. At-Talaq [65]: 2-3)

Jamaah yang dirahmati Allah SWT

Mengapa kita perlu merindukan bulan Ramadhan? Bulan Ramadhan itu memiliki keistimewaan di dalamnya. Hal ini sebagaimana dikutip dari kitab Ittihaf al-Anam bi Ahkam ash-Shiyam karya Dr. Zainuddin bin Muhammad bin Husain bin al-'Aydarus al-Ba'alawy.

Beberapa keistimewaan bulan Ramadhan antara lain adalah;

1. Bulan Al-Quran

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al Baqarah ayat 185;

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَ

Artinya: "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)."

Malaikat Jibril mengajarkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadhan.

2. Bulan Puasa
3. Bulan Doa
4. Bulan Rahmat

Abu Hurairah RA meriwayatkan hadits dari Nabi:

Dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم. bersabda, 'Pada malam pertama bulan Ramadhan setan-setan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satupun pintu yang tertutup, serta penyeru menyeru, "Wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan berhentilah, Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadhan." (HR. At-Tirmidzi).

5. Bulan ampunan
6. Bulan bersedekah
7. Bulan penuh berkah

Hal ini sebab ada hadits menceritakan bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan penuh berkah.

Semoga Allah SWT memberikan kehidupan yang lebih bermakna dan penuh berkah. Semoga Allah senantiasa membimbing langkah-langkah kita dan menerima segala amal ibadah kita. Amin.

Bapak Ibu yang dirahmati Allah

Terima kasih, dan semoga kita semua menjadi umat yang terus meningkatkan takwanya meski bulan Ramadhan telah usai. Akhir kata, semoga ceramah dengan tema hari ini mampu meningkatkan kualitas relasi kita kepada Allah SWT, sekaligus kepada sesama manusia.

Materi Kultum 4: Zakat dan Kepekaan Sosial

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat dan karunia-Nya sehingga kita dapat berkumpul dalam keadaan yang berbahagia ini. Sholawat berangkaikan salam, tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Di penghujung bulan Ramadhan nanti, sebagai seorang muslim kita diperintahkan untuk menunaikan zakat yang disebut sebagai zakat fitrah. Kewajiban zakat ini bukan hanya perintah yang harus dilakukan sebagai ibadah saja, namun juga dilakukan untuk kepentingan sosial.

Karena salah satu fungsi dari diperintahkannya zakat adalah untuk memberikan maslahat kepada manusia, khususnya bagi orang-orang yang membutuhkan. Dengan demikian, zakat dan kepekaan terhadap kehidupan sosial memiliki hubungan yang erat.

Di dalam Islam, ada dua jenis zakat yang wajib ditunaikan, yaitu zakat fitrah dan zakat mal (zakat harta). Zakat fitrah adalah zakat yang ditunaikan untuk menyucikan jiwa. Sedangkan zakat harta ditunaikan untuk mensucikan harta.

Meski secara definisi memiliki tujuan yang berbeda, kedua zakat ini memiliki orientasi yang sama dalam kehidupan sosial. Yakni agar kemaslahatan di muka ini merata. Sehingga pada perayaan hari raya Idul Fitri misalnya, bukan hanya orang kaya saja yang bisa merayakan hari raya dengan suka cita beserta hidangannya tetapi juga dirasakan oleh orang-orang yang kurang mampu karena adanya zakat fitrah.

Jamaah yang berbahagia

Di dalam Al-Quran dan hadits, Allah dan Rasulullah memberi tahu bahwa penunaian zakat sangat berguna dalam pemerataan ekonomi dalam kehidupan sosial. Terdapat beberapa ayat dan hadis yang menceritakan hal tersebut.

- Surat al Hasyr ayat 7 yang berbunyi

مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ

Artinya: "Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu."

- Surat at Taubah ayat 60 yang berbunyi

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ۝٦٠

Artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

- Sebagian harta orang kaya adalah hak orang miskin

Dari Ibn Abbas RA, bahwasanya Nabi SAW mengutus Mu'adz RA ke Yaman. Lalu menuturkan isi haditsnya, dan di dalamnya disebutkan, sesungguhnya Allah mewajibkan kalian zakat di dalam harta kalian yang diambil dari orang kaya di antara mereka lalu memberikannya kepada orang miskin di antara mereka (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadirin yang dimuliakan Allah

Di dalam kitab al-Fiqh al-Muyassar tujuan-tujuan umum yang menjadi alasan Allah mensyariatkan kepada hamba-Nya zakat, Abdullah al-Thayyar, Abdullah bin Muhammad dan Muhammad bin Ibrahim juga menyebutkan:

(Tujuan ketiga pensyariatan zakat adalah) membantu orang-orang dhu'afa dan mencukupi kebutuhan orang yang memiliki hajat/kebutuhan.

