Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' Tuntut Adili Pemerintahan Jokowi

Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' Tuntut Adili Pemerintahan Jokowi

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Senin, 12 Feb 2024 19:14 WIB
Aksi Gejayan Memanggil Kembali di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Depok, Sleman, DIY, Senin (12/2/2024).
Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Depok, Sleman, DIY, Senin (12/2/2024). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja
Sleman -

Elemen masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad) turun ke jalan menggelar aksi 'Gejayan Memanggil Kembali'. Mereka berangkat dari keresahan yang sama dan menuntut untuk mengadili rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' ini dipusatkan di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Kapanewon Depok, Sleman. Humas Jagad, Sana Ulaili mengatakan situasi demokrasi hari ini pemerintah banyak mempertontonkan gimik-gimik.

"Jagad ini adalah satu inisial untuk merespons situasi demokrasi hari ini yang ternyata selama dua periode kita ditipu habis dengan gimik-gimik penceritaan kerakyatan, kedaulatan," ucap Sana, Senin (12/2/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan dalam dua periode pemerintahan Jokowi terakhir ini, Presiden menggunakan berbagai macam cara untuk melanggengkan kekuasaan.

"Kemudian pada dua periode terakhir Jokowi menutup kekuasaannya dengan menggunakan segala macam entitas kekuasaan seperti mahkamah, kemudian melibatkan kroni-kroninya untuk kemudian mengeluarkan regulasi-regulasi yang betul-betul mencederai demokrasi," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Jokowi, kata dia, menunjukkan kuasanya sebagai penguasa negeri yang hiper-maskulinitas.

"Karena kian menguasai tidak hanya sumber daya alam dalam dua periode terakhir tapi juga menguasai seluruh nalar kritis elemen negara ini, menguasai seluruh daya kritis semua," ujarnya.

Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Depok, Sleman, DIY, Senin (12/2/2024).Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Depok, Sleman, DIY, Senin (12/2/2024). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja

Sana melanjutkan, dengan gelagat Jokowi saat ini yang sudah menyalahgunakan kekuasaan, mereka menuntut Jokowi dihukum.

"Maka kami menuntut satu bahwa Jokowi karena telah terbukti telah melakukan pelanggaran konstitusi dan telah merusak etika demokrasi dia harus dihukum," katanya.

Mereka menuntut Jokowi turun dari jabatan Presiden RI sebelum masa jabatan itu habis.

"Jokowi harus turun, Jokowi harus kita kawal ketat tidak hanya pada 14 Februari tetapi seluruh elemen gerakan masyarakat sipil harus memastikan dia turun sebelum masa jabatannya," tegasnya.

Melanggengkan kekuasaan Jokowi, lanjutnya, sama saja memberikan karpet merah untuk oligarki.

"Karena sikap dia yang kalau kita biarkan sama saja seperti memberikan karpet merah untuk para oligarki. Tidak hanya Jokowi tetapi Jokowi lahir dari sistem yang sangat tirani yang dikelilingi oleh oligarki tambang, oligarki patriarki, oligarki kapitalis, kita tahu ada di siapa, 02, 01, dan juga 03," katanya.

Oleh karena itu, aksi ini sebagai kritik langsung ke Jokowi sekaligus sebagai langkah awal untuk memberikan hukuman kepada Jokowi.

"Kita tidak sedang kampanye 04, kita tidak sedang kampanye 05 tapi kita sedang mengampanyekan saatnya kita kritis, saatnya turun jalan, untuk menghentikan tirani Jokowi, memberikan pengadilan HAM kepada Jokowi, menghukum sekeras-kerasnya Jokowi dan orang-orang yang ada di sekitarnya para pemimpin yang tamak mendapat hukum yang seadil-adilnya," tegasnya.

Lebih lanjut, dalam aksi ini mereka juga membawa alat pancung yang diangkut dalam satu mobil bak terbuka. Sana bilang, pancung itu sebagai simbol untuk memenggal oligarki di Indonesia.

"Jadi sebenarnya itu simbol dari perlawanan kita, bahwa rezim hari ini mau tidak mau harus dipenggal kalau tidak dipenggal maka pikiran, paham, isme, nepotisme, oligarki, pasti akan terus berkembang. Maka simbolisasi pancung hari ini kita yang hadir di sini lebih dari seribu orang menuntut untuk betul-betul diakhiri drama politik selama dua kali periode," katanya.

Aksi ini pun diikuti oleh salah satu guru besar UII, Prof Masduki. Dia turun ke jalan untuk menyampaikan bahwa demokrasi sedang bermasalah.

"Ini kan keprihatinan orang seharusnya seluruh guru besar bergabung karena apa, momentumnya ini saatnya sekarang bagaimana gumpalan kegelisahan moral dari sekian tahun saya kira seluruh akademisi bukan hanya melihat tapi juga merasakan. Seluruh guru besar di Indonesia para akademisi itu penyintas. Penyintas dari rezim yang menerapkan otoritarianisme tapi dengan model-model digital," kata Masduki.

Menurutnya ada tiga hal yang menjadi indikator demokrasi mengalami represif.

"Tandanya indikatornya ada tiga yang tadi saya bilang demokrasi mengalami musim gugur. Karena kebebasan berekspresi ini mengalami tekanan yang luar biasa," katanya.

Yang kedua, ada indikasi untuk penyanderaan parpol kaitannya untuk ketamakan kekuasaan yang ingin melanjutkan kekuasaan.

"Ketiga ini persoalan klasik yang sebenarnya diajarkan di kampus nih bagaimana yang namanya demokrasi elektoral adalah pergantian kepemimpinan secara rutin lima tahun, 15 tahun yang itu harusnya begilir jadi kita tidak mengenal politik dinasti," ujar Masduki.

Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Depok, Sleman, DIY, Senin (12/2/2024).Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Depok, Sleman, DIY, Senin (12/2/2024). Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja

Aksi hari ini pun diakhiri dengan sebuah pertunjukan teatrikal. Seseorang yang mengenakan topeng wajah Jokowi digiring oleh algojo menuju alat pancung bernama guillotine untuk dihukum.

Adapun dalam aksi ini Jaringan Gugat Demokrasi menyuarakan 11 tuntutan. Berikut tuntutan mereka:

  1. Revisi UU pemilu dan partai pemilu oleh badan independen
  2. Adili Jokowi dan kroni-kroninya
  3. Menuntut permintaan maaf intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti
  4. Stop politisi bansos
  5. Cabut UU Cipta Kerja dan Minerba
  6. Hentikan operasi militer, tuntaskan pelanggaran HAM dan memberikan hak menentukan nasib sendiri
  7. Hentikan perampasan tanah
  8. Hentikan kriminalisasi aktivis lingkungan
  9. Jalankan pengadilan HAM
  10. Pendidikan gratis
  11. Sahkan UU PPRT



(rih/ams)

Hide Ads