Hadirin yang dirahmati Allah

Berdasarkan beberapa keterangan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa orientasi dari perintah zakat bukan hanya sebagai bentuk penghambaan saja, melainkan juga berfungsi untuk meratakan maslahat kepada seluruh hamba Allah. Sehingga zakat sejatinya memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap kehidupan sosial.

Hadirin, demikianlah korelasi antara zakat dan kepekaan sosial yang tidak bisa terlepas. Semoga dalam menunaikan kewajiban zakat, kita bukan hanya menggugurkan kewajiban sebagai hamba saja, namun juga mewujudkan orientasi zakat agar kemaslahatan dapat dirasakan oleh berbagai strata sosial. Semoga barokah dan manfaat, kurang lebihnya mohon maaf.

Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarakatuh.

Materi Kultum 5: Merasa Paling Saleh

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Hadirin yang dimuliakan Allah

Sebagian dari kita ada saja yang belum bisa menerima perbedaan dalam berislam. Merasa paling benar dan menyalahkan sebagian yang berbeda dengan golongannya. Bahkan tidak jarang juga yang berani mengkafirkan saudara seagamanya hanya karena beda persepsi. Dan yang lebih parah lagi ada yang mendeklarasikan golongannya bisa masuk surga, sedangkan yang lain harus merasakan panasnya siksa neraka terlebih dahulu.

Sejatinya, merasa paling benar dan paling suci itu hanya tipu daya setan yang sangat halus sehingga membuat sesuatu yang salah menjadi tampak benar. Allah SWT berfirman dalam QS al-Najm; 32:

هُوَ اَعْلَمُ بِكُمْ اِذْ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاِذْ اَنْتُمْ اَجِنَّةٌ فِيْ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْۗ فَلَا تُزَكُّوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰىࣖ

Artinya: "Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa"

Jamaah yang dimuliakan Allah

Fenomena merasa paling benar dan paling suci adalah indikasi dari seseorang yang sombong, dan sikap ini tidak dianjurkan dalam Islam. Oleh karena itu, Islam menganjurkan umatnya untuk mengenal Tuhan dan dirinya. Karena jikalau sudah mengenal Tuhan dan dirinya akan terhindar dari berbagai penyakit hati yang bisa merusak tubuhnya.

Merasa paling benar pasti melahirkan kesombongan sehingga ia menganggap rendah orang yang tidak seperti dirinya, padahal bisa jadi orang-orang tersebut adalah yang lebih dekat kepada Allah lewat amal lain. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam Madarij AsSalikin berkata,

"Jika Allah Ta'ala membukakan untukmu pintu (memudahkan) sholat malam, jangan memandang rendah orang yang tertidur. Jika Allah membukakan untukmu pintu puasa (sunnah), janganlah memandang rendah orang yang tak berpuasa. Dan jika Allah membukakan untukmu pintu jihad, maka jangan memandang rendah orang yang tak berjihad. Sebab, bisa saja orang yang tertidur, orang yang tidak berpuasa (sunnah) dan orang yang tak berjihad itu lebih dekat kepada Allah ketimbang dirimu."

Jamaah yang dimuliakan Allah

Kemudian Imam Ibnu al-Qayyim melanjutkan,

"Sungguh engkau ketiduran sepanjang malam lalu menyesal di waktu pagi itu lebih baik daripada melewati malam dengan ibadah tapi merasa bangga di pagi hari. Itu karena orang yang sombong, amalannya tidak akan naik ke sisi Allah."

Hadirin yang dirahmati Allah

Dari penjelasan tersebut, sebagai Muslim sudah seharusnya kita selalu merenung dan berintrospeksi bahwa kenikmatan yang kita dapatkansejatinya karena anugerah yang Allah berikan kepada kita. Kenikmatan itu bisa saja Allah cabut dalam sekejap mata. Dunia selalu berputar. Hari ini kita berada di atas, bisa saja besok kita yang ada di bawah.

Nah, itu dia kumpulan materi kultum 10 hari terakhir Ramadhan yang menarik dan menginspirasi.

Artikel ini ditulis oleh Firmansyah Dwi Ardianto, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(apl/ahr)

Hide Ads